(Panjimas.com) – Sekarang zaman fitnah, demikian dikatakan para mubaligh dalam ceramah. Apa itu fitnah? Kata ‘fitnah’ di dalam al-Qur’an memiliki beragam makna, bergantung pada konteks kalimatnya. Bisa bermakna bencana, cobaan, musibah, kemusyrikan, kekafiran, dan lain sebagainya.
Fitnah pun beragam macamnya. Ada fitnah dunia, fitnah dajjal, fitnah kubur, serta fitnah akhirat. Di dalam tasyahud akhir setiap shalat, usai membaca shalawat, kita disunahkan membaca doa perlindungan terhadap fitnah.
“… wa min fitnatil mahya wa mamati, wa min fitnati al-Masih ad-Dajjal.” (… dan [kami berlindung kepadaMu] dari fitnah hidup dan mati, dan dari fitnah al-Masih ad-Dajjal.)
Bila seseorang mengatakan bahwa sekarang zaman fitnah, maka yang ia maksud adalah fitnah kehidupan atau fitnah dunia. Dunia fana yang sedang kita singgahi saat ini berisi banyak permainan dan hiasan yang memerdaya. Banyak manusia, baik kafir maupun Mukmin, tertipu olehnya. Itulah fitnah yang bermakna cobaan bagi iman di dada.
Wanita adalah salah satu fitnah dunia. Ia dapat menjadi fitnah bagi kaum pria. Seorang nabi pun pernah Allah swt hadapkan dengan fitnah ini. Beliau Nabi Yusuf as. Atas kekhawatirannya terhadap fitnah wanita, ia mengatakan sebagaimana Allah swt abadikan di dalam al-Qur’an:
“Dan jika Engkau tidak menghindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung (memenuhi keinginan mereka), dan tentu aku termasuk orang-orang yang bodoh.” (Qs.12:33)
Iman Nabi Yusuf as terbukti kokoh, tak runtuh oleh godaan wanita bangsawan nan cantik jelita.
Fitnah dunia yang lain adalah harta. Kita saksikan saat ini, para pejabat dan anggota dewan banyak yang menyalahgunakan kedudukan. Mereka melakukan korupsi. Para pelaku usaha menyuap pejabat demi lulusnya proyek mereka yang sejatinya menzalimi orang lain dan keseimbangan ekosistem. Semua itu demi harta benda yang kita tak tahu hanya sampai kapan dapat dinikmatinya, dan yang pasti, cepat atau lambat akan pergi. Maka betapa bodoh dan ruginya manusia yang tamak akan harta. Rasulullah saw pernah bersabda:
“Dan aku berlindung dari buruknya fitnah kekayaan.” (Hr. Bukhari).
Kebodohan manusia-manusia tamak harta benda tak lepas dari bisikan setan. Merekalah yang meracuni hati dan pikiran manusia sehingga tak lagi sanggup berpikir logis, realistis, dan beradab, berdasarkan keimanan. Allah swt berfirman:
“Dan katakanlah, ‘Ya Rabb-ku, aku berlindung kepadaMu dari bisikan-bisikan setan. Dan aku berlindung kepadaMu dari kedatangan mereka kepadaku.'” (Qs.23:97-98).
Di dalam surah an-Naas, Allah swt mengatakan bahwa setan ada dari golongan jin dan manusia. Siapa yang mengajak kepada tindakan dosa, dialah pemeran setan pada saat itu. Dan, keluarga kita sendiri tak lepas dari kemungkinan ini. Siapa pun, bahkan nabi. Nabi Luth contohnya.
Allah swt sudah memeringatkan bahwa anak dan istri seorang Mukmin bisa menjadi musuh dalam ketaatan terhadap Allah swt. Ini pun fitnah namanya. Anak istri, keluarga, semua dapat menjadi fitnah di dunia. FirmanNya:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Sungguh, hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu); dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Qs.64:14-15).
Sepanjang zaman hal ini terjadi. Pun, terbuktilah dalam kenyataan hari ini. Tuntutan gaya hidup mewah, hedonisme, menjadi pendorong para pejabat melakukan korupsi; para pengusaha melakukan kecurangan dan perusakan alam. Ternyata, di belakang mereka ada anak istri yang menuntut itu dan ini, melulu merasa tak cukup dengan apa-apa yeng telah dimiliki. Tertipunya mereka oleh gemerlap dunia menjadikan kerugian rakyat dan kerusakan lingkungan hidup. Tragis sekali!
Gaya hidup bermegah-megahan tak bisa lepas dan sangat berpotensi menumbuhkan sifat yang sangat Allah swt benci. Kesombongan, kebanggaan akan simbol-simbol duniawi. Kebencian Allah swt terhadap sikap, sifat, dan perilaku ini diabadikannya di dalam al-Qur’an sebagai larangan:
“Dan janganlah berjalan di muka bumi dengan sombong, karena sekali-kali kamu tidak mampu menembus bumi, dan sekali-kali kamu tak akan sampai setinggi gunung!” (Qs. 17:37)
Untuk itu, agar keluarga tak menjadi musuh dalam ketaatan, bahkan sebaliknya menjadi pengingat kala kita lemah iman, menjadi pendorong untuk terus melakukan kebajikan dan memberi arti bagi kehidupan, hendaknya kita selalu memohon kepada Allah swt dengan doa yang diabadikanNya di dalam al-Qur’an:
“Dan orang-orang yang berkata, ‘Rabbana hablana min azwazina wa zuriyatina qurrataa’yun, waj’alna lil muttaqqina imaman,’ (Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan anak keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa.)” (Qs.25:74).
Namun doa saja tak sempurna. Tindakan nyata harus dilakukan dengan keteladanan dan pendidikan yang bijaksana. Allah swt berfirman:
“Serulah manusia ke jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan debatlah dengan cara yang baik…” (Qs.16:125).
Itulah landasan utama dakwah. Ia bisa kita terapkan di dalam keluarga. Pendidikan, pemberadaban keluarga, sangat penting dan utama demi terciptanya keluarga abadi dunia-akhirat, tak hanya bersama di dunia, namun juga di jannahNya. Sebagaimana firmanNya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Qs.66:6)
Allah swt sayang kita. Maka mari sayangi keluarga, jangan sampai mereka menjadi fitnah bagi kita. Semoga kita akan terus bersama selamanya dalam bahagia! Wallahu a’lam. [IB]