(PANJIMAS.COM)– Saat Idul Adha dan hari raya qurban tiba, umat Islam disegarkan ingatannya kembali untuk mengenang perjuangan, pengorbanan dan keteladanan Nabi Ibrahim dan Ismail as. Namun, sedikit saja, bahkan nyaris tak mendengar kisah dan peran istri Nabi Ibrahim as yang bernama Sarah. Masih di hari Tasyrik, mari kita mendengar sepotong kisah Sarah, wanita yang mempesona Raja Fir’aun untuk dijadikan selirnya.
Abu Hurairah r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Ibrahim a.s tidak pernah berbohong kecuali tiga kali. Pertama, perkataannya ketika diajak untuk beribadah kepada berhala tuhan mereka dan Ibrahim a.s menjawab, ‘Sesungguhnya aku sakit’. Kedua, perkataannya, ‘Sebenarnya patung besar itulah yang melakukannya’. Ketiga, perkataannya tentang Sarah, ‘Sesungguhnya dia saudariku’.” (HR Bukhari)
Yuk kita simak kisah pertemuan Nabi Ibrahim a.s dan Sarah yang melatarbelakangi Rasulullah mengucapkan sabdanya tersebut. Awalnya Ibrahim as tinggal di negeri Babilonia (sekarang Irak). Cukup lama beliau berdakwah di negeri itu, namun hanya dua orang saja yang beriman, yaitu saudara sepupunya Sarah dan keponakannya Luth, yang kemudian menjadi nabi.
Suatu hari Nabi Ibrahim as dan Nabi Luth as pergi ke negeri Syam. Mereka bertemu dengan paman Nabi Ibrahim. la memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Sarah. Ibrahim a.s pun berkata, “Belum ada wanita cantik yang memiliki kecantikan seperti Hawa hingga saat ini selain Sarah.”
Perkataan Ibrahim a.s tersebut bukan saja melihat kecantikan Sarah secara lahiriah, melainkan juga kesalehan yang tampak pada diri Sarah. Akhirnya, Ibrahim as pun menikahinya dan mereka menjalani kehidupan rumah tangga dengan harmonis.
Nabi Ibrahim as dan Sarah yang pada waktu itu menetap di Babilonia memutuskan untuk hijrah ke Baitul Maqdis dan tinggal di daerah yang bernama Harran, sebuah daerah dekat Syam. Tidak beda dengan penduduk Irak, penduduk di Harran pun menyembah bintang dan juga patung. Di daerah itu, nabi Ibrahim as diutus Allah untuk menghilangkan segala kebatilan dan kemungkaran.
Diganggu Raja Mesir
Ketika itu Baitul Maqdis, sedang dilanda kekeringan dan musim paceklik. Kemudian, Ibrahim as hijrah ke Mesir. Ketika itu, Mesir berada dipimpin seorang raja yang dikenal zalim, suka foya-foya dan gila wanita. Raja itu bernama ‘Amr bin Amru’ Al-Qais bin Mailun. Itulah sebabnya, Ibrahim as mengkhawatirkan keadaan Sarah yang cantik dari kebejatan raja Mesir tersebut.
Kala itu, setiap mendengar ada wanita cantik, sang raja selalu ingin menjadikan selirnya. Jika wanita itu telah memiliki suami, ia akan memaksa suaminya untuk menceraikan istrinya. Jika wanita itu adalah saudara dari seseorang yang dikenalnya, akan ia tinggalkan.
Apa yang dikhawatirkan nabi Ibrahim as itu terbukti. Kedatangan Ibrahim as dan istrinya yang sangat cantik diketahui oleh pengawal kerajaan. Pengawal itu langsung memberitahukan perihal pesona dan kecantikan Sarah kepada rajanya. “Ibrahim datang bersama seorang wanita yang sangat cantik,” lapor sang pengawal.
Seketika, wajah raja Mesir berbinar-binar setelah mendengar laporan pengawalnya tersebut. Hasrat sang raja tiba-tiba menggebu dan menyuruh pengawalnya untuk memanggil mereka berdua. “Pergilah dan bawa wanita tersebut ke mari!” perintah raja kepada pejabat istana.
Ibrahim pun datang menemui raja yang zalim itu. Di hadapan Ibrahim as, raja zalim itu bertanya, “Siapakah wanita yang bersamamu itu?” Ibrahim as menjawab, “Saudariku.” Sambil berbisik kepada istrinya, “Jangan kaukatakan, bahwa kau adalah istriku agar kau selamat. Katakanlah kau adalah saudariku. Demi Allah di bumi ini hanya kita berdua yang mukmin!”
Ketika Sarah melihat raja hendak mendekatinya, ia berdoa, “Ya Allah. Sesungguhnya aku beriman kepada-Mu dan Rasul-Mu serta aku selalu memelihara kehormatanku. Janganlah Engkau biarkan orang itu merusak kesucianku!” pintanya kepada Allah SWT.
Tiba-tiba raja itu merasa tercekik dan menghentak-hentakkan kakinya. Setiap raja itu ingin menyentuh Sarah, tangannya menjadi lumpuh. Sarah terkejut dan kembali berdoa, “Ya Allah. Andaikan raja ini mati, tentu orang-orang akan menuduh bahwa aku yang membunuhnya!”
Setelah berdoa, raja itu kembali sehat seperti biasa. Namun, raja itu tetap berjalan mendekatinya. Sarah kembali berdoa, “Ya Allah. Sesungguhnya aku beriman kepada-Mu dan Rasul-Mu serta aku selalu memelihara kehormatanku. Janganlah Engkau biarkan orang itu merusak kesucianku!”
Kejadian tadi terulang lagi. Raja merasa tercekik dan menghentak-hentakkan kakinya. Sarah berdoa lagi, “Ya Allah. Andaikan raja ini mati, tentu orang-orang akan menuduh bahwa aku yang membunuhnya!”
Raja itu kembali sembuh, tetapi kali ini ia merasa ketakutan. Kemudian ia berkata kepada pengawalnya, “Demi Tuhan, pasti setan yang kau kirim kepadaku. Kembalikanlah ia kepada Ibrahim dan beri dia seorang hamba sahaya!” Hamba sahaya itu adalah Siti Hajar, seorang budak hitam, wanita berakhlak mulia, dan bermental kuat. (desastian)