PANJIMAS.COM – Betapa pedihnya penderitaan seorang bujang, malamnya hening tak berteman, siangnya hampa tanpa pesona.
Bila berjalan, ia seorang diri, bila duduk tak ada yang menemani, bila sedih sepi dari yang menghibur diri, bila senang keceriaannya tak sempurna.
Bila sudah demikian, melamun dan berkhayal sama sekali bukan solusi, yang ada malah bisa menjerumuskan diri.
Tak perlu frustasi, apalagi sampai gantung diri. Jodoh memang di tangan Ilahi Robbi, tapi tentu saja perlu usaha keras bila anda adalah lelaki sejati.
Di sisi lain, jangan sampai dorongan cinta yang bergejolak, membuat hati rusak dan menjauh dari Sang Khalik.
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata,
هَذَا مَرَضٌ مِنْ أَمْرَاضِ الْقَلْبِ مُخَالِفٌ لِسَائِرِ الْأَمْرَاضِ فِي ذَاتِهِ وَأَسْبَابِهِ وَعِلَاجِهِ وَإِذَا تَمَكّنَ وَاسْتَحْكَمَ عَزّ عَلَى الْأَطِبّاء دَوَاؤُهُ وَأَعْيَا الْعَلِيلَ دَاؤُهُ
“Gejolak cinta merupakan jenis penyakit hati yang memerlukan penanganan khusus. Disebabkan perbedaan dengan jenis penyakit lain, baik dari segi bentuk, penyebab maupun terapinya. Jika telah menggerogoti kesucian hati manusia dan mengakar dalam hati, sulit bagi para dokter mencarikan obat penawarnya dan penderita sulit disembuhkan.” [Zadul Ma’ad Fi Hadyi Khairi Ibad, 4/265-274]
Oleh sebab itu, solusi yang paling jitu sebagai penawar “cinta” dan menyempurnakan agama, tak lain hanyalah menikah.
لم ير للمتحا بين مثل النكاح
“Tidak diketahui (yang lebih bermanfaat) bagi dua orang yang saling mencinta semisal pernikahan” [HR. Ibnu Majah no. 1847, As- silsilah As-shahihah no. 624]
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullahu berkata,
وقد اتفق رأي العقلاء من الأطباء وغيرهم في مواضع الأدوية أن شفاء هذا الداء في التقاء الروحين والتصاق البدنين
“Sungguh para dokter dan yang lainnya bersepakat dalam pandangan orang-orang yang berakal mengenai pengobatan, bahwa obat dari penyakit ini [mabuk cinta] adalah bertemunya dua ruh dan menempelnya dua badan [yaitu menikah]”. [Raudhatul Muhibbin hal. 212].
Hentikan keluh kesah; “saya tak tampan, saya juga bukan jutawan,” andai pun demikian, ketahuilah ada yang lebih berharga dari itu, yaitu iman.
Percayalah, bahwa Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, jika kalian miskin Allah akan berikan kemampuan.
Allah Ta’ala berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS. Ar-Rum: 21)
إِن يَكُونُوا فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nuur: 32).
Yang belum memiliki kemampuan, jangan pacaran! Godaaan syaitan, bisa menjerumuskan pada perzinahan.
Hindari maksiat, jangan terlena kenikmatan sesaat, karena kerugian dunia dan akhirat bakal didapat.
Memang, masa puber tak terkendali banyak menjangkiti para remaja. Dari mulai kisah cinta SMA berlanjut hingga di bangku mahasiswa.
Namun, bagi pemuda shalih, ia tak akan banyak berdalih, sebab ia selalu ingat pesan Rasulullah untuk selalu berpuasa sunnah,
مَنِ اسْتَطَاعَ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
Artinya: “Barangsiapa di antara kamu yang mempunyai kemampuan hendaklah segera menikah, karena nikah itu lebih menundukkan mata dan lebih menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu hendaknya berpuasa karena puasa itu dapat membentenginya”. (HR. Al Bukhari no. 1905).
Bagi yang telah siap menikah bersabarlah, lewati tahap demi tahap sesuai panduan syariah. Singkat, hanya perlu tiga tahap ta’aruf, khitbah hingga ‘aqdun nikah.
Bersiaplah mengarungi bahtera rumah tangga, semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. [AW]