Ramadhan 1439 H akan segera menghampiri kaum Muslim sejagad raya, insya Allah. Satu syari’at ibadah fardhu utama ada padanya. Puasa sebulan penuh lamanya.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang terdahulu sebelum kamu, supaya kamu bertaqwa.” (al-Baqarah: 183).
Berbagai hikmah ibadah puasa akan kita dapati kala menjalaninya dengan sepenuh jiwa raga, tak sekadar mengubah jadwal makan semata. Secara umum ia berfaedah secara biopsikososial, yakni berupa pengaruh positif terhadap kondisi jasmani, ruhani, dan sosial. Tapi tulisan ini tak akan membicarakan semua itu. Kita akan fokus mengkaji faedah puasa bagi kesehatan jasmani.
Dalam kaitannya dengan kesehatan jasmani, ritual ibadah puasa menyimpan daya tarik tersendiri bagi para ilmuwan, khususnya di bidang biologi dan kedokteran. Selanjutnya, mereka menelitinya dari aspek psikobiologis, imunopatofisilogis, dan biomolekular.
Dari beragam penelitian tersebut, telah banyak temuan diperoleh. Satu di antaranya adalah, bahwa manusia yang seumur hidupnya tak pernah berpuasa, organ cernanya bekerja di atas ambang batas kewajaran. Sejatinya Allah subhanahu wa ta’ala sudah mendesain seutuh tubuh manusia dengan sedemikian rupa. Termasuk organ cerna yang memiliki batas kemampuan dan jam kerja. Maka artinya, orang yang tidak pernah berpuasa, ia telah berlaku zalim terhadap tubuhnya sendiri, telah memforsir organ cernanya sendiri.
Tak hanya dalam teori kedokteran masa kini, dahulu, Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam pun pernah mengeluarkan pernyataan bermuatan kritik sekaligus imbauan yang sejalan dengan teori tersebut.
“Tidaklah seorang anak Adam memenuhi suatu kantung yang lebih buruk dibanding perutnya. Bila tidak ada pilihan, maka cukuplah baginya sepertiga dari perutnya untuk makanan, sepertiga lainnya untuk minuman, dan sepertiganya lagi untuk nafasnya.” (Hr. Ahmad, Tirmidzi, dan Nasa’i).
al-Munawi rahimahullah menjelaskan makna hadits di atas dengan, “Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam menganggap perut orang yang makan hingga penuh sebagai kantong yang paling buruk, kerana ia telah menggunakan perutnya tidak pada tempatnya. Perut manusia diciptakan untuk menegakkan tulang belakang, dengan mendapatkan gizi yang cukup dari makanan yang ia makan. Sedangkan bila ia memenuhi perutnya, maka hal ini berdampak merusak agama dan dunianya.”
Namun, di samping dampak positif, apakah puasa juga menyimpan dampak negatif bagi kesehatan? Jawabnya, hasil penelitian mengatakan, tidak ditemukan efek negatif puasa Ramadhan dan puasa-puasa sunah dalam Islam terhadap jantung, paru-paru, liver, ginjal, mata, profil endokrin, hematologi, maupun fungsi neuropsikiatri.
Puasa adalah agenda tidak makan dan minum selama waktu tertentu. Pelakunya akan merasakan lapar dan haus. Namun ia berbeda dengan kelaparan. Konsep puasa dalam Islam secara substansial adalah menahan diri dari makan, minum, dan berhubungan suami istri mulai terbit fajar hingga terbenam matahari, dengan diniatkan (disengaja), serta melatih diri untuk berperilaku dan berperasaan yang terkendali secara spiritual. Sedangkan kelaparan (starvasi), dalam ilmu gizi didefinisikan sebagai kekurangan nutrisi baik secara total atau sebagian, dalam jangka panjang atau jangka pendek.
Kedua hal di atas sepintas tampak sama, namun sejatinya berbeda. Laparnya orang berpuasa berbeda dengan laparnya orang yang kelaparan, bila ditinjau dengan kacamata biologi dan kedokteran.
Puasa mengondisikan keseimbangan nutrisi yang berakibat asam amino dan berbagai zat lainnya membantu meremajakan sel, dan komponennya memroduksi glukosa darah dan mensuplai asam amino dalam darah sepanjang hari. Cadangan protein yang cukup dalam liver oleh asupan nutrisi saat berbuka dan sahur akan tetap dapat menciptakan kondisi tubuh untuk terus memproduksi protein esensial lain, seperti, albumin, globulin, dan fibrinogen. Maka sangat masuk akal bila Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam menganjurkan umatnya agar menyegerakan berbuka dan mengakhirkan bersantap sahur.
“Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (Hr. Bukhari dan Muslim),
“Makan sahurlah kalian, karena sesungguhnya di dalam menu sahur terdapat barakah.” (Hr. Bukhari dan Muslim).
Berbeda dengan kelaparan (starvasi), ia terbukti dapat mengganggu kesehatan tubuh. Pada kelaparan jangka panjang, oleh karena terjadi penumpukan lemak dalam jumlah besar, muncullah risiko terjadinya sirosis hati. Di sinilah perbedaan laparnya orang berpuasa dengan laparnya orang yang kelaparan.
Jadi hematnya, ibadah puasa Ramadhan jelas terbukti berfaedah meningkatkan kualitas kesehatan jasmani, di samping meningkatkan kualitas moral dan kepekaan sosial. Nasihat bijak mengatakan, “Berpuasalah, maka kamu akan sehat!” Wallahu a’lam. []