(Panjimas.com) – Akhlaq adalah hal yang amat diposisi-pentingkan dalam Islam. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam sendiri diutus sebagai Rasul dengan tugas menyempurnakan keindahan akhlaq kaum Mukmin.
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.” (Hr. Bukhari, Baihaqi, dan Hakim).
Keindahan akhlaq Mukmin yang senantiasa dijaga, secara alami/otomatis membuat budaya Islam yang sudah terbentuk sejak berabad-abad lamanya, tetap lestari dalam kehidupan.
Budaya adalah sekumpulan pandangan hidup yang khas yang dimiliki oleh komunitas masyarakat tertentu. Budaya Barat adalah sekumpulan pandangan hidup khas peradaban Barat, seperti sekularisme, materialisme, hedonisme, dan sebagainya. Sedangkan budaya Islam adalah sekumpulan pandangan hidup yang khas yang bersumber dari ajaran Islam, yang mencakup aspek aqidah, syariah, maupun adab. Bila ajaran Islam dilaksanakan secara menyeluruh (kafah) dengan baik dan benar, terbentuklah akhlaq kaum Muslim yang indah yang mewujud sebagai budaya Islam. Bila budaya Islam tumbuh subur dalam kehidupan dunia, wajah Islam yang sesungguhnya –yang penuh keindahan– akan tampak jelas, dan semesta akan menyaksikannya. Sebaliknya, bila kaum Muslim berakhlaq rendah –karena tidak menetapi agamanya dengan baik dan benar, budaya Islam akan kerdil-mengering, dan wajah Islam yang sejati yang sangat indah itu, akan tertutup oleh topeng berraut bopeng.
Apakah kita ingin menutup keindahan Islam dengan topeng bopeng yang membuat banyak manusia salah tafsir? Tentu tidak, bukan? Bila demikian, kita mesti mengindahkan seutuh ajaran Islam sehingga budaya Islam yang indah tiada tara yang terwujud dari akhlaq mulia kaum Muslim itu tetap lestari.
Untuk melestarikan budaya Islam dan menumbuh suburkannya di kancah kehidupan multi-budaya, beberapa hal berikut mesti sungguh-sungguh kita perhatikan.
Pertama, kita harus faham dan yakin bahwa Islam adalah agama yang komprehensif (syumuliyah), yang mengatur semua aspek kehidupan.
Berbeda dengan Barat, agama hanya dianggap sebagai jalan berhubungan dengan Tuhan, tidak mengatur interaksi sosial-ekologis antar makhluk di dunia.
“…. Dan Kami turunkan Kitab (al-Qur’an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (muslim).” (an-Nahl: 89).
Imam ath-Thabari rahimahullah menerangkan, yang dimaksud menjelaskan segala sesuatu dalam ayat ini di antaranya adalah menunjukkan mana-mana yang dihalalkan, diharamkan, diperintahkan, dan dilarang oleh Allah ta’ala.
Islam tidak meluputkan satu hal pun dan sekecil apa pun dari apa pun yang ada dalam kehidupan, karena ia agama yang sempurna.
“…. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu ….” (al-Ma’idah: 3).
Kedua, kita harus meyakini bahwa Islam adalah asas tertinggi dan inti, segala paham harus bersumber padanya.
“Wahai orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antaramu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan RasulNya, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (an-Nisaa’: 59),
“Dan apa pun yang kamu perselisihkan padanya tentang sesuatu, keputusannya (terserah) kepada Allah. (Yang memiliki sifat-sifat demikian) itulah Allah Tuhanku. KepadaNya aku bertawakal dan kepadaNya aku kembali.” (asy-Syuuraa: 10).
Ketiga, mesti kita ketahui dan yakini bahwa Islam adalah standar nilai benar-salahnya segala hal.
“Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, dan pembeda (antara yang benar dan yang batil) ….” (al-Baqarah:185).
Mukmin tak sepantasnya menilai baik buruknya sesuatu berdasar keuntungan pragmatis. Misal saja menganggap bunga (riba) baik-baik saja karena dalam kondisi tertentu dapat membantu orang lain dan menguntungkan kedua belah pihak.
Itulah beberapa di antara prinsip-prinsip penting yang harus ditetapi oleh kaum Muslim. Bila kesemuanya dipegang teguh dan diejawantahkan dalam kehidupan, insya Allah terciptalah akhlaq Muslim yang indah memesona, yang mewujud sebagai budaya Islam yang indah tiada tara, yang menarik perhatian warga dunia. Sebuah keindahan budaya yang sempurna, selain enak dipandang juga berdaya mencipta kehidupan yang tertata, harmonis, penuh bekah. Wallahu a’lam. [IB]