(PANJIMAS) – “…Maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir” (Qs. Al-A’raf 176).
Tidakkah kita merasa malu dan tersindir sedikit pun, ketika Allah SWT memberikan perumpamaan yang buruk kepada manusia yang memperturutkan hawa nafsunya dan mendustakan ayat-ayat Allah? Ingin tahu, siapakah orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah?
Mereka adalah orang-orang yang menyekutukan Allah dengan membuat tuhan-tuhan tandingan, tidak mengindahi hukum-hukum Allah meski telah jelas apa yang diserukan kepada manusia, termasuk akibat dari melanggar seruan-Nya.
Maka, perhatikanlah balasan berupa azab yang ditimpakan Allah kepada kaum terdahulu, dikarenakan kaum itu fasik. Ingatlah ketika Nabi Nuh as menyerukan kepada kaumnya:
“Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (Kiamat)” (Qs. Al-A’raf 59).
Lalu apa balasan Allah terhadap kaum yang mendustakan Nuh as? Balasannya tak lain adalah menenggelamkan mereka dan menyelamatkan orang-orang yang beriman.
Bukan hanya Nuh as yang bersusah payah menyerukan kepada kaumnya hingga ratusan tahun untuk beriman kepada Allah dan hanya menyembah kepada-Nya. Banyak nabi yang diutus Allah untuk menyerukan hal yang sama.
Sebut saja Nabi Hud as ketika mengingatkan Kaum ‘Aad, Nabi Shaleh as kepada kaum Tsamud, Nabi Luth AS kepada kaum yang berbuat faahisyah (homoseksual), Nabi Syu’aib as kepada penduduk Madyan, Nabi Musa as terhadap Firaun dan Qarun, hingga Nabi Muhammad SAW kepada kaum Quraisy.
Balasan Allah SWT
Ingatlah ketika Kaum ‘Aad yang tidak mengindahkan seruan Nabi Hud as, bahkan malah mencibir dan mengatakan utusan Allah itu kurang akal alias gila. Mereka lupa bahwa Allah pernah menghukum kaum sebelumnya (kaum Nuh). Dikarenakan mereka mendustakan ayat-ayat Allah, maka ditumpaslah kaum ‘Aad hingga luluh-lantak.
Nabi Shaleh as pun kembali ditentang kaumnya yang menyembelih unta betina, bahkan mereka malah menantang utusan Allah itu agar segera menurunkan azab. Maka turunlah azab berupa gempa dengan segera. Dan jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan dimana kaki mereka berpijak.
Nabi Shaleh berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan aku telah memberi nasehat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasehat.” (QS. Al A’raaf:79).
Hal serupa dialami Nabi Luth as, yakni ketika kaumnya mengusir utusan Allah itu yang mengingatkan mereka agar tidak melakukan perbuatan faahisyah, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelumnya. Nabi Luth pun dianggap orang yang berpura-pura mensucikan diri alias sok suci.
Akibat perbuatan fasik yang dilakukan kaumnya, Allah SWT menurunkan kepada mereka hujan (batu). “Maka perhatikan kesudahan orang-orang yang berdosa itu”. (Qs Al-A’raf 84).
Begitu Allah mengingatkan terhadap manusia yang gemar berbuat kerusakan di muka bumi ini. Setelah Luth, giliran Nabi Syu’aib as yang ditentang oleh penduduk Mad-yan. Syu’aib menyerukan kepada kaumnya agar menyembah Allah dan tidak berlaku curang dalam mengurangi takaran atau timbangan.
Nabi Syu’aib juga mengingatkan kaumnya agar jangan duduk di tiap-tiap jalan dengan menakut-nakuti dan menghalang-halangi orang yang beriman dari jalan Allah. Selain tak didengar, Syu’aib dan orang-orang yang beriman pun diusir dari kota tempat mereka tinggal. Allah murka dan membalasnya dengan menurunkan gempa yang amat dahsyat, maka jadilah mereka mayat-mayat yang berserakan di dalam rumah-rumah mereka.
Ujian paling hebat juga menimpa Nabi Musa as yang tak bosan-bosannya mengingatkan Fir’aun yang congkak dan mendustakan ayat-ayat Allah. Sekalipun berbagai mukjizat diberikan kepada Musa untuk meyakinkan Firaun agar segera beriman, mulai dari tongkat yang menjadi ular besar, kemarau panjang dan kekurangan buah-buahan, tapi tetap saja tak membuat Firaun beriman. Musa as malah dituding sebagai ahli sihir.
Ditambah lagi, Allah kirimkan angin taufan, belalang, kutu, katak dan air yang berubah menjadi darah sebagai bukti yang jelas, dan itu semua tidak menyadarkan Firaun, justru kian bertambah kesombongannya. Puncak dari keingkarannya, menyebabkan Allah menghukum Firaun dan pengikutnya dengan menenggelamkan mereka hingga ke dasar laut.
Terlalu banyak kemunkaran yang dilakukan oleh Bani Israil, hingga Allah harus menceritakan kisah ini di dalam Al Qur’an dengan panjang lebarnya dan sejelas-jelasnya. Penjelasan itu tak lain, agar manusia mau mengambil pelajaran dari umat terdahulu yang pernah diazab Allah SWT dikarenakan tidak mau beriman.
“Dan (ingatlah) ketika suatu kaum diantara mereka berkata: Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?” Mereka menjawab: “Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggungjawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa” (Qs. Al-A’raf 164).
Terlalu bodoh untuk tidak mengerti ketika Allah berulangkali menjelaskan balasan atau hukuman bagi orang-orang yang tidak mau beriman, fasik, dan mengabaikan hukum-hukum-Nya. Sampai-sampai Nabi Musa AS berdoa seperti ini: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau. Sungguh Engkau Maha Penyayang diantara para penyayang.”
Inginkah kita dibinasakan Allah SWT untuk kesekian kalinya. Tentu kita tidak mau. Maka, jangan pernah membuat tuhan-tuhan tandingan dengan menyekutukannya. [des]