(Panjimas.com) – Buku adalah sahabat para ulama dari dulu hingga kini. Bila ingin jadi pintar, hendaknya kita dekat-dekat dengan buku. Buku adalah jendela ilmu, kata sebagian orang. Sejarah jelas menyatakan bahwa memang benar kalau para tokoh besar dunia yang memberi pengaruh besar pada kemajuan peradaban adalah para pembaca dan penulis buku.
Industri buku di negeri kita sudah cukup maju. Di samping penerbit-penerbit besar yang telah memulai debut sejak puluhan tahun silam, kini banyak bermunculan penerbit-penerbit indie (kecil) di berbagai penjuru negeri, bahkan di pelosoknya.
Perpustakaan dan rumah baca tak mau kalah jalan, bermunculan juga di mana-mana walau pada perjalanannya kadang tersendat atau bahkan mati suri. Tak mengapa, fenomena bermunculannya mereka itu sudah cukup menjadi isyarat kebangkitan umat Muslim Indonesia dalam dunia baca.
Bicara soal produksi buku, walau teknologi sudah maju, tetap saja masih terdapat kemungkinan kesalahan. Salah satu bentuk kesalahan itu adalah halaman terbalik. Halaman 78 berada di halaman 120, dan yang 120 di 78, misalnya. Buku seperti itu mengecewakan pembeli. Tapi sebagian penerbit sudah melakukan antisipasi. Sebelum masuk pasar, halaman buku diteliti satu per satu. Bila utuh sempurna, lolos; bila ada cacat (misal terbalik halamannya), disortir dan nantinya dijual obral atau didaur luang.
Bila membeli di lapak buku obralan, kita harus maklum kalau buku yang kita bayar ternyata terbalik-balik halamannya. Beli buku di lapak reguler lebih aman, walau tetap saja ada kemungkinan –kecil– dapat yang terbalik halamannya.
Di sini kita akan mencoba berafakur bersama perihal buku yang terbalik halamannya. Buku yang begitu bisa disebut buku cacat. Tapi apakah Muslim berakhlaq baik boleh marah pada penerbitnya? Boleh saja, tapi marah soal seperti itu tak banyak guna, hanya akan melelahkan jiwa. Lebih baik maafkan saja dan doakan semoga ke depan lebih sukses dalam memproduksi. Toh, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam telah menasihatkan agar kita tak mengobral kemarahan. Terhadap orang yang sengaja menzalimi diri pribadi bukan karena agama, kita diwanti-wanti memaafkannya. Apalagi produsen buku yang tidak sengaja bikin produk tak sempurna, tentu lebih berhak kita maafkan. Karena sejatinya mereka juga tak ingin ada cacat produksi karena berarti membuat perusahaan rugi.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan bahwa suatu hari ada seorang lelaki minta nasihat Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam, “Berilah wasiat kepadaku ya Rasulullah.” Beliau menjawab, “Janganlah engkau marah!” Lelaki tadi mengulang ucapannya beberapa kali dan beliau tetap bersabda sama, “Janganlah engkau marah!” (Hr. Bukhari).
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam sendiri tidak marah kala dizalimi pribadinya. Beliau hanya akan marah bila Islam yang dihina. Ibunda ‘Aisyah radhiayallahu ‘anha menceritakan,
“…. Dan tidaklah beliau disakiti dengan sesuatu, lalu membalas terhadap pelakunya. Kecuali jika ada sesuatu di antara hal-hal yang diharamkan Allah dilanggar, maka beliau akan membalas dengan hukuman hanya karena Allah ‘Azza Wa Jalla.” (Hr. Muslim).
Bila buku yang kita beli ternyata ada yang terbalik halamannya, cobalah meresponnya dengan sudut pandang berbeda. Jangan melulu negatif thinking, cobalah positif thinking. Bukannya pembaca buku adalah orang yang beradab, berakhlaq, dan cerdas? Nah.
Halaman buku yang terbalik-balik adalah kelebihan. Ia melatih kesabaran, kecerdasan, daya ingat, juga ketelitian pembacanya. Buku yang terbalik-balik halamannya menjadi pengingat pembaca bahwa hidup di dunia ini tak mungkin berjalan mulus-mulus saja. Pasti ada lika-liku persoalan yang menerpa. Ia juga seolah berkata, “Untuk menggapai cita-cita, jangan kira prosesnya selalu lancar jaya tanpa rintangan menghadang di depan sana!” Jadi sebenarnya bisa dikatakan bahwa halaman terbalik itu rezeki tersendiri bagi pembaca. Pembaca buku bisa menjadi lebih arif setelah bertemu halaman terbalik.
Namun hikmah yang satu ini jangan lantas dijadikan dalih bagi produsen buku untuk tak berupaya keras meningkatkan kualitas produknya. Kualitas buku haruslah dijaga dan ditingkatkan agar umat makin cinta membaca. Dan di balik kecintaan membaca umat Muslim, pasti terdapat maslahat besar luar biasa.
Wallahu a’lam. [IB]