(Panjimas.com) – Pada edisi lalu telah kita cerna bersama arti penting memertimbangkan memilih produk sandang dengan tinjauan ekologi/lingkungan. Kali ini kita akan mencoba memahami pertimbangan lain jang juga penting, seni budaya.
Bicara seni budaya tak sekadar menyoal hiasan dan keindahan. Ia berkait erat dengan ekonomi, politik, dan pendidikan. Banyak manusia memanfaatkannya demi kepentingan ketiganya. Namun sayang, banyak Muslim bersikap tak acuh padanya. Mereka tak peduli, karena mungkin belum mengerti dan terlalu sibuk dengan urusan mencari materi.
Produsen sandang kebanyakan berorientasi pasar. Simbol atau identitas apa yang sedang naik daun, itulah yang dijadikan ornamen produknya agar laku keras di pasaran. Beberapa waktu lalu penulis membeli topi di lapak kaki lima. Dari sekian puluh pilihan, hanya ada dua model yang polos tanpa embel-embel logo atau tulisan yang merupakan identitas merek produk; nama band; atau lainnya, yang pernah naik daun dan diidolakan banyak orang. Akhirnya penulis mengambil salah satunya.
Memakai sandang yang menampilkan identitas tertentu, tanpa disengaja, si bersangkutan telah ikut serta mengenalkan, memopulerkan, bahkan mengampanyekan, subjeknya. Bila subjek identitas itu milik pihak pengusung kebenaran (Muslim dengan dakwah Islam-nya), tidak masalah, malah semoga menjadi amal shalih kita karena turut men-syi’ar-kannya. Tapi bagaimana bila yang terjadi itu sebaliknya, subjeknya adalah milik penjahat peradaban dengan gerakan perusakannya?
“…. Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan ….” (al-Ma’idah: 2).
Sebagai contoh nyata, sejak beberapa tahun lalu logo sebuah produk minuman energi di Amerika yang sempat naik daun karena menjadi sponsor kompetisi balap internasional, dijadikan ornamen berbagai produk di negeri kita. Mulai pakaian, aksesoris fesyen, aksesoris kendaraan, sampai mainan anak-anak. Karena mayoritas penduduknya Muslim, otomatis konsumen terbanyaknya pun Muslim. Sebenarnya tak semua pemakai mencarinya karena mengidolakannya, tapi karena memang sangat banyak produk yang menampilkan logo tersebut, akhirnya terbeli juga dan banyak pemakainya. Yang sangat kita sesali adalah ketidakpedulian umat terhadap hal semacam ini, ketidakpedulian umat akan pertimbangan memilih produk dalam tinjauan seni budaya.
Padahal, logo tersebut di atas ditengarai menyimpan makna permusuhan terhadap kebenaran. Logo berupa huruf “M” itu didesain menyerupai angka Ibrani: 666, yang merupakan simbol iblis bernama Lucifer yang tak lain adalah sesembahan kaum Zionis. Artinya, dengan laris manisnya produk yang menampilkan logo itu di pasaran, banyak Muslim negeri ini telah turut serta mendukung Zionisme Internasional secara tanpa sadar! Astaghfirullah… Nah, inilah pentingnya memilih produk sandang dengan pertimbangan tinjauan seni budaya.
Menjadi alat kepentingan jahat tanpa sadar hanya gegara salah memilih pakaian adalah musibah besar umat Islam yang tak terasa. Ironis sekali bila umat yang oleh Allah ta’ala dianugerahi strata tertinggi (Qs. 3: 139) ternyata sangat mudah dikelabui. Padahal seharusnya yang dilakukan di dunia ini adalah menegakkan kebenaran dan menghentikan kejahatan (Qs. 3:110).
Masalahnya, selain ketidakpedulian, adalah mental ikut-ikutan. Inilah yang harus mendapatkan terapi penyembuhan yang intensif. Penulis sendiri sudah sejak lama berusaha “menghindar dari kerumunan”. Menjadi diri sendiri lebih terasa ada dan punya ruang berkontribusi dalam kehidupan. Allah ta’ala mengaruniai setiap hambaNya keunikan tersendiri. Bila kita memilih menjadi bayang-bayang pihak lain, memilih ikut ke mana saja angin bertiup, tak punya gairah untuk mengeksplor potensi diri; berarti kita tak mensyukuri nikmatNya. Dan ketidaksyukuran hanya berakibat bencana (Qs. 14:7).
Selama bangsanya masih bermental ikut-ikutan dan tak menjadi diri sendiri, wajar bila kekayaan alam dan budaya negeri kaya raya ini habis diangkut ke luar negeri. Menyedihkan sekali!
Tahun baru ini kiranya baik dijadikan momen berhijrah dari mental follower ke mental trensetter. Kita pun perlu mengapresiasi positif usaha para desainer dan produsen fesyen Muslim yang memroduksi aneka sandang dengan ornamen-ornamen bermuatan syi’ar Islam. Semoga harga yang mereka tawarkan kian bisa bersaing sehingga bisa dijangkau semua kalangan. Wallahu a’lam. [IB]