SUKOHARJO (Panjimas.com) – Gerakan Nasional Wakaf Uang dan Brand Ekonomi Syari’ah yang usai diresmikan oleh Presiden Jokowi beserta jajarannya termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani di Istana Negara, Senin (25/1/2021) menimbulkan sejumlah keresahan, ditengah krisis korupsi yang dilakukan oleh politisi partai di lingkungan Jokowi yang menilap dana rakyat.
Ditambah APBN yang mengalami defisit di tahun 2020 lalu sebesar 307,2 triliyun rupiah seperti dilansir situs resmi https://www.kemenkeu.go.id/apbn2020. Artinya pendapatan negara dari hasil pajak, tidak mampu menutup minus atau kekurangan belanja APBN di tahun itu.
Ustadz muda Dr. Hakimuddin Salim, M.A yang merupakan menantu dari ustadz Dr. Mu’inudinillah Basri, M.A berusaha menjawab keresahan umat dalam sebuah kajian di Masjid Raya Iska, Senin (25/1/2021) ba’da Isya’. Ia menghimbau kepada jama’ah agar tidak berprasangka buruk.
“Tetapi tentu perlu dikawal, karena bagaimanapun itu adalah aset umat, jangan sampai ditashorufkan kepada hal-hal yang tidak semestinya, itu adalah aset umat. Wakaf apalagi, wakaf itu ada fiqihnya. Wakaf itu sesuatu yang namanya juga wakaf, dihentikan. Itu tidak bisa kemudian dimanfaatkan selain jalan Allah subhanahu wa ta’ala, Selain dari kebaikan. Ya nggak masalah sebenarnya ketika kemudian dimanfaatin untuk menanggulangi kemiskinan, dimanfaatkan untuk menghadapi musibah dan lain sebagainya gak masalah,” paparnya.
Ustadz Hakim mengingatkan bahwa wakaf itu sebagaimana niat dari muwakifnya, jika seseorang misalnya mewakafkan sebidang tanah untuk masjid kemudian dialihkan untuk kepentingan yang lain maka hal tersebut perlu dihindari.
“Akadnya seperti apa, al muslimuna ‘ala syurutihim, orang-orang muslim itu sesuai dengan syarat, akad diawal itu seperti apa,” jelasnya.
Ia kembali menghimbau kepada umat di satu sisi untuk menghindari sikap apriori dan terus-menerus su’udzon, tetapi terus waspada karena antara su’udzon dan waspada adahal hal yang berbeda. Tak kalah pentingnya jika umat turut mengawal dan mengawasi kemana dana umat tersebut atau wakaf itu untuk di tashorufkan.
“Karena kalau kita apatis, apriori yang rugi juga umat sendiri. Justru yakinlah insya Allah tetep ada orang-orang yang baik mungkin dia tidak bisa menunjukkan mawkif yang tegas tetapi insya Allah dan itu banyak sepanjang perjalanan politik, sepanjang perjalanan kekuasaan sepanjang sejarah itu selalu ada orang-orang seperti itu. Dan itu adalah bentuk khuznudzon kita, tetapi khuznudzon itu juga tetep dibarengi dengan pengawasan, pengawalan. Mekanismenya banyak, mekanismenya ada secara prosedural, secara politik dan lain sebagainya, ada tinggal kita pakai kanal-kanal yang ada,” terangnya.
“Jadi yang penting bagaimana fiqh wakaf itu tidak dilanggar dan itu syarat-syaratnya sudah ada, dengan akad-akadnya yang jelas itu gak bisa, maka gak boleh diselewengkan, kemudian dialihkan kepada sesuatu yang tidak semestinya dan itu harus dikawal,” sambungnya.
Ustadz yang menjadi Doktor pendidikan pertama dari Asia Tenggara di kampus-kampus Saudi tersebut menilai bahwa Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) dan Brand Ekonomi Syariah (BES) adalah sesuatu yang bagus. Maka Ia berpesan agar umat Islam berlaku adil meskipun yang meluncurkan dan meresmikan adalah pemerintah yang sekarang ini.
“Diantara hak seorang muslim itu adalah dia tidak boleh dipersangkai kecuali yang baik. Tapi bedakan antara prasangka yang kemudian diikuti dengan ejekan-ejekan bahkan samai menyerang secara pribadi, secara fisik dengan kewaspadaan, dengan pengawalan, dengan nahi munkar, dengan daya kritis itu berbeda sekali,” pungkasnya.