(Panjimas.com) – Bicara soal kebahagiaan, para ilmuwan dunia berbeda-beda dalam mendefinisikan. Tapi secara garis besar, ada dua macam kebahagiaan yang dapat dirasakan manusia di dunia ini. Kebahagiaan semu dan kebahagiaan hakiki.
Kebahagiaan semu diperoleh manusia dengan menikmati hiburan secara berlebihan, bahkan sampai masuk ke dalam kemaksiatan. Ia hanya menjadi penutup masalah dalam waktu sementara, bukan menjadi penyelesainya. Bahkan sebaliknya malah dapat mendatangkan dosa dan bencana.
Sedang kebahagiaan hakiki, ia hanya dapat diraih dengan berbuat kebajikan, baik dengan lisan, tindakan, atau perasaan. Dengan syarat, kebaikan tersebut terlaksana dengan landasan iman, sebagai pancaran akhlaq mulia. Hebatnya, kebahagiaan hakiki secara otomatis juga menjadi jalan pemiliknya dalam meraih kebahagiaan akhirat yang kekal abadi, insya Allah. Dan ia dapat dipetik dari tujuh macam “pohon” sebagai berikut.
1. Hati yang Bersyukur (Qalbun Syakurin)
Bila kita memandang segala sesuatu dengan kesyukuran, hati yang tenteram akan kita dapatkan. Di situlah hadirnya kebahagiaan.
“Maka ingatlah kepadaKu, Aku pun akan ingat padamu. Bersyukurlah kepadaKu dan jangan ingkar kepadaKu.” (al-Baqarah: 152),
“(Yaitu) orang-orang yang beriman, dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (ar-Ra’du: 28).
Baca juga an-Nahl:18, Saba’:13, ar-Rahman: 13, dan Ibrahim: 7.
2. Pasangan Hidup yang Shalih (al-Azwaju Shalihah)
Keluarga yang dibina oleh sepasang suami-istri yang tunduk kepada wahyu Allah swt akan lebih mudah membentuk situasi tenteram nan membahagiakan.
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antaramu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dengan karuniaNya. Dan Allah Mahahalus (pemberianNya), Maha Mengetahui.” (an-Nuur: 32)
Baca juga an-Nuur: 26, al-Furqan: 74, al-Isra’: 32, dan adz-Dzariyat: 49.
3. Anak yang Shalih (al-Auladul Abrar)
Anak shalih adalah investasi yang tak dapat diukur dengan angka. Ia begitu berharga. Doa dan amal baiknya menambah nilai orang tua di mata Allah swt. Menyaksikannya, hati tenteram bahagia.
“Dan Rabbmu telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selainNya, dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah satu atau keduanya sampai pada usia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka jangan sekali-kali mengatakan kepada keduanya ucapan “ah”, dan jangan kamu membentak keduanya, dan ucapkan kepada mereka perkataan yang baik.” (al-Isra’: 23).
Baca juga Luqman: 14, al-Ahqaf: 15, al-Ankabut: 8, dan al-Furqan: 74.
4. Lingkungan yang Kondusif untuk Menjaga Iman (al-Baiatu Shalihah )
Dalam psikologi dikatakan bahwa hal yang memengaruhi bentuk pribadi dan pola pikir manusia adalah teman dan bacaan. Lingkungan yang berdaya konstruktif memudahkan terciptanya tatanan kehidupan yang rapi. Di sanalah kebahagiaan bersemayam.
“Dan siapa menaati Allah dan Rasul(Muhammad saw), mereka akan bersama orang yang diberi nikmat oleh Allah, yakni para nabi, pecinta kebenaran, orang mati syahid, dan orang shalih. Mereka itulah sebaik-baik teman.” (an-Nisa: 69).
Baca juga adz-Dzariyat: 55, an-Naml: 214, dan al-Maidah: 2.
5. Harta yang Halal (al-Malul Halal)
Harta yang halal dan digunakan untuk kebaikan akan membuahkan keberkahan. Bukan jumlah nominal, keberkahanlah yang menjadi memantik kebahagiaan.
“Hai orang-orang beriman, infaqkanlah sebagian hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk untuk dikeluarkan, padahal kamu sendiri tak mau mengambilnya kecuali dengan memicingkan mata (enggan). Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya, Maha Terpuji.” (al-Baqarah: 267).
Baca juga ayat 155 dari surat yang sama.
6. Semangat Memahami Islam (Tafaquh Fi ad-Diin)
Kebahagiaan hakiki hanya ada di dalam Islam. Bila kita memelajari agama ini, maka akan menemukan kebahagiaan di sana.
“(al-Qur’an) ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini.” (al-Jatsiyah: 20).
Baca juga Ali-Imran: 138, al-Maidah: 16, an-Nisa’: 174, dan al-Baqarah: 269.
7. Umur Barakah
Ruang kesempatan yang kosong dari amal shalih menyebabkan kegelisahan, rasa bersalah. Pada saat itu, sebelum melangkah maju, kebahagiaan sirna. Ia tumbuh kembali kala langkah perbaikan mulai diayunkan.
“Dan sungguh, engkau (Muhammad) akan mendapati mereka (orang-orang Yahudi), manusia paling tamak terhadap (dunia), bahkan (lebih tamak) dari orang-orang musyrik, masing-masing mereka ingin diberi umur seribu tahun. Padahal umur panjang itu tidak akan menjauhkan mereka dari azab. Dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (al-Baqarah: 96)
Baca juga, Fathir: 37 dan Yasin: 68.
Itulah tujuh macam “pohon” yang seyogianya “ditanam di kebun” setiap Mukmin, dan setiap hari “dipetik buahnya”. Selamat berjuang, selamat menjalani hidup penuh kebahagiaan! Wallahu a’lam. [dalan]