Oleh: Abu Shofiyyah
(Panjimas.com) – Lisan adalah salah satu dari tujuh anggota tubuh yang disebutkan dalam kitab Ighatsatul Lahfan karangan Al Imam Ibnul Qoyyim Al Jauziyah ialah sesuatu yang harus dijaga dengan baik. Karena dengannya manusia terjerumus ke dalam Neraka dan dengannya pula manusia dimasukkan ke Surga.
Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞَ ﻟَﻴَﺘَﻜَﻠَّﻢُ ﺑِﺎﻟْﻜَﻠِﻤَﺔِ ﻟَﺎ ﻳَﺮَﻯ ﺑِﻬَﺎ ﺑَﺄْﺳًﺎ ﻳَﻬْﻮِﻱ ﺑِﻬَﺎ ﺳَﺒْﻌِﻴﻦَ ﺧَﺮِﻳﻔًﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ
“Sesungguhnya ada seseorang yang berbicara dengan satu kalimat, ia tidak menganggapnya berbahaya; dengan sebab satu kalimat itu ia terjungkal selama tujuh puluh tahun di dalam neraka.” (HR. At-Tirmidzi)
Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
ﻣَﻦْ ﻳَﻀْﻤَﻦْ ﻟِﻲ ﻣَﺎ ﺑَﻴْﻦَ ﻟَﺤْﻴَﻴْﻪِ ﻭَﻣَﺎ ﺑَﻴْﻦَ ﺭِﺟْﻠَﻴْﻪِ ﺃَﺿْﻤَﻦْ ﻟَﻪُ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ
“Barangsiapa yang menjamin untukku apa yang ada di antara dua rahangnya dan apa yang ada di antara dua kakinya, niscaya aku menjamin surga baginya.” (HR. Al-Bukhori)
Pesan tersebut disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena perhatian dan kecintaan beliau terhadap umatnya.
Perbuatan dosa atau biasa disebut kemaksiatan adalah suatu hal yang perlu dijauhi bagi setiap hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena hal itu bisa melahirkan berbagai penderitaan, menjauhkan manusia dari ketentraman dan kebahagiaan, serta mampu mendatangkan murka Allah Azza wa Jalla.
Allah Subhanahu wa Ta’ala tahu bahwasanya seorang hamba pasti mempunyai dosa, karenanya Dia berfirman:
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ, وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS. Az Zumar: 53-54).
Memohon ampunan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (baca: bertaubat) dengan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan yang sama adalah jalan terbaik bagi sang hamba yang melakukan perbuatan dosa.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَىٰ رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ ۖ نُورُهُمْ يَسْعَىٰ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak mengecewakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengannya; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka berkata, ‘Ya Tuhan kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.'” (QS. At-Tahrim: 8)
Oleh karenanya, ketika seorang hamba telah melakukan perbuatan dosa kemudian dia memohon ampunan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dilarang bagi kita untuk menghina dan menjadikannya bahan pembicaraan atau ghibah. Sebab, tidak menutup kemungkinan bahwasannya kita akan melakukan perbuatan yang sama.
Hal ini berdasarkan perkataan penulis kitab Ighatsatul Lahfan, Al Imam Ibnul Qoyyim Al Jauziyah:
ﻭَﻛُﻞُّ ﻣَﻌْﺼِﻴَﺔٍ ﻋُﻴِّﺮَﺕْ ﺑِﻬَﺎ ﺃَﺧَﺎﻙَ ﻓَﻬِﻲَ ﺇِﻟَﻴْﻚَ ﻳَﺤْﺘَﻤِﻞُ ﺃَﻥْ ﻳُﺮِﻳْﺪَ ﺑِﻪِ ﺃَﻧَّﻬَﺎ ﺻَﺎﺋِﺮَﺓٌ ﺇِﻟَﻴْﻚَ ﻭَﻻَ ﺑُﺪَّ ﺃَﻥْ ﺗَﻌْﻤَﻠَﻬَﺎ
“Setiap maksiat yang dijelek-jelekkan pada saudaramu, maka itu akan kembali padamu. Maksudnya, engkau bisa dipastikan melakukan dosa tersebut.” (Madarijus Salikin 1: 176
Bahkan, menurut Ibnul Qoyyim Al Jauziyah, dosa yang menghina lebih besar daripada orang yang melakukan dosa tersebut.
أَنْ تَعْبِيْرَكَ لِأَخِيْكَ بِذَنْبِهِ أَعْظَمُ إِثْمًا مِنْ ذَنْبِهِ وَ ٱَشَدُّ مِنْ مَعْصِيَتِهِ لِمَا فٍيْهِ مَنْ صُوْلَةُ الطَّاعَةَ وَ تَزْكِيَةَ النَّفْسِ
“Engkau mencela saudaramu yang melakukan dosa, ini lebih besar dosanya daripada dosa yang dilakukan saudaramu dan maksiat yabg lebih besar, karena menghilangkan ketaatan dan merasa dirinya suci.” (Madarijus Salikin 1: 177-178)
Hal senada diungkapkan oleh salah seorang tabi’in (generasi setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam), yaitu Hasan Al Bashri.
كَانُوْا يَقُوْلُوْنَ مَنْ رَّمَى أَخَاهُ بِذَنْبِ قَدْ تَابَ إِلَى اللّٰهِ مِنْهُ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَبْتَلِيْهِ اللّٰهُ بِهِ
“Barangsiapa yang mencela saudaranya karena dosa-dosanya, sedangkan saudaranya itu sudah bertaubat kepada Allah, maka si pencela tidak akan meninggal dunia kecuali dia akan mengalami dosa saudaranya tersebut,” (Ash-Shamt)
Terakhir, penulis ingin menyampaikan pesan dari utusan Allah Azza wa Jalla sekaligus penutup para nabi, yaitu Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Berkata baik terkait dengan 3 hal, seperti tersebut dalam surat An-Nisa: 114, yaitu perintah bershadaqoh, perintah kepada yang ma’ruf atau berkata yang membawa perbaikan pada manusia. Perkataan yang di luar ketiga hal tersebut bukan termasuk kebaikan, namun hanya sesuatu yang mubah atau bahkan suatu kejelekan. (Lihat Ringkasan Syarah Hadits Arba’in, karya Syaikh Sholeh Alu Syaikh).