PANJIMAS.COM – Ibnul Jauzi atau Abu al-Faraj ibn al-Jauzi (508 H-597 H) adalah seorang ahli fikih, sejarawan, ahli tata bahasa, ahli tafsir, pendakwah, dan syaikh yang merupakan tokoh penting dalam berdirinya kota Baghdad dan pedakwah Ahlus Sunnah yang terkemuka di masanya. Garis keturunan (nasab) keluarganya apabila ditelusuri akan mencapai kepada sahabat nabi Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Sebagai seorang ulama, Ibnul Jauzi telah menulis sekitar 300 buku ilmiah yang mencerahkan bagi umat. Salah satu buku yang sangat terkenal adalah Talbis Iblis. Di dalam buku tersebut, ada satu bab yang mengulas tetang bagaimana perangkap iblis terhadap penguasa. Hal ini sangat penting dibahas, guna mengukur dan mewaspadai para penguasa dari perangkap iblis dalam menjalankan pemerintahannya. Berikut ini kutipan selengkapnya.
Iblis memperdayai para penguasa dari berbagai sisi. Kami sebutkan sebagian di antaranya yang penting-penting:
1) Iblis membisikkan kepada mereka bahwa Allah mencintai mereka. Andaikan Allah tidak mencintai, tentunya Dia tidak akan mengangkat mereka menjadi penguasa dan menjadikan mereka sebagai wakil-Nya di tengah hamba-hamba-Nya. Kalau pun mereka itu benar-benar wakil Allah, mestinya mereka menerapkan hukum-hukum-Nya dan mencari keridhaan-Nya. Pada saat itulah mereka merupakan orang-orang yang dicintai Allah karena taat kepada-Nya.
Tidak jarang kekuasaan dan kerajaan diberikan kepada orang yang justru dibenci-Nya. Dia juga menghamparkan duni kepada orang yang sebenarnya tidak dilihat-Nya, lalu membuatnya berkuasa terhadap orang-orang shalih. Karena berkuasa, para raja itu membunuhi orang-orang yang shalih dan wali-wali Allah, sehingga apa yang dilimpahkan Allah keapda mereka merupakan dosa bagi mereka dan bukan merupakan anugrah bagi mereka. Yang demikian inilah yang termasuk dalam firman Allah,
إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا
“Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka.” (Ali imran: 178)
2) Iblis berkata kepada mereka, “Kekuasaan itu memerlukan pamor.” Karena itu mereka pun bersikap takabur, tidak mau mencari ilmu, duduk bersama para ulama, mengamalkan pendapat para ulama dan agama.
Sebagaimana yang sudah diketahui, tabiat itu mencuri dari orang-orang yang berdekatan. Jika para penguasa yang lebih mementingkan keduniaan ini bergaul dengan orang-orang yang tidak mengetahui syariat, maka tabiat akan mencuri dari orang-orang yang bodoh itu dengan segala sifat yang dimiliki, tidak mau melihat apa pun yang menghalanginya, tidak mau mendengar apa pun yang menghardiknya, dan ini semua merupakan penyebab kehancuran.
3) Iblis membuat para penguasa itu selalu merasa takut terhadap musuh, memerintahkan agar mereka mengokohkan pertahanan, agar apa yang ada di tangan tidak bisa terjarah.
Abu Maryam Al-Asady meriwayatkan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,
مَنْ وَلاَّهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ شَيْئًا مِنْ أَمْرِ الْمُسْلِمِينَ فَاحْتَجَبَ دُونَ حَاجَتِهِمْ وَخَلَّتِهِمْ وَفَقْرِهِمُ احْتَجَبَ اللَّهُ عَنْهُ دُونَ حَاجَتِهِ وَخَلَّتِهِ وَفَقْرِهِ
“Barangsiapa yang diangkat Allah menjadi waliyul-amri dari sebagian urusan orang-orang Muslim, lalu dia tidak memenuhi kebutuhan, keperluan dan kefakiran mereka, maka Allah Azza wa Jalla tidak akan memenuhi kebutuhan, keperluan dan kefakirannya.” (Diriwayatkan Abu Daud, Al-Hakim dan Ath-Thabrany).
4) Mereka mengangkat orang-orang yang tidak mumpuni dari mereka yang tidak mempunyai ilmu dan tidak kuat, lalu dengan mudah dia menguasai mereka untuk menzhalimi manusia, memberi gaji dari hasil yang haram, bersikap keras kepada orang yang seharusnya tidak diperlakukan seperti itu, dan mereka pun mengira akan terbebas dari hukuman Allah, karena mereka hanya sebagai pembantu penguasa. Sama sekali tidak, jika seorang penanggung jawab zakat mengangkat orang-orang fasik untuk membagi-bagikan zakat dan mereka berkhianat, maka penanggung jawab zakat itu juga akan dimintai tanggung jawabnya.
5) Iblis membujuk mereka untuk bertindak menurut pikirannya. Maka mereka memberikan bagian kepada orang yang sebenarnya tidak boleh diberi bagian, membunuh orang yang sebenarnya tidak boleh dibunuh, lalu mereka beranggapan bahwa semua ini utnuk pertimbangan politik. Lebih jauh lagi, mereka beranggapan bahwa syariat Islam masih ada yang kurang, sehingga perlu dilengkapi. Karena itu kita bisa melengkapinya dengan pendapat kita.
Ini merupakan tipu daya yang paling buruk. Sebab syariat merupakan aturan Ilahi. Jelas tak mungkin ada celah dalam aturan Ilahi, yang dimaksudkan untuk mengatur makhluk. Firman Allah,
مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ
“Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab.” (Al-An’am: 38).
وَاللَّهُ يَحْكُمُ لَا مُعَقِّبَ لِحُكْمِهِ وَهُوَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
“Dan, Allah menetapkan hukum (menurut kehendak-Nya), tidak ada yang menolak ketetapan-Nya.” (Ar-Ra’d: 41).
Seorang politikus yang menganggap ada celah di dalam syariat, sama dengan kufur. Ada riwayat yang sampai kepada kami, bahwa ada seorang penguasa yang jatuh hati kepada seorang gadis. Hatinya benar-benar galau memikirkan gadis tersebut. Lalu dia memerintahkan agar menenggelamkan gadis itu, agar hatinya tidak lagi terganggu, lalu dia pun terganggu dalam mengurus negara. Tentu saja ini merupakan tindakan yang gila. Sebab membunuh orang Muslim tanpa ada kejahatan yang dilakukannya adalah tidak boleh. Keyakinannya bahwa tindakannya ini diperbolehkan adalah kufur. Jika dia melihat tindakan ini tidak boleh, namun dia melihatnya dari segi kemaslahatan, maka tidak ada istilah kemaslahatan untuk sesuatu yang bertentangan dengan syariah.
6) Iblis membisikkan kepada mereka untuk menguasai harta, dengan anggapan bahwa semua harta ada dalam kekuasaannya. Ini merupakan talbis Iblis, yang bisa disingkap dengan kebiasaan manusia untuk bersikap ekonomis dalam membelanjakan uangnya sendiri. Lalu bagaimana dengan seorang upahan yang diperintahkan untuk menjaga harta orang lain? Dia boleh mendapat bagian uang menurut kadar pekerjaannya dan tidak mempunyai kekuasaan untuk mempergunakan harta yang dipercayakan kepadanya.
Ibnu Aqil berkata, “Telah diriwayatkan dari Hammad, bahwa dia pernah melantunkan beberapa bait syair di hadapan Al-Walid bin Yazid. Lalu Al-Walid memberinya lima puluh ribu dirham dan dua budak. Dia berkata, “Ini terjadi karena dia menyampaikan pujian terhadap Al-Walid, yang sebenarnya merupakan celaan baginya, sebab dia telah menghambur-hamburkan uang yang diambil dari Baitul-mal milik orang-orang Muslim.”
Kebalikan dari menghambur-hamburkan uang adalah mencegah pemberian harta kepada orang yang berhak menerimanya.
7) Iblis membisikkan kepada mereka untuk melakukan kedurhakaan dan memperdayai mereka bahwa tindakan mereka yang mengamankan keadaan negara bisa mencegah mereka dari hukuman macam apa pun (kebal hukum, red.). Untuk menanggapi hal ini dapat dikatakan, “Kalian diangkat sebagai waliyul-amri agar kalian menjaga stabilitas negara dan mengamankan jalan-jalan. Ini merupakan kewajiban kalian. Kedurhakaan yang kalian lakukan tetap dilarang dan hal ini tidak ada keringanan bagi kalian.”
8) Iblis memperdayai mayoritas di antara mereka, bahwa mereka telah melaksanakan apa yang diwajibkan. Hal ini bisa dilihat bahwa segala permasalahannya sudah berjalan sebagaimana mestinya. Padahal kalau disimak lebih lanjut, di sana masih banyak terdapat celah yang harus dibenahi.
9) Iblis menjadikan mereka memandang bagus tindakan mereka yang mermpas harta, memerintahkan manusia untuk mengeluarkan harta lewat pajak yang mencekik leher, lalu mengangkat orang-orang yang suka berkhianat. Padahal seharusnya seorang penguasa menindak secara nyata siapa pun yang berkhianat.
Kami meriwayatkan dari Umar bin Abdul-Aziz, bahwa ada seorang pemuda yang menulis surat kepadanya, “Sesungguhnya ada beberapa orang yang berkhianat dalam mengurus harta Allah. Aku tidak sanggup lagi meminta kembali apa yang ada di tangan mereka, kecuali dengan cara kekerasan.”
Lalu Umar bin Abdul-Aziz menulis surat balasan, yang isinya, “Andaikata orang-orang itu bertemu Allah dalam keadaan berkhianat, itu lebih kusukai daripada aku menemui mereka, sedang mereka dalam keadaan berlumuran darah.”
10) Iblis menjadikan mereka memandang bagus tindakan mereka yang mengeluarkan uang setelah marah-marah. Menurut pandangan mereka, hal ini dapat menghapus apa yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Iblis berkata, “Shadaqah senilai satu dirham dapat menghapus dosa sepuluh kali arah.” Tentu saja ini sesuatu yang mustahil. Dosa karena marah tetap ada, dan shadaqah satu dirham yang dikeluarkan, karena marah, tidak mendatangkan pahala. Shadaqah itu harus dikeluarkan dari sesuatu yang halal, dan juga tidak dapat mengenyakan dosa marah. Sebab memberi seorang fakir tidak bisa menghapus dosa yang dilakukan terhadap orang lain.
11) Iblis menjadikan mereka memandang bagus kedurhakaan yang dilakukan terus-menerus, dengan cara mengunjungi orang-orang shalih dan meminta doa kepada mereka. Dalam pandangan mereka, hal ini bisa meringankan dosa karena kedurhakaan yang dilakukan. Perlu diketahui, kebaikan semacam ini tidak bisa menghapus kejahatan.
12) Di antara mereka ada yang bertindak demi atasannya, lalu memerintahkannya untuk berbuat zhalim. Maka Iblis memperdayainya dengan berkata, “Dosanya akan ditanggung atasanmu dan bukan ada di pundaku.” Tentu saja ini anggapan yang batil. Sebab dia termasuk orang yang membantu kezhaliman atau kedurhakaan. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melaknat sepuluh orang yang berkaitan dengan khamr, juga melaknat pemakan riba, wakilnya, penulisnya dan saksinya. Yang serupa dengan ini adalah mengumpulkan harta bagi atasannya, padahal dia tahu atasannya akan menghambur-hamburkan uang tersebut dan berkhianat. Yang demikian ini juga disebut membantu kezhaliman. Malik bin Dinar berkata, “Cukuplah seseorang disebut pengkhianat selagi dia melindungi suatu pengkhianatan.”
Sumber: Talbis Iblis, karya Ibnul Jauzi. [Iyan]