(Panjimas.com) – Tiap manusia butuh makan. Pangan, secara sunatullah berfungsi sebagai pembangkit energi untuk beraktivitas dan pembentukan sel untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan tubuh. Bahan pangan manusia berasal dari tumbuhan dan hewan, di samping air sebagai minuman.
Bahan pangan yang berasal dari tumbuhan sebagian bisa langsung dikonsumsi dan sebagian lagi harus diolah. Buah, misalnya, hampir semuanya bisa dan lazim langsung dimakan tanpa dimasak terlebih dulu. Sedangkan dedaunan, bebijian dan umbi-umbian, kebanyakan harus dimasak dulu agar layak dimakan. Misalnya daun bayam, beras, dan singkong.
Bahan pangan yang bersumber dari hewan, hampir semua harus melewati proses pengolahan sebelum dimakan. Daging, hanya sedikit orang yang mau makan mentahan. Misalnya Susi, masakan khas Jepang ini berupa daging ikan segar. Dan tidak setiap hewan dagingnya lazim dimakan mentah. Telor, cukup banyak orang mengonsumsinya mentahan sebagai suplemen atau jamu. Tapi jauh lebih banyak yang mengonsumsinya dalam keadaan matang. Dan susu, umumnya tetap dimasak dulu walau sebenarnya bisa langsung diminum.
Semua bahan pangan , baik nabati (dari tumbuhan) maupun hewani (dari hewan), bisa diolah dengan berbagai cara dan variasi. Satu bahan pangan yang persis sama bisa menjadi makanan yang jauh berbeda baik rasa maupun wujudnya, dengan teknik pengolahan yang berbeda. Dan yang pasti, pengolahan bahan pangan memengaruhi kandungan nutrisinya. Dengan sedikit pengecualian, secara umum semakin tinggi suhu pemasakan dan semakin panjang waktu pemanasan, kandungan gizi pada bahan pangan tersebut semakin banyak yang hilang, dan enzim yang dapat membantu proses cerna mati. Tapi di sisi lain, pemanasan juga dapat menghilangkan kandungan racun (pada bahan pangan yang beracun) dan membunuh bakteri merugikan.
Pengolahan bahan pangan, selain bertujuan agar bisa dimakan (misal mudah dikunyah), juga demi meningkatkan kelezatan. Selain itu juga demi menjadikan tampilannya lebih menarik sehingga “martabatnya” naik. Namun perlu diketahui, kelezatan dan keindahan tampilan makanan olahan tidak jarang berbanding terbalik dengan manfaat yang dibutuhkan tubuh. Seperti telah disebut di awal, bahwa pangan, secara sunatullah berfungsi sebagai pembangkit energi untuk beraktivitas dan pembentukan sel untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan tubuh. Dan sayangnya, banyak orang yang demi mengejar kelezatan dan tampilan, aspek manfaat ini dikesampingkan, bahkan dilupakan.
Pengaruh budaya yang kurang terkontrol telah menimbulkan pergeseran makna terhadap pangan. Banyak orang yang mementingkan keingainan daripada kebutuhan. Demi kelezatan dan keindahan tampilan luar, banyak orang melupakan fungsi pangan yang sesungguhnya. Keinginan untuk memuaskan syahwat lidah terpenuhi, namun kebutuhan akan kesehatan tubuh menjadi korban.
Realitas ini sudah kita saksikan dengan gamblang. Saat ini, makanan dan minuman yang beredar di tengah masyarakat lebih banyak yang kurang dan tidak sehat daripada yang sehat. Maka itu kita harus maklum kalau berbagai masalah kesehatan bermunculan, rumah sakit-rumah sakit dipadati pasien. Ini sebab manusia lebih mengutamakan keinginan daripada kebutuhan; hidup untuk makan, bukan makan untuk hidup.
“…. Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit.” (at-Taubah: 38).
Mari perbaiki budaya pangan kita!
Wallahu a’lam. [IB]