PANJIMAS.COM – Akhir-akhir ini begitu marak aksi begal yang mengancam kemanan di tengah masyarakat. Akibat dari ‘teror’ begal, masyarakat -khususnya di Jabodetabek- menjadi ketakutan, apalagi mereka yang bekerja dan pulang larut malam.
Begal yang merajalela seolah tak juga kapok menjalankan aksinya. Salah satu faktornya adalah hukum di negeri ini tak membuat efek jera bagi pelaku begal. Mereka yang terbukti bersalah melakukan aksi begal dikenakan pasal 365 KUHP tentang pencurian.
Padahal, Syariat Islam sudah sejak 14 abad yang lalu mengatur hukum hudud, salah satunya adalah begal yang termasuk bagian dari hirabah.
Menurut istilah, hirabah disebut juga qath’uth thariq (mencegat di jalan, membegal dan merampok), aksi yang mencul secara terang-terangan untuk merampas harta, membunuh atau menakut-nakuti yang dilakukan secara terang-terangan dan penuh kesombongan, karena mengandalkan kekuatan diri di samping mangsa jauh dari pihak lain yang mengkin dapat membantunya.
Hukum Begal/Perampok
Begal atau perampok (hirabah) termasuk perbuatan dosa besar dan termasuk kejahatan yang dikenai hukuman tertentu menurut kesepakatan para ahli fiqih. Al-Qur’an menyebut para pelakunya sebagai orang-orang yang memerangi Allah dan RasulNya serta membuat kerusakan di muka bumi.
Al-Qur’an telah menetapkan sanksi yang sangat berat untuk kejahatan ini, Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الْآَخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (QS. Al Maidah: 33).
Selain itu, ada juga hadits yang mengisahkan tentang praktik hukuman bagi pelaku hirabah sebagaimana kisah berikut ini.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ فَاجْتَوَوْا الْمَدِينَةَ فَأَمَرَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِلِقَاحٍ وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا فَانْطَلَقُوا فَلَمَّا صَحُّوا قَتَلُوا رَاعِيَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاسْتَاقُوا النَّعَمَ فَجَاءَ الْخَبَرُ فِي أَوَّلِ النَّهَارِ فَبَعَثَ فِي آثَارِهِمْ فَلَمَّا ارْتَفَعَ النَّهَارُ جِيءَ بِهِمْ فَأَمَرَ فَقَطَعَ أَيْدِيَهُمْ وَأَرْجُلَهُمْ وَسُمِرَتْ أَعْيُنُهُمْ وَأُلْقُوا فِي الْحَرَّةِ يَسْتَسْقُونَ فَلَا يُسْقَوْنَ
Dari Anas bin Malik berkata, “Beberapa orang dari ‘Ukl atau ‘Urainah datang ke Madinah, namun mereka tidak tahan dengan iklim Madinah hingga mereka pun sakit. Beliau lalu memerintahkan mereka untuk mendatangi unta dan meminum air kencing dan susunya. Maka mereka pun berangkat menuju kandang unta (zakat), ketika telah sembuh, mereka membunuh pengembala unta Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan membawa unta-untanya. Kemudian berita itu pun sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelang siang. Maka beliau mengutus rombongan untuk mengikuti jejak mereka, ketika matahari telah tinggi, utusan beliau datang dengan membawa mereka. Beliau lalu memerintahkan agar mereka dihukum, maka tangan dan kaki mereka dipotong, mata mereka dicongkel, lalu mereka dibuang ke pada pasir yang panas. Mereka minta minum namun tidak diberi.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sementara itu, Al-Imam Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat di atas terkait hukuman pelaku hirabah, mengutip pendapat dari Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhu-
عن ابن عباس في قطاع الطريق: إذا قَتَلوا وأخذوا المال قُتلوا وصلبوا، وإذا قَتَلوا ولم يأخذوا المال قُتلوا ولم يصلبوا، وإذا أخذوا المال ولم يقتلوا قُطعت أيديهم وأرجلهم من خلاف، وإذا أخافوا السبيل ولم يأخذوا مالا نفوا من الأرض.
Dari Ibnu Abbas tentang pembegal: 1) Jika mereka membunuh dan mengambil barang-barang berharga, mereka harus dibunuh dan disalib. 2) Jika mereka membunuh tanpa mengambil barang-barang berharga sang pemilik maka hanya dibunuh saja tanpa disalib. 3) Jika mereka mengambil barang-barang berharga saja dan tidak membunuh korbannya, tidak harus dibunuh tapi cukup hanya dipotong tangan dan kaki mereka saja secara bersilang. 4) Jika mereka menakut-nakuti orang yang lewat di jalanan, tanpa mengambil barang-barang berharga, maka mereka harus diusir dari kampung tempat tinggalnya.
Sayangnya, hukuman terperinci seperti di atas, tak bisa kita saksikan di negeri ini karena pemerintah tidak mau mengamalkan hukum Islam yang sangat mulia dan komprehensif.
Namun, kita masih bisa menyaksikan contoh pemberlakuan hukum hudud di atas di wilayah yang dinaungi oleh Daulah Islamiyah.
Menghadapi Begal
Meski mayoritas Muslim, negara Indonesia tak menerapkan hukum Syariat Islam. Sehingga, hukum-hukum hudud yang telah mengatur tindak pidana seperti begal yang termasuk dalam bab hirobah tak bisa diterapkan.
Padahal, jika hukuman tersebut diterapkan akan menjaga keamanan dan keselamatan masyarakat luas. Ketimbang hukum warisan penjajah (KUHP) yang sepertinya tidak menimbulkan efek jera pelaku begal.
Menghadapi begal yang kini masih gencar melakukan aksinya, Syariat Islam pun telah mengajarkan bagaimana menyikapinya.
Pertama, secara individu, kita disyariatkan untuk melawan begal yang berusaha merampok, sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu,
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ جَاءَ رَجُلٌ يُرِيدُ أَخْذَ مَالِى قَالَ « فَلاَ تُعْطِهِ مَالَكَ ». قَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ قَاتَلَنِى قَالَ « قَاتِلْهُ ». قَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ قَتَلَنِى قَالَ « فَأَنْتَ شَهِيدٌ ». قَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ قَتَلْتُهُ قَالَ: هُوَ فِى النَّارِ
Ada seseorang yang datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Ya Rasulullah, bagaimana jika ada orang yang hendak merampas hartaku.’”Jangan kau serahkan hartamu.” Jawab baliau. ‘Bagaimana jika dia melawan?’ tanya orang itu. “Lawan balik dia.” ‘Bagaimana jika dia membunuhku?’ tanya orang itu. “Engkau syahid.” Jawab beliau. ‘Lalu bagaimana jika aku berhasil membunuhnya?’ “Dia di neraka.” Jawab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Muslim 377).
Jadi tindakan untuk melawan begal atau perampok, bahkan membunuh mereka -jika terpaksa- hal itu bukan tindakan main hakim sendiri. Melainkan jihad mempertahankan diri yang disyariatkan dalam Islam.
Dalil masalah ini adalah firman Allah Ta’ala
فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
“Oleh sebab itu barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertaqwalah kepada Allah dan ketauhilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertaqwa”. (QS. Al-Baqarah: 194)
Perintah al-taqwa dalam ayat ini menjadi dalil akan keharusan adanya kesamaan dalam menuntut balas atau melakukan pembelaan (al-mumatsalah) dan pentahapan (at-tadarruj) dalam pelaksanaannya, mulai dari yang paling ringan dan mudah, hingga yang paling sulit dan berat konsekuensi, seperti membunuh.
Sementara dalam as-Sunnah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ قُتِلَ دُونَ دِينِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ ، وَمَنْ قُتِلَ دَونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ ، وَمَنْ قُتِلَ دَونَ دَمِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ ، وَمَنْ قُتِلَ دَونَ أَهْلِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ (رواه أصحاب السنن الأربعة)
“Siapa saja yang terbunuh karena membela agamanya maka ia syahid, siapa saja yang terbunuh karena membela jiwanya maka ia syahid, siapa saja yang terbunuh karena membela hartanya maka ia syahid, dan siapa saja yang terbunuh karena membela kehormatan keluarganya maka ia syahid” (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasai dan Ibnu Majah)
Kedua, jika kita merasa tidak memiliki kemampuan ia boleh menyerahkan hartanya demi melindungi dirinya. Hal ini sebagaimana dalam kaidah fiqih:
إذا تعارض ضرران دفع أخفهما
Jika ada dua mudharat (bahaya) saling berhadapan maka diambil yang paling ringan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah juga berkata:
لكن الدفع عن المال لا يجب بل يجوز له أن يعطيهم المال ولا يقاتلهم. وأما الدفع عن النفس ففي وجوبه قولان هما روايتان عن أحمد
Jika begal ini hanya mengancam harta, maka melindungi harta hukumnya tidak wajib. Korban boleh menyerahkan hartanya dan tidak melawannya. (Majmu’ Fatawa, 34/242).
Demikian penjelasan singkat ini, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bish shawab. [AW]