(Panjimas.com) – Mungkin sebagian diantara kita sudah sangat sering membaca kisah-kisah pejuang besar, Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khaththab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thariq bin Ziyad, dan lain-lain. Kini kita sekilas melihat pejuang kecil yang memiliki ruhul jihad yag tinggi, yang sangat menakjubkan para orang tua akan keberanian dan kesungguhannya dalam membela dienul Islam yakni Umair bin Abi Waqqash.
Ketika perang besar mulai yaitu perang badar, perang pertama kaum muslimin jalani setelah mereka hijrah ke Madinah. Dalam perang ini kaum muslimin berniat mencegat rombongan dagang Quraisy yang tengah kembali dari negeri Syam menuju kota Mekkah. Sebelum berangkat berperang, Rasulullah pun memeriksa persiapan pasukannya. Beliau memeriksa apakah diantara pasukannya terdapat orang yang sangat tua atau terlalu muda. Mereka yang sudah terlalu tua atau terlalu muda tidak akan diikutsertakan dalam perang, sebab mereka dianggap tidak efekatif dan terlalu membebani diri.
Ketika melihat Rasulullah sedang melakukan pemeriksaan, Umair bin Abi Waqqash saat itu masih berusia remaja bersembunyi di barisan belakang agar tidak ketahuan oleh Rasulullah. Dia takut tidak diizinkan ikut berperang dan malah disuu pulang ke rumahnya. Melihat hal itu Saad bin Abi Waqqash, saudara tuanya memanggil, “Kenapa engkau berlari-lari begitu, wahai Umair takut Rasulullah “Aku takut Rasulullah melihatku”, jawab Umair. “Kenapa kalau beliau melihatmu?” “Nanti dia akan menganggapku masih kecil, dan menolakku untuk berjihad,” jawab Umair lagi. “Kalau begitu, kalau beliau tidak mengizinkanmu ikut berjihad, pulang sajalah! Saranku. “Tidak”, jawab Umair dengan penuh kesal. “Aku tetap ingin berjihad, siapa tahu aku dapat mati syahid”, sambungnya lagi.
Rasulullah memang seorang pemimpin yang teliti. Beliau melihat Umair yang sedang bersembunyi dan memanggilnya. Rasulullah mengatakan bahwa dia tidak diizinkan ikut berperang saat itu karena masih terlalu kecil. Umair bin Abi Waqqash pun menangis tersedu-sedu. Dia tidak boleh ikut berjuang dan diperitahkan pulang segera. Wajah Umair terlihat sangat sedih karena tidak dapat membela Islam. Sambil terus menangis, Umair tetap meminta kepada Rasulullah agar dia diizinkan ikut. Akhirnya hati Rasulullah luluh juga. Beliau tidak tega melihat ketulusan dan kesungguhan anak itu. Umair pun akhirnya diizinkan untuk berangkat berperang ke medan Badar.
Kemudian Sa’ad bin Abi Waqqash berkata lagi, “Jadi akulah yang membawakan pedangnya, karena tidak kuat membawa pedang itu.”
Kemudian Pasukan Muslimin pun bergerak ke medan perang Badar dengan gagahnya. Mereka awalnya tidak menyadari bahwa musuh yang dihadapi jumlahnya sangat besar dan dilengkapi senjata yang lengkap. Namun Allah berkehendak lain, pasukan muslim yang jumlahnya kecil itu ternyata mampu mengalahkan pasukan musuh yang besarnya berlipat-lipat. Puluhan kaum kafir Quraisy tewas dan tertahan, sisanya pergi melarikan diri. Sementara belasan kaum muslimin gugur menemui kesyahidannya, di mana salah satunya adalah Umair bin Abi Waqqash, sahabat belia yang pemberani.
Lihatlah, betapa beraninya sahabat Rasulullah ini, walau Umair saat itu masih teramat kecil namun semangat jihadnya jauh melebihi ukuran tubuhnya. Seorang yang pemberani, mencintai Allah dan Rasulnya serta memiliki kemuliaan hati, ingin memberi andil dalam penegakan dienul Islam dari musuh-musuhnya.
Semoga dengan kisah ini kita sebagai orang tua dapat meneruskan pencetakan mental yang berkualitas layaknya Umair bin Abi Waqqash. Dan sekiranya anak keturunan kita dapat menjadi dan menauladani sifat mulia tersebut. Aamiin ya Rabbal ‘alamiin. [RN]
Penulis, Miftahul Jannah
Sumber: Qonnash Media Present, Childrean of Heaven, 2013.