PANJIMAS.COM – Qurban merupakan syariat yang sangat tua. Perintah qurban ini tidak lepas dari kisah Khalilullah, Ibrahim Alaihissalam. Maka semestinya kita mempelajari bagaimana jejak keteladanan Nabi Ibrahim tersebut. (Baca: Ngaji Fiqih Qurban)
Nabi Ibrahim berasal dari Babilonia. Saat itu negeri Babilonia diselimuti oleh kegelapan, di mana penduduknya menjadi penyembah berhala. Bahkan, Azar, ayah dari Nabi Ibrahim pun seorang pengrajin berhala. Nabi Ibrahim melakukan amar ma’ruf nahi munkar untuk mendidik umatnya, dengan menghancurkan patung-patung berhala, hingga ia dibakar hidup-hidup.
فَجَعَلَهُمْ جُذَاذًا إِلَّا كَبِيرًا لَهُمْ لَعَلَّهُمْ إِلَيْهِ يَرْجِعُونَ (58) قَالُوا مَنْ فَعَلَ هَذَا بِآلِهَتِنَا إِنَّهُ لَمِنَ الظَّالِمِينَ (59) قَالُوا سَمِعْنَا فَتًى يَذْكُرُهُمْ يُقَالُ لَهُ إِبْرَاهِيمُ (60) قَالُوا فَأْتُوا بِهِ عَلَى أَعْيُنِ النَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَشْهَدُونَ (61) قَالُوا أَأَنْتَ فَعَلْتَ هَذَا بِآلِهَتِنَا يَا إِبْرَاهِيمُ (62) قَالَ بَلْ فَعَلَهُ كَبِيرُهُمْ هَذَا فَاسْأَلُوهُمْ إِنْ كَانُوا يَنْطِقُونَ (63) فَرَجَعُوا إِلَى أَنْفُسِهِمْ فَقَالُوا إِنَّكُمْ أَنْتُمُ الظَّالِمُونَ (64) ثُمَّ نُكِسُوا عَلَى رُءُوسِهِمْ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا هَؤُلَاءِ يَنْطِقُونَ (65) قَالَ أَفَتَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكُمْ شَيْئًا وَلَا يَضُرُّكُمْ (66) أُفٍّ لَكُمْ وَلِمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَفَلَا تَعْقِلُونَ (67) قَالُوا حَرِّقُوهُ وَانْصُرُوا آلِهَتَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ (68) قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ (69) وَأَرَادُوا بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ الْأَخْسَرِينَ (70) وَنَجَّيْنَاهُ وَلُوطًا إِلَى الْأَرْضِ الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا لِلْعَالَمِينَ (71) وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ نَافِلَةً وَكُلًّا جَعَلْنَا صَالِحِينَ (72(
Maka dia (Ibrahim) menghancurkan (berhala-berhala itu) berkeping-keping, kecuali yang terbesar (induknya); agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. Mereka berkata, “Siapakah yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami? Sungguh, dia termasuk orang yang zalim.” Mereka (yang lain) berkata, “Kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela (berhala-berhala ini), namanya Ibrahim.” Mereka berkata, “(Kalau demikian) bawalah dia dengan diperlihatkan kepada orang banyak, agar mereka menyaksikan.” Mereka bertanya, “Apakah engkau yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami, wahai Ibrahim?” Dia (Ibrahim) menjawab, “Sebenarnya (patung) besar itu yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada mereka, jika mereka dapat berbicara.” Maka mereka kembali kepada kesadaran mereka dan berkata, “Sesungguhnya kamulah yang menzalimi (diri sendiri).” Kemudian mereka menundukkan kepala (lalu berkata), “Engkau (Ibrahim) pasti tahu bahwa (berhala-berhala) itu tidak dapat berbicara.” Dia (Ibrahim) berkata, “Mengapa kamu menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun, dan tidak (pula) mendatangkan mudarat kepada kamu? Celakalah kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah! Tidakkah kamu mengerti?” Mereka berkata, “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak berbuat.” Kami (Allah) berfirman, “Wahai api! Jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim,” dan mereka hendak berbuat jahat terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling rugi. Dan Kami selamatkan dia (Ibrahim) dan Lut ke sebuah negeri yang telah Kami berkahi untuk seluruh alam. Dan Kami menganugerahkan kepadanya (Ibrahim) Ishak dan Yakub, sebagai suatu anugerah. Dan masing-masing Kami jadikan orang yang shalih. (QS. Al-Anbiya: 58-72)
Tidak hanya kepada rakyat jelata, Nabi Ibrahim pun berdakwah kepada penguasa Babilonia yang zalim lagi kafir saat itu, yakni Raja Namrud. Dakwah Nabi Ibrahim kepada penguasa negeri Babilonia itu juga diabadikan dalam Al-Qur’an
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” orang itu berkata, “Saya dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat.” Lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS Al-Baqarah: 258).
Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan,
هذا الذي حاج إبراهيم في ربه وهو ملك بابل: نمروذ بن كنعان بن كُوش بن سام بن نوح. ويقال: نمرود بن فالخ بن عابر بن شالخ بن أرفخشذ بن سام بن نوح والأول قول مجاهد وغيره
Orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya dalam ayat ini adalah Raja Babil (yaitu Namrud ibnu Kan’an ibnu Kausy ibnu Sam ibnu Nuh), dan menurut pendapat yang lain dikatakan Namrud ibnu Falik ibnu Abir ibnu Syalikh ibnu Arfakhsyad ibnu Sam ibnu Nuh. Pendapat yang pertama dikatakan oleh Mujahid dan lain-lainnya.
Nabi Ibrahim dan Poligami
Nabi Ibrahim menikah dengan Sarah, wanita satu-satunya yang beriman kepada Allah saat itu. Keduanya kemudian berhijrah ke Mesir. (Baca: Ngaji Poligami Bersama Ustadz Arifin Ilham -Allahu Yarham-)
Namun di negeri tersebut Ibrahim kembali diuji Allah, ketika raja Mesir yang zalim hendak merebut Sarah. Kisah ini disebutkan dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَاجَرَ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَام بِسَارَةَ فَدَخَلَ بِهَا قَرْيَةً فِيهَا مَلِكٌ مِنْ الْمُلُوكِ أَوْ جَبَّارٌ مِنْ الْجَبَابِرَةِ فَقِيلَ دَخَلَ إِبْرَاهِيمُ بِامْرَأَةٍ هِيَ مِنْ أَحْسَنِ النِّسَاءِ فَأَرْسَلَ إِلَيْهِ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ مَنْ هَذِهِ الَّتِي مَعَكَ قَالَ أُخْتِي ثُمَّ رَجَعَ إِلَيْهَا فَقَالَ لَا تُكَذِّبِي حَدِيثِي فَإِنِّي أَخْبَرْتُهُمْ أَنَّكِ أُخْتِي وَاللَّهِ إِنْ عَلَى الْأَرْضِ مُؤْمِنٌ غَيْرِي وَغَيْرُكِ فَأَرْسَلَ بِهَا إِلَيْهِ فَقَامَ إِلَيْهَا فَقَامَتْ تَوَضَّأُ وَتُصَلِّي فَقَالَتْ اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ آمَنْتُ بِكَ وَبِرَسُولِكَ وَأَحْصَنْتُ فَرْجِي إِلَّا عَلَى زَوْجِي فَلَا تُسَلِّطْ عَلَيَّ الْكَافِرَ فَغُطَّ حَتَّى رَكَضَ بِرِجْلِهِ قَالَ الْأَعْرَجُ قَالَ أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ إِنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَتْ اللَّهُمَّ إِنْ يَمُتْ يُقَالُ هِيَ قَتَلَتْهُ فَأُرْسِلَ ثُمَّ قَامَ إِلَيْهَا فَقَامَتْ تَوَضَّأُ تُصَلِّي وَتَقُولُ اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ آمَنْتُ بِكَ وَبِرَسُولِكَ وَأَحْصَنْتُ فَرْجِي إِلَّا عَلَى زَوْجِي فَلَا تُسَلِّطْ عَلَيَّ هَذَا الْكَافِرَ فَغُطَّ حَتَّى رَكَضَ بِرِجْلِهِ قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ قَالَ أَبُو سَلَمَةَ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ فَقَالَتْ اللَّهُمَّ إِنْ يَمُتْ فَيُقَالُ هِيَ قَتَلَتْهُ فَأُرْسِلَ فِي الثَّانِيَةِ أَوْ فِي الثَّالِثَةِ فَقَالَ وَاللَّهِ مَا أَرْسَلْتُمْ إِلَيَّ إِلَّا شَيْطَانًا ارْجِعُوهَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَأَعْطُوهَا آجَرَ فَرَجَعَتْ إِلَى إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلَام فَقَالَتْ أَشَعَرْتَ أَنَّ اللَّهَ كَبَتَ الْكَافِرَ وَأَخْدَمَ وَلِيدَةً
Telah menceritakan kepada kami [Abu Al Yaman] telah mengabarkan kepada kami [Syu’aib] telah menceritakan kepada kami [Abu Az Zanad] dari [Al A’raj] dari [Abu Hurairah radliallahu ‘anhu] berkata; Telah bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Nabi Ibrahim Alaihissalam berhijrah bersama isterinya Sarah lalu memasuki suatu kampung yang dipimpin oleh seorang raja atau seorang yang diktator diantara para penguasa bengis. Ada yang berkata; Nabi Ibrahim datang dengan seorang wanita yang paling cantik. Lalu Nabi Ibrahim dipanggil kemudian ditanya: Wahai Ibrahim, siapakah wanita yang bersamamu itu?” Nabi Ibrahim berkata: “Dia adalah saudariku”.
Lalu Nabi Ibrahim kembali kepada Sarah dan berkata: “Janganlah kamu mendustakan perkataanku karena aku telah mengabarkan kepada mereka bahwa kamu adalah saudaraku. Demi Allah sesungguhnya tidak ada orang beriman di tempat ini selain aku dan kamu”.
Kemudian Sarah dibawa menghadap raja untuk hidup bersamanya. Maka Sarah berwudhu’ lalu shalat seraya berdo’a: “Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku beriman kepadaMu dan kepada RasulMu dan aku memelihara kemaluanku kecuali untuk suamiku maka janganlah Engkau satukan aku dengan orang kafir ini”. Maka tiba-tiba raja itu langkahnya terhenti hingga kakinya tidak menempel ke tanah selain ujung-ujung jari-jemari kakinya.
Berkata [Al A’raj], berkata [Abu Salamah bin ‘Abdurrahman], [Abu Hurairah radliallahu ‘anhu] berkata; Sarah berdo’a: “Ya Allah, seandainya dia mati nanti akan dikatakan bahwa wanita ini telah membunuhnya”. Maka Sarah dibawa kepada raja itu dan telah berdiri dihadapannya. Maka Sarah berwudhu’ lalu shalat seraya berdoa: “Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku beriman kepadaMu dan kepada RasulMu dan aku memelihara kemaluamku kecuali untuk suamiku maka janganlah Engkau satukan aku dengan orang kafir ini”. Secara tiba-tiba lagkah raja terhenti dan kakinya tidak menempel ke tanah selain ujung jari jemari kakinya.
Berkata ‘Abdurrahman, berkata Abu Salamah berkata, Abu Hurairah radliallahu ‘anhu: Sarah berkata: “Ya Allah, seandainya dia mati nanti akan dikatakan bahwa wanita ini telah membunuhnya”. Maka Sarah dibawa untuk kali kedua atau ketiga. Maka raja itu berkata: “Demi Allah, tidaklah kalian bawa ke hadapanku melainkan syetan. Kembalikanlah wanita itu kepada Ibrahim dan berikan dia upah. Maka Sarah kembali kepada Ibrahim Alaihissalam lalu berkata: “Apakah kamu menyadari bahwa Allah telah menghinakan orang kafir itu dan menjadikannya sebadai budak seorang hamba sahaya?” (HR. Al-Bukhari).
Dalam riwayat yang lain,
…فَقَالَ إِنَّكُمْ لَمْ تَأْتُونِي بِإِنْسَانٍ إِنَّمَا أَتَيْتُمُونِي بِشَيْطَانٍ فَأَخْدَمَهَا هَاجَرَ فَأَتَتْهُ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فَأَوْمَأَ بِيَدِهِ مَهْيَا قَالَتْ رَدَّ اللَّهُ كَيْدَ الْكَافِرِ أَوْ الْفَاجِرِ فِي نَحْرِهِ وَأَخْدَمَ هَاجَرَ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ تِلْكَ أُمُّكُمْ يَا بَنِي مَاءِ السَّمَاءِ
…Kemudian raja berkata: “Sungguh yang kalian bawa kepadaku ini bukan manusia, melainkan setan”. Akhirnya Sarah dihadiahi Hajar (sebagai pelayannya). Kemudian dia pulang dan mendapatkan Ibrahim sedang shalat maka dia memberi isyarat dengan tanganya yang inti pesannya “Tunggu sebentar”. Sarah berkata; “Allah telah membalikkan tipu daya orang kafir atau fajir ke tenggorokannya”. Abu Hurairah radliallahu ‘anhu berkata; “Itulah ibu kalian (bangsa Arab), wahai anak keturunan air langit (air zamzam) “. (HR. Al-Bukhari).
Perlu diketahui bahwa tak hanya dalam Islam, dalam Bible pun dijelaskan bahwa Nabi Ibrahim memperistri Sarah (Sarai) dan Hajar, bahkan ada istri Nabi Ibrahim yang ketiga bernama Ketura.
Adapun Sarai, isteri Abram itu, tidak beranak. Ia mempunyai seorang hamba perempuan, orang Mesir, Hagar namanya. Berkatalah Sarai kepada Abram: “Engkau tahu, TUHAN tidak memberi aku melahirkan anak. Karena itu baiklah hampiri hambaku itu; mungkin oleh dialah aku dapat memperoleh seorang anak.” Dan Abram mendengarkan perkataan Sarai. Jadi Sarai, isteri Abram itu, mengambil Hagar, hambanya, orang Mesir itu, –yakni ketika Abram telah sepuluh tahun tinggal di tanah Kanaan–,lalu memberikannya kepada Abram, suaminya, untuk menjadi isterinya (Kejadian 16: 1-3).
Abraham mengambil pula seorang isteri, namanya Ketura. Perempuan itu melahirkan baginya Zimran, Yoksan, Medan, Midian, Isybak dan Suah. (Kejadian 25: 1-2).
Dari penjelasan di atas disepakati bahwa Nabi Ibrahim itu berpoligami. Maka sangat ironis jika masih ada yang mempersoalkan tentang poligami. Padahal, dari keturunan Nabi Ibrahim yang berpoligami itulah lahir para Nabi dan Rasul yang mulia.
Nabi Ibrahim dan Qurban
Selanjutnya, Nabi Ibrahim kemudian menjadikan Hajar sebagai istri yang kedua, dari Hajar kemudian lahirlah Nabi Ismail. Seorang putra yang sangat ditunggu-tunggu kehadirannya oleh Nabi Ibrahim.
وَقَالَ إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي سَيَهْدِينِ . رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ . فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ
Dan Ibrahim berkata: “Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Rabbku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Rabbku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shalih. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. (QS. QS. Ash-Shaaffaat: 99-101).
Al-Imam Ibnu Katsir mengatakan dalam tafsirnya,
وهذا الغلام هو إسماعيل عليه السلام، فإنه أولُ ولد بشر به إبراهيم، عليه السلام، وهو أكبر من إسحاق باتفاق المسلمين وأهل الكتاب، بل في نص كتابهم أن إسماعيل وُلِدَ ولإبراهيم، عليه السلام، ست وثمانون سنة
Anak ini adalah Nabi Ismail ‘Alaihissalam karena sesungguhnya dia adalah anak pertamanya yang sebelum kelahirannya, dia telah mendapat berita gembira mengenainya. Dia lebih tua daripada Nabi Ishaq, menurut kesepakatan kaum muslim dan kaum Ahli Kitab, bahkan di dalam nash kitab-kitab mereka disebutkan bahwa ketika Ibrahim a.s. mempunyai anak Ismail, ia berusia delapan puluh enam tahun.
Benar apa yang dikatakan Ibnu Katsir, bahwa anak pertama yang dilahirkan oleh Nabi Ibrahim adalah Ismail. Hal ini sebagaimana tertera dalam Bible hingga saat ini.
Lalu Hagar melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abram dan Abram menamai anak yang dilahirkan Hagar itu Ismael. Abram berumur delapan puluh enam tahun, ketika Hagar melahirkan Ismael baginya. (Kejadian 16: 15-16).
Adapun Abraham berumur seratus tahun, ketika Ishak, anaknya, lahir baginya. (Kejadian 21: 5).
Dengan demikian, usia antara Nabi Ismail dan Ishak terpaut 14 tahun. Artinya lebih tua Nabi Ismail 14 tahun dari Nabi Ishak.
Kemudian dalam ayat selanjutnya, setelah dikarunikan seorang putra semata wayang, Nabi Ibrahim diperintahkan berqurban, dengan mengorbankan Ismail.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (102) فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (103) وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ (104) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (105) إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ (106) وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (107) وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآَخِرِينَ (108) سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ (109) كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (110) إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ (111) وَبَشَّرْنَاهُ بِإِسْحَاقَ نَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ (112) وَبَارَكْنَا عَلَيْهِ وَعَلَى إِسْحَاقَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌ وَظَالِمٌ لِنَفْسِهِ مُبِينٌ (113(
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu! Ia menjawab: Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). Dan Kami panggillah dia: Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu)Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. Dan Kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh. Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq. Dan di antara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang Zalim terhadap dirinya sendiri dengan nyata.” (QS. Ash-Shaaffaat: 102-113).
Bayangkan, setelah lebih dari delapan puluh tahun merindukan buah hati, tapi setelah dianugerahkan anak yang shalih, Allah memerintahkan agar disembelih. Sebuah ujian berat harus dihadapi Nabi Ibrahim. Sebagaimana dikatakan Ibnu Katsir,
وإنما كان المقصود من شرعه أولا إثابة الخليل على الصبر على ذبح ولده وعزمه على ذلك؛ ولهذا قال تعالى: { إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاءُ الْمُبِينُ } أي: الاختبار الواضح الجلي؛ حيث أمر بذبح ولده، فسارع إلى ذلك مستسلما لأمر الله، منقادا لطاعته؛ ولهذا قال تعالى: {وَإِبْرَاهِيمَ الَّذِي وَفَّى} [النجم:37[
Dan sesungguhnya tujuan utama dari perintah ini pada mulanya hanyalah untuk menguji keteguhan dan kesabaran Nabi Ibrahim a.s. dalam melaksanakan perintah Allah Swt. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
}إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاءُ الْمُبِينُ{
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (Ash-Shaffat: 106)
Maksudnya, ujian yang jelas dan gamblang, yaitu perintah untuk menyembelih anaknya. Lalu Ibrahim a.s. bergegas mengerjakannya dengan penuh rasa berserah diri kepada Allah dan tunduk patuh kepada perintah-Nya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
}وَإِبْرَاهِيمَ الَّذِي وَفَّى{
Dan Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji. (An-Najm: 37).
Dalam ayat di atas sangat gamblang, bahwa yang disembelih sebagai obyek qurban adalah Nabi Ismail. Dalam sistematika ayat tersebut secara berurutan bahwa Allah akan mengaruniakan Nabi Ibrahim anak yang sabar (halim) yakni Ismail dan kemudian anak yang shalih yaitu Ishak.
Adapun syubhat yang menyatakan bahwa yang diqurbankan adalah Ishak ditolak oleh Al-Imam Ibnu Katsir karena bertentangan dengan nash yang ada, sebagaimana dalam Bible, Firman-Nya: ”Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.” (Kejadian 22: 2).
Berkata Al-Imam Ibnu Katsir,
وعندهم أن الله تعالى أمر إبراهيم أن يذبح ابنه وحيده، وفي نسخة: بكْره، فأقحموا هاهنا كذبا وبهتانا “إسحاق”، ولا يجوز هذا لأنه مخالف لنص كتابهم، وإنما أقحموا “إسحاق” لأنه أبوهم، وإسماعيل أبو العرب، فحسدوهم، فزادوا ذلك وحَرّفوا وحيدك، بمعنى الذي ليس عندك غيره، فإن إسماعيل كان ذهب به وبأمه إلى جنب مكة وهذا تأويل وتحريف باطل، فإنه لا يقال: “وحيد” إلا لمن ليس له غيره، وأيضا فإن أول ولد له معزة ما ليس لمن بعده من الأولاد، فالأمر بذبحه أبلغ في الابتلاء والاختبار.
Menurut mereka (Ahli Kitab), Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih anak tunggalnya itu, dan dalam salinan kitab yang lain disebutkan anak pertamanya. Akan tetapi, mereka mengubahnya dan membuat-buat kedustaan dalam keterangan ini, lalu mengganti dengan Ishaq. Padahal hal tersebut bertentangan dengan nas kitab asli mereka. Sesungguhnya mereka menyusupkan penggantian dengan memasukkan Ishaq sebagai ganti Ismail karena bapak moyang mereka adalah Ishaq, sedangkan Ismail adalah bapak moyang bangsa Arab. Orang-orang Ahli Kitab dengki dan iri hati kepada bangsa Arab, karena itu mereka menambah-nambahinya dan menyelewengkan arti anak tunggal dengan pengertian ‘anak yang ada di sisimu,’ karena Ismail telah dibawa pergi oleh Ibrahim bersama ibunya ke Mekah. Takwil seperti ini merupakan takwil yang menyimpang dan batil, karena sesungguhnya pengertian anak tunggal itu adalah anak yang semata wayang bagi Ibrahim (saat itu). Lagi pula anak pertama merupakan anak yang paling disayang lebih dari anak yang lahir sesudahnya, maka perintah untuk menyembelihnya merupakan ujian dan cobaan yang sangat berat.
Bahkan bila ditelaah dalam Bible, seharusnya putra tunggal yang diqurbankan oleh Nabi Ibrahim adalah Ismail, bukan Ishak. Sebagaimana ayat-ayat Bible tentang kelahiran Ismail dan Ishak telah disebutkan di atas. Karena Ismail pernah menjadi anak tunggal satu-satunya.
Dari penjelasan di atas kita bisa menarik kesimpulan, bahwa poligami dan qurban adalah dua ajaran yang disyariatkan serta diamalkan Nabi terdahulu, dalam hal ini adalah nenek moyang para Nabi yaitu Nabi Ibrahim.
Sehingga, jangan sampai kedua syariat itu dibeda-bedakan, misalnya; kaum hawa lebih suka berquban karena bisa menikmati dagingnya yang diolah dengan berbagai cara sesuai selera kulinernya. Lalu membenci poligami, karena rasa cemburu atau tak mau dimadu.
Sebaliknya, kaum adam tak suka dengan syariat qurban karena menambah anggaran pengeluaran rumah tangga, padahal ia mampu melakukannya. Di sisi lain begitu gemar berbicara, bahkan mempraktekkan poligami, meskipun tak memiliki kemampuan ilmu, sikap adil maupun nafkah.
Yang perlu diperhatikan juga, orang yang mampu namun enggan berqurban harus berhati-hati karena dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda,
مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
Barangsiapa yang memiliki kemampuan namun tidak berqurban, makan jangan sekali-kali mendekat ke tempat sholat kami. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Mari berislam secara kaffah, melaksanakan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan seutuhnya. Wallahu a’lam. [AW]