(Panjimas.com) – Khutbah Pertama:
إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ …
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah pembaca setia media Islam online Panjimas.com
Sebentar lagi kita sebagai umat Islam akan bertemu kembali –insya Allah- dengan bulan suci Ramadhan, bulan yang mulia dan penuh keberkahan. Tentu semangat dan kecintaan kita perlu disegarkan kembali dengan membaca hadits-hadits tentang keutamaan bulan tersebut.
Hal ini perlu diingatkan kembali agar kita semakin berharap segera bertemu, semakin cinta, dan semakin sadar akan agungnya bulan Ramadhan. Saat Ramadhan tiba, hati kita pun telah memiliki bekal dan persiapan untuk mengisinya dengan banyak amalan taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Terdapat sebuah hadits yang mulia dari Nabi Muhammad ﷺ tentang keutamaan bulan Ramadhan.
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَقُوْلُ: قَالَ رَسُوْلُ الله ِصَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :((قَالَ الله ُعَزَّ وَجَلَّ : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ، فَإِنَّهُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِيْ بِهِ ,وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ، وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ، وَلَا يَصْخَبْ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ. وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَخُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ. لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا: إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ، وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ صَوْمِهِ))مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ، وَهَذََا لَفْظُ رِوَايَةِ الْبُخَارِيِّ. وَفِيْ رِوَايَةٍ لَهُ: يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أجْلِيْ، اَلصِّيَامُ لِيْ وَأنَا أجْزِيْ بِهِ، وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أمْثَالِهَا وَ فِيْ رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ، اَلْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ. قَالَ اللهُ تَعَالَى : (إِلاَّ الصَّوْمَ فَإنَّهُ لِيْ وَأنَا أجْزِيْ بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أجْلِي). لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ : فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ . وَلَخُلُوْفُ فِيْهِ أطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ المِسْكِ.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Semua amal perbuatan anak Adam untuk dirinya kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku-lah yang akan membalasnya’. Puasa adalah perisai. Apabila seseorang di antara kamu berpuasa, janganlah berkata kotor atau keji (cabul) dan berteriak-teriak. Apabila ada orang yang mencaci makinya atau mengajak bertengkar, katakanlah, ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa.’ Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah daripada aroma minyak kesturi. Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, yaitu kegembiraan ketika berbuka puasa dan kegembiraan ketika bertemu dengan Rabb-nya’.” (Muttafaqun ‘Alaihi, dan ini lafazh Al-Bukhari).
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Betapa agungnya hadits ini karena didalamnya disebutkan amalan secara umum, kemudian disebutkan puasa secara khusus, keutamaannya, kekhususannya, pahala yang akan diperoleh dengan segera maupun yang akan datang, penjelasan hikmahnya, tujuannya, dan segala yang harus diperhatikan seperti adab-adab yang mulia. Dan masya Allah, semua hal tersebut tercakup dalam hadits ini.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan pokok yang menyeluruh, bahwa semua amal shalih akan dilipatgandakan (amal shalih tersebut) sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat, bahkan hingga berkali-kali lipat lebih dari itu pada saat bulan Ramadhan.
Ini menunjukkan keagungan dan luasnya rahmat Allah dan kebaikan-Nya kepada para hamba-Nya yang beriman. Hal ini karena Allah akan membalas satu perbuatan buruk dan menyelisihi syari’at, dengan satu balasan. Namun hal itu berbeda jika kita melakukan kebaikan dan amal shalih.
Adapun balasan kebajikan, maka pelipatgandaan minimal sepuluh kali, dan bisa lebih dari itu dengan sebab-sebab lain. Di antaranya yaitu kuatnya iman seorang hamba dan kesempurnaan ikhlasnya. Jika iman dan ikhlas semakin bertambah kuat, maka pahala amal shalih pun akan berlipat ganda.
Di antaranya yaitu amalan yang memiliki porsi besar, seperti berinfak dalam rangka jihad (berperang) di jalan Allah dan menuntut ilmu syar’i, serta berinfak untuk proyek-proyek agama Islam seperti membangun sekolah, masjid dan mengurusi serta mencukupi kebutuhan anak dan istri para mujahid yang sedang berjihad.
Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kisah orang yang tertahan dalam gua. Dan kisah pezina yang memberi minum seekor anjing lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuninya. Dan juga seperti suatu amalan yang dapat menumbuhkan amalan lain dan diikuti oleh orang lain. Dan juga seperti menolak bahaya-bahaya yang besar atau menghasilkan kebaikan-kebaikan yang besar. Dan juga seperti amalan-amalan yang berlipat ganda karena keutamaan waktu dan tempat, serta keutamaan seorang hamba di sisi Allah. Semua pelipatgandaan ini mencakup semua amalan shalih.
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengecualikan puasa dan menyandarkannya kepada-Nya. Allah yang akan membalasnya dengan keutamaan dan kemuliaan-Nya, dengan tidak melipatgandakannya seperti amalan yang lain. Ini adalah suatu hal yang tidak dapat diungkapkan, bahkan Allah membalasnya dengan sesuatu yang tidak dapat dilihat oleh mata, tidak didengar oleh telinga, dan tidak terlintas dalam benak manusia.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Hikmah dari pengkhususan tersebut yaitu bahwa orang yang berpuasa ketika dia meninggalkan hal-hal yang dicintai oleh hawa nafsunya karena Allah, maka itu artinya ia telah mendahulukan kecintaannya kepada Allah dari segala kecintaan jiwanya, ia lebih mengharap ridha-Nya dan ganjaran-Nya daripada meraih keinginan hawa nafsu. Oleh karena itu, Allah mengkhususkan puasa untuk diri-Nya dan menjadikan pahala orang yang berpuasa di sisi-Nya.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Coba Anda renungkan, bagaimana dengan ganjaran dan balasan yang diberikan oleh Allah ‘Azza wa Jalla, Yang Mahapengasih, Mahapenyayang, Mahadermawan, Mahapemberi, yang pemberian-Nya menyeluruh kepada semua makhluk yang ada, lalu Allah mengkhususkan untuk para wali-Nya bagian yang banyak dan sempurna, dan Allah mentakdirkan buat mereka sarana yang dengannya mereka bisa meraih apa-apa yang ada di sisi Allah berupa perkara-perkara yang tidak pernah terlintas dalam benak dan dalam khayalan?! Bagaimana dengan apa yang akan Allah ‘Azza wa Jalla lakukan kepada mereka, orang-orang yang berpuasa dengan ikhlas?! Itulah karunia yang Allah berikan kepada siapa yang dikehendaki
Hadits ini juga menunjukkan bahwa puasa yang sempurna yaitu jika seorang hamba meninggalkan dua perkara:
- Pertama: Pembata-pembatal puasa seperti makan, minum, jima’ (bersetubuh) dan lainnya.
- Kedua: Hal-hal yang mengurangi (kesempurnaan) amalan, seperti berkata kotor, jorok, cabul dan berteriak-teriak, mengerjakan perbuatan haram dan pembicaraan haram. Jauhkanlah semua maksiat, pertengkaran, dan perdebatan yang menyebabkan dendam. Karena itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya, “Janganlah berkata kotor atau keji (cabul)”.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, yang artinya, “Janganlah berteriak-teriak!”, yaitu perkataan yang menyebabkan fitnah dan permusuhan. Sebagaimana Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang lain:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لِلهِ حَاجَةٌ فِيْ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengerjakannya, maka Allah tidak butuh kepada (puasanya) yang hanya meninggalkan makan dan minumnya”. (HR. Bukhari)
Barangsiapa menerapkan dua perkara tersebut di atas maka sempurnalah pahala puasanya. Siapa yang tidak menerapkannya, maka janganlah ia mencela kecuali dirinya.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjuki orang yang berpuasa bahwa apabila ada yang mengajak untuk bertengkar dan mencelanya, hendaklah ia mengatakan:
إِنِّي صَائِمٌ
“Sesungguhnya aku sedang berpuasa”.
Faidahnya yaitu bahwa seakan-akan ia berkata, “Ketahuilah bahwa aku bukannya tidak bisa membalas apa yang engkau katakan, tapi sesungguhnya aku sedang berpuasa. Aku menghormati puasaku dan menjaga kesempurnaannya, serta perintah Allah dan Rasul-Nya. Dan ketahuilah bahwa puasa mengajakku untuk tidak membalas semua itu dan memerintahkanku untuk bersabar. Maka apa yang aku lakukan ini lebih baik dan lebih mulia dari apa yang engkau perbuat kepadaku, wahai orang yang mengajak bertengkar!”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ
“Puasa adalah perisai.” Yaitu penjaga yang menjaga seorang hamba dari dosa-dosa di dunia, membiasakannya untuk mengerjakan kebajikan, dan menjaga dari siksa neraka.
Ini adalah hikmah syariat yang paling agung dari faidah puasa, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. (QS. Al-Baqarah 2 : 183)
Jadi, puasa menjadi perisai dan sebab untuk mendapat ketakwaan. Karena puasa mencegah dari perbuatan haram dan apa-apa yang dilarang serta memerintahkan untuk memperbanyak amal ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ : فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ
“Orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan, yaitu kegembiraan ketika berbuka puasa dan kegembiraan ketika bertemu dengan Rabb-nya”.
Kedua ganjaran ini, ganjaran pertama, segera didapat dan ganjaran kedua, ganjaran yang didapatkan di akhirat. Yang langsung didapat yaitu ketika orang yang berpuasa itu berbuka, ia gembira karena nikmat Allah yang diberikan kepadanya sehingga bisa menyempurnakan ibadah puasanya.
Sedangkan ganjaran yang akan datang yaitu kegembiraannya ketika bertemu Rabb-nya dengan keridhaan-Nya dan kemuliaan-Nya. Kegembiraan yang didapat langsung di dunia ini adalah contoh dari kegembiraan yang akan datang, dan Allah akan mengumpulkan keduanya bagi orang yang berpuasa.
Dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini juga menunjukkan bahwa orang yang berpuasa jika sudah mendekati waktu berbuka, maka ia mendapat kegembiraan. Itu merupakan balasan dari apa yang telah ia lalui pada siang hari berupa kesulitan menahan nafsu. Ini untuk menumbuhkan semangat dan berlomba dalam berbuat kebaikan.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Kemudian Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ
“Sungguh, bau mulut orang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah daripada aroma minyak kesturi”.
Al-Khuluf yaitu pengaruh bau dalam mulut ketika kosong dari makanan dan naiknya uap. Walaupun ini tidak disukai oleh orang, tapi janganlah engkau bersedih, wahai orang yang berpuasa! Karena sesungguhnya ia lebih wangi di sisi Allah daripada minyak kesturi dan berpengaruh pada ibadah dan pendekatan diri kepada-Nya.
Dan semua yang meninggalkan pengaruh dalam ibadah berupa kesulitan dan ketidaksukaan, maka itu dicintai oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Dan kecintaan Allah bagi orang Mukmin itu sudah pasti akan lebih didahulukan dari segala sesuatu.
Mudah-mudahan Allah menganugerahkan kita usia yang sampai kepada bulan suci Ramadhan yang penuh mulia dan berkah. Kemudian kita juga memohon kepada Allah agar memberikan kita taufik supaya bisa mengisi bulan Ramadhan dengan sebaik-baik amalan. Aamiin Yaa Robbal ‘Alamin… [GA/KHJ]
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ الكَرِيْمِ، وَنَفَعْنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، أَقُوْلُ هَذَا القَوْلَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ
Khutbah Kedua: