PANJIMAS.COM – Hasad (iri/dengki), adalah penyakit hati yang bisa saja terjangkit pada diri seseorang. Oleh sebab itu penting kita ketahui, apa hakikat dari hasad itu.
Menurut bahasa, hasad berasal dari kata ( حَسَدَ يَحْسِدُ وَيَحْسُدُ ). Adapun secara istilah hasad adalah
كراهة النعمة وحب زوالها عن المنعم عليه
“Membenci nikmat dan menginginkan nikmat tersebut hilang.”
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata,
قال النووي رحمه الله : الحسد هو تمني زوال النعمة عن صاحبها ، سواء كانت نعمة دين أو دنيا
Hasad adalah seorang yang berangan-angan hilangnya nikmat dari saudaranya, baik nikmat agama ataupun dunia. (Riyadhussholihin halaman 466).
Penyakit yang berbahaya ini, ternyata bisa menimpa siapa saja, baik orang yang awam maupun orang yang ‘alim. Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyyah berkata:
وَالْمَقْصُوْدُ أَنَّ ” الْحَسَدَ ” مَرَضٌ مِنْ أَمْرَاضِ النَّفْسِ وَهُوَ مَرَضٌ غَالِبٌ فَلاَ يَخْلُصُ مِنْهُ إِلاَّ قَلِيْلٌ مِنَ النَّاسِ وَلِهَذَا يُقَالُ : مَا خَلاَ جَسَدٌ مِنْ حَسَدٍ لَكِنَ اللَّئِيْمَ يُبْدِيْهِ وَالْكَرِيْمَ يُخْفِيْهِ
“Maksudnya yaitu bahwasanya hasad adalah penyakit jiwa, dan ia adalah penyakit yang menguasai, tidak ada yang selamat darinya kecuali hanya segelintir orang. Karenanya dikatakan, “Tidak ada jasad yang selamat dari hasad, akan tetapi orang yang tercela menampakkannya dan orang yang mulia menyembunyikannya.” (Majmuu’ Al-Fataawaa 10/125-126).
Bahkan Ibnul Jauzi mengungkapkan, seorang ulama sekalipun bisa terkena penyakit hasad.
تأملت التحاسد بين العلماء ، فرأيت منشأه من حب الدنيا ، فإن علماء الآخرة يتوادون ولا يتحاسدون
“Saya memperhatikan gejolak hasad diantara para Ulama’, kemudian saya melihat bahwa sebab utamanya adalah cinta kepada dunia. Adapun Ulama’ akhirat mereka saling berkasih sayang dan tidak saling hasad.”
Jika seorang ulama saja bisa terjangkiti penyakit hasad, apalagi hanya seorang aktivis Islam, yang masih thalabul ilmi.
Tanda-Tanda Orang Yang Hasad:
- Mengungkit dan mengumumkan kekeliruan saudara/saingannya.
- Merasa puas kalau saingannya dicela orang.
- Merasa puas kalau saingannya tidak hadir.
- Merasa dan sesak dadanya apabila saingannya dipuji orang.
- Berusaha menyalahkan saudaranya walaupun saudaranya/ saingannya benar, dll
Akibat Hasad
- Menyebabkan ketidaktenangan dan kerisauan yang tidak putus-putus kerena akan selalu memikirkan bagaimana agar kebaikan itu hilang dari orang lain
- Menghancurkan persatuan, kesatuan dan persaudaraan, karena biasanya orang yang hasud akan mengadu domba dan suka memfitnah.
- Mendapat kehinaan dan ketercelaan baik di dunia maupun di akhirat. Apalagi bila orang menyadari perbuatan hasudnya, maka orang lain akan memandang rendah dan menjauhinya.
- Akan menghancurkan kebaikan padanya
Oleh sebab itu, sudah selayaknya kita berhati-hati dengan hasad, karena itu merupakan salah satu sifat keji orang Yahudi. Allah Ta’ala berfirman:
وَدَّ كَثِيرٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُم مِّن بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّاراً حَسَداً مِّنْ عِندِ أَنفُسِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ فَاعْفُواْ وَاصْفَحُواْ حَتَّى يَأْتِيَ اللّهُ بِأَمْرِهِ إِنَّ اللّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma’afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al Baqarah: 109).
Betapa bahayanya penyakit hasad ini, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menegaskan agar menghindarinya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُول اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ اَلْحَسَدَ يَأْكُلُ اَلْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ اَلنَّارُ اَلْحَطَبَ ) أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Jauhilah sifat hasad karena hasad itu memakan (pahala) kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.” (H.R. Abu Dawud).
Namun demikian, ada hasad yang positif, yang diperbolehkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, yaitu hasad dalam rangka amal shalih.
لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ ، فَهْوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
“Tidak boleh hasad (ghibtoh) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al Qur’an dan As Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari no. 73 dan Muslim no. 816). [AW/dbs]