(Panjimas.com) – Di negeri kita banyak sekali pasar tradisional. Walau sebagian masyarakat cenderung beralih ke pasar modern, pasar tradisional tetap bertahan karena keberadaannya masih mendapatkan dukungan. Dukungan terhadap pasar tradisional sangat diperlukan, mengingat di tempat itulah ekonomi kerakyatan dapat bertahan dan bertumbuh kembang. Pedagang kecil dapat bertahan dengan berjualan di pasar tradisional karena tak perlu membayar mahal untuk menyewa tempat. Di sana mereka bisa menjual dagangan dengan harga yang dapat dijangkau masyarakat bawah.
Salah satu ciri khas pasar tradisional adalah harga barang dagangannya boleh ditawar. Tawar-menawar harga menjadi ritual khas di pasar tradisional. Keluwesan pembeli akan teruji di sini, begitu pun penjual. Kegiatan jual beli menjadi sarana pengakraban antara penjual dan pembeli. Dan keakraban akan tumbuh bila dalam melakukan tawar-menawar, pembeli dan penjual memerhatikan adab.
Penulis sendiri sudah lama menjadi pedagang. Penulis sangat mengerti perasaan seorang pedagang yang menghadapi penawaran. Hati senang bila pembeli tidak alot, mau membayar dengan harga yang masih menyisakan cukup banyak keuntungan. Sebaliknya, sakit hati ini bila calon pembeli bersikap tak berperasaan. Saat cuaca sangat terik dan dagangan belum juga laku sedikit pun, padahal kebutuhan hidup sudah mendesak; datang calon pembeli yang menawar dengan harga di bawah modal. Peristiwa seperti itu terasa sangat menyakitkan.
Sebagai Muslim yang baik, tentu saja tak selayaknya kita bersikap demikian. Menawar harus dengan angka yang wajar. Jangan menyesal bila pedagang mendapatkan keuntungan cukup besar atas barang yang kita beli. Sebaliknya jangan malah merasa puas dan menang bila pedagang terpaksa melepas dagangannya dengan keuntungan sangat rendah karena terdesak kebutuhan. Begitu pun sebagai pedagang. Dalam berjualan hendaknya tak hanya berniat semata-mata mencari uang, apalagi mencari keuntungan sebesar-besarnya tanpa peduli kebutuhan dan keadaan konsumen. Menjadi pedagang seyogianya meniatkan kegiatan berjualannya untuk membantu konsumen mendapatkan barang yang dibutuhkan demi memerbaiki taraf hidupnya.
Singkatnya, kegiatan jual beli seharusnya merupakan simbiosis mutualisme, saling menguntungkan kedua belah pihak. Pedagang memperoleh kesejahteraan, pembeli mendapatkan barang yang dibutuhkan juga demi memperoleh kesejahteraan. Terlebih lagi dengan sesama Muslim, terlebih lagi dengan pedagang kecil yang ekonominya pas-pasan. Sebagai pembeli hendaknya kita bersikap welas asih kepada mereka. Bila kegiatan membeli dagangan mereka kita niatkan membantu menyejahterakan kehidupannya, insya Allah menjadi shadaqah yang akan Allah subhanahu wa ta’ala balas dengan pahala berlipat ganda. Sebaliknya, bila menjadi pedagang, memberi kemudahan konsumen memeroleh barang yang dibutuhkan juga menjadi shadaqah yang sangat besar pahalanya.
“Muslim yang terpuji adalah yang memiliki sifat pemberani dan dermawan. Sebaliknya, Muslim yang tercela adalah yang kikir dan pengecut.” (Ibnu Taimiyyah). Wallahu a’lam. [IB]