PANJIMAS.COM – Capaian puncak puasa Ramadhan adalah taqwa. Taqwa, menaati tatanan Allah subhanahu wa ta’ala dengan wujud melaksanakan segala perintah dan meninggalkan segala laranganNya. Taqwa, sikap cermat dan teliti, penuh kehati-hatian dalam setiap ayunan langkah kehidupan.
“Wahai orang-orang beriman! Diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertaqwa.” (al-Baqarah: 183).
Taqwa tak mungkin bisa dicapai kecuali oleh kaum beriman. Maka puasa Ramadhan hanya disyariatkan bagi mereka saja, bukan bagi orang kafir. Kaum beriman bercirikan memiliki keyakinan terhadap yang ghaib, meyakini bahwa eksistensi bukan hanya milik benda-benda kasat mata. Yang tak kasat mata bukanlah ketiadaan. Mereka ada namun manusia tak mampu menatap dan meraba, hanya dapat merasakan dalam kekhusyukan spiritual.
“Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya. Petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib ….” (al-Baqarah: 2 dan 3).
Bukankah tak ada yang tahu jika kita diam-diam meminum segelas air atau memakan sepotong roti? Tetapi jika kita percaya ada Dzat Yang Maha Ghaib, yang mengawasi tindak tanduk kita, maka berbagai hal yang membatalkan puasa itu tak akan kita lakukan. Oleh sebab itulah, pahala puasa hanya Allah yang tahu berapa besar ganjarannya.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR. Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151).
Karakter kaum beriman bertolak belakang dengan kaum penuhan kebendaan. Para penganut paham-paham kebendaan seperti Materialisme, Pragmatisme, Positifisme, dan Rasionalisme, mengalami kecelakaan fatal akibat menjadikan logika sebagai puncak kebenaran. Hasil pemikiran akal cerdas manusia belum dapat dikatakan murni benar sebelum dilengkapi keberhasilan rohani. Kecakapan akal hanya mampu menyentuh objek dalam dimensi ketiga, benda-benda yang dapat ditangkap panca indera. Baik dan buruk serta salah dan benar menurut pendapat manusia masih bersifat nisbi. Apa yang menurut akal baik atau benar, belum tentu sungguh-sungguh baik atau benar. Demikian pun buruk dan salah. Indikator kesemuanya adalah Wahyu Allah subhanahu wa ta’ala, al-Qur’an al-Karim.
Ramadhan adalah bulan yang dipilih oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk menurunkan permulaan al-Qur’an. Bulan Ramadhan disebut juga syahrul Qur’an atau bulan al-Qur’an. Di sana kaum beriman dianjurkan menekuri al-Qur’an dengan intensitas yang melebihi pada bulan-bulan lainnya.
al-Qur’an mengingatkan kaum beriman akan keghaiban. Maka Ramadhan semestinya menjadi pengingat umat Islam yang sedang tertular paham kebendaan untuk kembali membangun spiritualitas diri, menjadi hamba Allah yang mengenal jatidiri. Kita Mukmin, memalukan bila terperdaya gemerlap dunia yang fana!
Wallahu a’lam. [Ib]