(Panjimas.com) – Sejumlah kisah di zaman Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam sudah sering kita dapati lewat ceramah maupun bacaan. Banyak di antaranya menampilkan akhlaq mulia Sang Nabi dalam sikapnya terhadap sesama, termasuk terhadap orang kafir.
Salah sebuah kisah yang amat masyhur adalah keberadaan pengemis tua Yahudi di sebuah pasar di Madinah. Mengetahui hal itu, setiap hari Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam mendatangi dan menyuapinya. Ia seorang buta, tak tahu siapa yang menyuapi dirinya.
Setiap kali saat beliau menyuapi, pengemis renta itu selalu menggunjing, mengatakan bahwa Muhammad adalah penjahat yang harus dijauhi. Tapi apa respon Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam? Beliau sabar mendengarkannya hingga tutup usia.
Sepeninggal Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu mencoba melakukan apa yang Rasul lakukan: menyuapi pengemis itu. Pada suapan pertama, si pengemis merasakan ada yang berbeda. Tangan Abu Bakar rupanya tak selembut tangan Rasul.
“Siapa kamu? Kamu bukan orang yang selama ini menyuapiku.”
Abu Bakar ash-Shiddiq mengatakan bahwa orang itu telah meninggal, dan beliau adalah Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam. Si pengemis pun kaget luar biasa. Ia menangis, apa yang disangkakan terhadap Muhammad selama ini ternyata tak seperti kenyataannya. Sangat dalam penyesalan di hatinya. Ia ingin meminta maaf tapi beliau telah tiada.
Akhirnya, pengemis renta itu menyatakan masuk Islam saat itu juga. Keputusan penting itu ia ambil setelah merasakan sendiri keindahan Islam. Islam bukan kekejaman, Islam adalah pengayoman.
Kisah lain adalah ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam masih tinggal di Makkah. Nyaris setiap kali pergi ke Ka’bah, beliau selalu diperlakuan hina oleh seorang Yahudi: diludahi. Tapi meski diperlakukan demikian, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam tidak pernah membalas, beliau hanya diam.
Hingga pada suatu hari, perlakuan hina itu tak diterimanya lagi. Orang yang biasa melakukannya pun tak tampak batang hidungnya. Tapi bukannya senang, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam malah mencari, ke manakah orang itu pergi?
Akhirnya, diterimalah kabar bahwa orang itu sakit. Mendengarnya, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam segera pergi menjenguknya. Dan ternyata beliau adalah orang yang pertama kali menjenguk Si Yahudi. Maka terkejutlah orang itu. Ia begitu takjub dengan akhlaq Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Akhirnya, ia pun menyatakan diri masuk Islam.
Sungguh, akhlaq Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam adalah jalan dakwah yang sangat membumi. Orang, siapa pun ia, akan mudah menerima. Oleh karenanya, sudah seharusnya kita mengambil teladan ini.
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat, dan yang banyak mengingat Allah.” (al-Ahzaab: 21).
Dan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam,
“Tiada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan (amal) seorang Mukmin pada hari kiamat yang melebihi kebaikan akhlaq. Sesungguhnya Allah membenci perkataan keji lagi jorok.” (Hr. Tirmidzi).
Pantaslah, karena akhlaq mulia memang dahsyat manfaatnya. Ia adalah pesona dunia.
Wallahu a’lam. [IB]