PANJIMAS.COM – Apakah yang dimaksud dengan “syarat”? Syarat adalah sesuatu yang harus dipenuhi sebelum menjalankan ibadah dan keberadaannya harus kontinyu (terus menerus) sampai selesainya ibadah tersebut.
Dalam pembahasan syarat puasa, para ulama kita membaginya dalam beberapa rincian, yakni: syarat wajib puasa, syarat wajib penunaian puasa dan syarat sahnya puasa. Berikut penjelasannya:
Syarat Wajib Puasa[1]
Syarat wajibnya puasa yaitu: (1) Islam, (2) berakal, (3) sudah baligh [2], dan (4) mengetahui akan wajibnya puasa.[3]
Syarat Wajibnya Penunaian Puasa[4]
Syarat wajib penunaian puasa, artinya ketika ia mendapati waktu tertentu, maka ia dikenakan kewajiban puasa. Syarat yang dimaksud adalah sebagai berikut:
(1) Sehat, tidak dalam keadaan sakit.
(2) Menetap, tidak dalam keadaan bersafar. Dalil kedua syarat ini adalah firman Allah Ta’ala, artinya: “Dan barangsiapa yang dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain” (Qs Al-Baqarah 185).
Kedua syarat ini termasuk dalam syarat wajib penunaian puasa dan bukan syarat sahnya puasa dan bukan syarat wajibnya qadha’ puasa. Karena syarat wajib penunaian puasa di sini gugur pada orang yang sakit dan orang yang bersafar. Ketika mereka tidak berpuasa saat itu, barulah mereka qadha’ berdasarkan kesepakatan para ulama. Namun jika mereka tetap berpuasa dalam keadaan demikian, puasa mereka tetap sah.
(3) Suci dari haid dan nifas. Dalilnya adalah hadits dari Mu’adzah RA, dia berkata, “Saya bertanya kepada Aisyah seraya berkata, “Mengapa gerangan wanita yang haid mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’ shalat?” Maka Aisyah Radhiyallahu ‘anha menjawab, “Apakah kamu dari golongan Haruriyah?.” Aku menjawab, “Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.” Dia menjawab, “Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat” [5].
Berdasarkan kesepakatan para ulama pula, wanita yang dalam keadaan haid dan nifas tidak wajib puasa dan wajib mengqadha’ puasanya [6].
Syarat Sahnya Puasa
Syarat sahnya puasa ada dua, yaitu [7]:
(1) Dalam keadaan suci dari haid dan nifas. Syarat ini adalah syarat terkena kewajiban puasa dan sekaligus syarat sahnya puasa.
(2) Berniat. Niat merupakan syarat sah puasa karena puasa adalah ibadah sedangkan ibadah tidaklah sah kecuali dengan niat sebagaimana ibadah yang lain. Dalil dari hal ini adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung dari niatnya.[8]”
Niat puasa ini akan dijelaskan lebih rinci pada bab selanjutnya.
Rukun Puasa Ramadhan
Apa pula yang dimaksud dengan “rukun”?
Rukun adalah sesuatu yang harus ada di dalam ibadah karena ia bagian darinya dan tidak harus kontinyu menjalani sesuatu tersebut sampai selesainya suatu ibadah.
Berdasarkan kesepakatan para ulama, rukun puasa adalah menahan diri dari berbagai pembatal puasa mulai dari terbit fajar (fajar shadiq) hingga terbenamnya matahari [9].
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ.
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam” (Qs Al-Baqarah 187) [10].
_____________________