PANJIMAS.COM – Kewajiban setiap Mukmin untuk menahan diri dari meminta-minta kepada orang lain, kecuali bila sangat membutuhkan dan tidak ada jalan lain kecuali itu.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Qabishah bin Mukhariq al-Hilali, ia mengatakan:
تحملتُ حمالةً فأتيت رسول الله صلى الله عليه وسلم أسأله فيها، فقال: أقِمْ حتى تأتينا الصدقة فآمُر لك بها، ثم قال: يا قبيصة إن المسالة لا تحل إلا لأحد ثلاثة: رجُل تحمَّل حمالةً له فحلت المسألة حتى يصيبها ثم يُمسكُ، أو رجلٌ أصابته جائحةٌ اجتاحت ماله فحلَّت له المسألة حتى يُصيب قوامًا من عيشٍ، أو قال سدادًا من عيشٍ ورجلٌ أصابته فاقةٌ حتى يقوم ثلاثة، من ذوي الحِجَا من قومه، يقولون: لقد أصابت فلانًا فاقةٌ فحلت له المسألة حتى يُصيب قوامًا من عيشٍ أو قال: سدادًا من عيشٍ فما سواهن من المسألة يا قبيصة سحت يأكلها صاحبها سُحتًا
“Aku menanggung beban lalu aku datang kepada Nabi untuk meminta sedekah kepadanya. Maka Nabi bersabda; “Tunggulah hingga harta sedekah datang kepada kami lalu kami perintahkan supaya sedekah Itu diberikan kepadamu. Lalu beliau mengatakan, ‘Wahai Qubaishah, meminta-minta itu tidak dihalalkan kecuali karena salah satu dari tiga perkara. Pertama, seseorang yang menanggung beban maka dihalalkan baginya meminta-minta hingga mendapatkannya lalu menahan diri. Kedua, seseorang yang mendapatkan musibah sehingga hartanya ludes, maka dihalalkan baginya meminta-minta hingga mendapatkan kehidupan yang mapan, atau bisa memenuhi kehidupannya. Ketiga, seseorang yang mengalami kefakiran hingga tiga orang dari orang yang memiliki pendapat dari antara kaumnya mengatakan,’Si fulan telah mengalami kemiskinan. Maka, dihalalkan baginya meminta-minta hingga memperoleh kemapanan hidup atau terpenuhi kebutuhan hidupnya. Meminta-minta selain ketiga perkara itu, wahai Qubaishah, adalah keharaman yang dimakan oleh pelakunya sebagai keharaman.” Wallahu a’lam.
Zubair bin al-Awwam menuturkan, Nabi bersabda,
«لأن يأخذ أحدكم حبله فيأتي بحزمة حطب على ظهره فيبيعها يكف الله بها وجهه خيرٌ له من أن يسأل الناس. أعطوه أو منعوه»
“Sungguh salah seorang dari kalian mengambil talinya lalu membawa satu ikat kayu bakar di atas punggungnya kemudian menjualnya, yang dengannya Allah menjaga wajahnya (dari kehinaan), maka itu lebih baik baginya daripada meminta-minta kepada manusia, terkadang mereka memberi atau menolaknya.”
Orang yang berakal adalah yang bekerja sekuat tenaga, tidak cenderung kepada kemalasan, kejenuhan dan menganggur.
Sedekah tidak dihalalkan kecuali untuk lima golongan:[1] Untuk pekerja yang mengurusi sedekah, orang yang membeli sedekah itu dengan hartanya, orang yang memiliki utang, orang yang berperang di jalan Allah, atau orang miskin yang diberi sedekah itu lalu ia menghadiahkannya kepada orang kaya.
Saudaraku, pembaca yang budiman. Pemberian (athiyyah) itu adalah apa yang diberikan oleh seseorang dari hartanya kepada orang lain, baik ia meniatkannya karena Allah, karena ingin disenangi maupun selainnya. Ini lebih umum daripada zakat, sedekah, hibah dan sejenisnya.[2]
Sedekah lebih diprioritaskan untuk kaum kerabat, tetangga dan penuntut ilmu. Sedekah kepada kaum kerabat lebih utama daripada sedekah kepada selainnya apalagi jika terjadi permusuhan.
Dalil yang menunjukkan keutamaan bersedekah kepada kerabat, adalah hadits yang diriwayatkan Salman:
«الصدقة على المسكين صدقة، وعلى ذي الرحم ثنتان: صدقة وصلة»
“Sedekah kepada orang miskin adalah sedekah, dan sedekah kepada kerabat ada dua pahala: pahala sedekah dan silaturahim.”
Juga berdasarkan sabda Nabi kepada Abu Thalhah ,
وإني أرى أن تجعلها في الأقربين فقال أبو طلحة: أفعل يا رسول الله فقسمها أبو طلحة في أقاربه وبني عمه
“Aku berpendapat agar engkau memberikannya kepada kaum kerabat.” Abu Thalhah berkata, “Aku akan melakukannva, wahai Rasulullah.” Lalu Abu Thalhah membagi-bagikannya kepada kaum kerabat dan sanak saudaranya.
Adapun dalil yang menunjukkan atas ditekankannya sedekah ketika terjadi permusuhan, adalah riwayat Ummu Kultsum. Nabi bersabda,
أفضل الصدقة على ذي الرحم الكاشح
“Sebaik-baik sedekah ialah sedekah yang diberikan kepada kerabat yang memusuhinya.”[3]
Hakim bin Hizam menuturkan,
إن رجلاً سأل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الصدقات أيها أفضل؟ قال: على ذي الرحم الكاشح
Seseorang bertanya kepada Nabi tentang sedekah, manakah yang lebih utama? Beliau menjawab, “Sedekah kepada kerabat yang memusuhinya.”
Sedekah kepada tetangga itu lebih utama. Hal ini berdasarkan firman Allah
وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ
“Tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh.” (QS. An-Nisa: 36).
Ibnu Umar dan Aisyah mengatakan, Nabi bersabda:
ما زال جبريل يوصيني بالجار حتى ظننت أنه سيورثه
“Jibril senantiasa berwasiat kepadaku mengenai te- tangga hingga aku menyangka bahwa ia akan menjadi ahli waris.”
Abu Syuraih al-Khuza’i menuturkan, Nabi bersabda:
ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليحسن إلى جاره
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka berbuat baiklah kepada tetangganya.”
Dianjurkan pula untuk memberikan sedekah kepada orang yang sangat membutuhkan. Berdasarkan firman-Nya:
أَوْ مِسْكِينًا ذَا مَتْرَبَةٍ
“Atau kepada orang miskin yang sangat fakir.” (QS. Al-Balad: 16).
Memberikan sedekah kepada ulama bisa lebih utama, karena memberikan sedekah kepadanya mem- bantu perkembangan ilmu dan menyiarkan agama. Itu berarti untuk mengokohkan syariat. Memberikan sedekah kepada orang yang berutang bisa lebih utama. Demikian juga memberikan sedekah kepada orang yang punya keluarga banyak adalah lebih utama daripada kepada orang yang tidak demikian.
Sumber: Kitab Raddul Balaa’ bi ash-shadaqah, Musthafa Syaikh Ibrahim Haqqi
[1] Bulugh al-Maram, edisi baru, Dr. Aidh al-Qarni, hlm. 75-76, cet. II, Maktabah al-Ubaikan, 1427 H/2006 M, Riyadh, Arab Saudi
[2] Shadaqah at-Tathawwu’ fi al-Islam, Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthani, hl. 9, cet I
[3] HR. Ath-Thabrani, dan para perawinya shahíh