JAKARTA (Panjimas.com) – Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam kalender Hijriyah. Bulan ini disebut oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Syahrullah (Bulan Allah). Tentunya, bulan ini memilki keutamaan yang sangat besar.
Di bulan Muharram, umat Islam berpuasa ‘Asyura tanggal 10 Muharram sangat ditekankan, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “… Dan puasa di hari ‘Asyura’ saya berharap kepada Allah agar dapat menghapuskan (dosa) setahun yang lalu.”
Ternyata puasa ‘Asyura’ adalah puasa yang telah dikenal oleh orang-orang Quraisy sebelum datangnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka juga berpuasa pada hari tersebut. ‘Aisyah radhiallahu ‘anha berkata:
“Dulu hari ‘Asyura, orang-orang Quraisy mempuasainya di masa Jahiliyah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mempuasainya. Ketika beliau pindah ke Madinah, beliau mempuasainya dan menyuruh orang-orang untuk berpuasa. Ketika diwajibkan puasa Ramadhan, beliau meninggalkan puasa ‘Asyura’. Barang siapa yang ingin, maka silakan berpuasa. Barang siapa yang tidak ingin, maka silakan meninggalkannya.”
Selain berpuasa di hari ‘Asyura disukai untuk berpuasa pada tanggal 9 Muharram, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkeinginan, jika seandainya tahun depan beliau hidup, beliau akan berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Tetapi ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat pada tahun tersebut.
Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwasanya dia berkata, “ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berpuasa di hari ‘Asyura’ dan memerintahkan manusia untuk berpuasa, para sahabat pun berkata, ‘Ya Rasulullah! Sesungguhnya hari ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata, ‘Apabila tahun depan -insya Allah- kita akan berpuasa dengan tanggal 9 (Muharram).’ Belum sempat tahun depan tersebut datang, ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal.”8
Para ulama membuat beberapa tingkatan dalam berpuasa di hari ‘Asyura ini, sebagai berikut:
1.Tingkatan pertama: Berpuasa pada tanggal 9, 10 dan 11 Muharram.
2.Tingkatan kedua: Berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram.
3.Tingkatan ketiga: Berpuasa pada tanggal 10 dan 11 Muharram.
4.Tingkatan keempat: Berpuasa hanya pada tanggal 10 Muharram.
Sebagian ulama mengatakan makruhnya berpuasa hanya pada tanggal 10 Muharram, karena hal tersebut mendekati penyerupaan dengan orang-orang Yahudi. Yang berpendapat demikian di antaranya adalah: Ibnu ‘Abbas, Imam Ahmad dan sebagian madzhab Abi Hanifah.
Allahu a’lam, pendapat yang kuat tidak mengapa berpuasa hanya pada tanggal 10 Muharram, karena seperti itulah yang dilakukan oleh Rasulullah selama beliau hidup.
Sekilas Muharram
Di zaman dahulu sebelum datangnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bulan ini bukanlah dinamakan bulan Al-Muharram, tetapi dinamakan bulan Shafar Al-Awwal, sedangkan bulan Shafar dinamakan Shafar Ats-Tsani. Setelah datangnya Islam kemudian Bulan ini dinamakan Al-Muharram.
Al-Muharram di dalam bahasa Arab artinya adalah waktu yang diharamkan. Untuk apa? Untuk menzalimi diri-diri kita dan berbuat dosa. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu di keempat bulan itu” (QS At-Taubah: 36)
Diriwayatkan dari Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Setahun terdiri dari dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram, tiga berurutan, yaitu: Dzul-Qa’dah, Dzul-Hijjah dan Al-Muharram, serta RajabMudhar yang terletak antara Jumada dan Sya’ban.
Pada ayat di atas Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Janganlah kalian menzalimi diri-diri kalian di dalamnya”, karena berbuat dosa pada bulan-bulan haram ini lebih berbahaya daripada di bulan-bulan lainnya. Qatadah rahimahullah pernah berkata:
“Sesungguhnya berbuat kezaliman pada bulan-bulan haram lebih besar kesalahan dan dosanya daripada berbuat kezaliman di selain bulan-bulan tersebut. Meskipun berbuat zalim pada setiap keadaan bernilai besar, tetapi Allah membesarkan segala urusannya sesuai apa yang dikehendaki-Nya.”
Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: “…Kemudian Allah menjadikannya bulan-bulan haram, membesarkan hal-hal yang diharamkan di dalamnya dan menjadikan perbuatan dosa di dalamnya lebih besar dan menjadikan amalan soleh dan pahala juga lebih besar.” (des/dbs)