(Panjimas.com) – Islam jalan hidup penuh keindahan. Ia serasi dengan firtah kemanusiaan, mewadahi apa-apa yang mereka butuhkan. Sebagai makhluk berkebutuhan sosial, manusia perlu saling membantu dengan sesamanya. Di antara wujudnya adalah hutang piutang.
Sebagai tuntunan hidup yang mencipta harmonisasi kehidupan, mencipta kehidupan yang beradab, Islam memberikan adab-adab dalam menlakukan hutang piutang. Demi kemanfaatan, demi tak terjadi hal-hal tak diinginkan, dan tentu demi diperolahnya keberkahan. Paling tidak ada sembilan poin yang seyogianya menjadi acuan.
Pertama, mencatat hutang piutang.
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian melakukan hutang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya.” (al-Baqarah: 282).
Kedua, berniat akan melunasi hutang.
“Siapa saja yang berhutang, sedang ia berniat tidak melunasi hutangnya, maka ia akan bertemu Allah sebagai seorang pencuri.” (Hr. Ibnu Majah).
Ketiga, tidak menunda-nunda membayar hutang.
“Menunda-nunda (pembayaran hutang) bagi orang yang mampu adalah kedzaliman.” (Hr. Bukhari dan Muslim).
Keempat, membayar tak perlu menunggu ditagih.
“Sebaik-baik orang adalah yang paling baik dalam pembayaran hutang.” (Hr. Bukhari dan Abu Dawud).
Kelima, tidak memersulit dan banyak beralasan dalam pembayaran.
“Allah ‘Azza wa jalla akan memasukkan ke dalam surga orang yang mudah ketika membeli, menjual, dan melunasi hutang.” (Hr. Ahmad, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah).
Keenam, tidak meremehkan hutang sekalipun jumlahnya kecil.
“Ruh seorang mukmin itu tergantung kepada hutangnya hingga hutangnya dibayarkan.” (Hr. Ahmad, Tirmidzi, Darimi, dan Ibnu Majah).
Ketujuh, tidak ada kebohongan terhadap pemberi hutang.
“Sesungguhnya, apabila seseorang berhutang, maka bila berbicara ia akan dusta dan bila berjanji ia akan ingkari…” (Hr. Bukhari dan Muslim).
Kedelapan, tidak berjanji bila tidak mampu menepatinya.
“…. Dan penuhilah janji karena janji itu pasti dimintai pertanggungjawaban.” (al-Isra’: 34).
Kesembilan, mendoakan orang yang memberi pinjaman.
“Barangsiapa telah berbuat kebaikan kepadamu, balaslah kebaikannya itu. Jika engkau tidak mendapati apa yang dapat untuk membalas kebaikannya itu, maka berdoalah untuknya hingga engkau menganggap bahwa engkau benar-benar telah membalas kebaikannya..” (Hr. Ahmad dan Abu Dawud).
Indah, bukan? Inilah Islam! Ia tidak menyulitkan sekaligus tidak menghendaki kezaliman. Silakan berhutang bila memang benar-benar diperlukan, dan berilah pinjaman kepada saudara, teman, tetangga, yang membutuhkan. Semua demi kebaikan bersama. Karena Islam diwahyukan guna mencipta kesejahteraan, ketenteraman hidup di dunia. Siapa berusaha menjalani segala tata aturannya, adab-adabnya, baik berhasil atau tidak dalam “menata” dunia, insya Allah di akhirat akan beroleh balasan jannah nan mulia. Wallahu a’lam. [IB]