Oleh: Ustadz Abu Sab’ah Al-Bassam
اَلْحَمْدُِللهِ نَحْمَدُهُ وِنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُبِااللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وِمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَّهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُّضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لآَاِلهَ اِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَللّهُمَّ صَلِّى عَلىَ مُحَمَّد وَعَلَى آلِهِ وَصَحـْبِهِ اَجْمَعِيْنَ. اَعُوْذُبِااللهِ مِنَ الشَّيْطاَنِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. إِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُونَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ (3:102) . يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّا بَعْدُ؛
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Ilahi Robbi yang telah mencurahkan nikmat karunia-Nya yang tak terhingga dan tak pernah putus setiap saat kepada makhluq-Nya, baik berupa kesehatan dan kesempatan, serta yang terbesar adalah nikmat iman dan Islam sehingga sampai saat ini kita masih dapat menunaikan kewajiban shalat Jum’at secara berjama’ah.
Shalawat dan salam semoga selalu dicurahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam beserta keluarganya, para sahabat serta umat Islam yang senantiasa mengikuti sunnah-sunnah beliau hingga akhir zaman.
Saudara-saudara sekalian, sidang jama’ah Jum’ah rahimakumullah, dari mimbar yang kita muliakan ini, ijinkanlah khatib mengajak kepada diri khatib sendiri, dan juga kepada saudara-saudara sekalian, marilah kita selalu meningkatkan taqwa kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala . Selalu berusaha untuk meningkatkan taqwa dalam arti yang sebenar-benarnya dan selurus-lurusnya, dengan cara menjalankan secara ikhlas seluruh perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian menjauhi segala larangan-larangan-Nya.
Marilah kita lebur hati dan jasad kita kedalam lautan Taqwa yang luasnya tak bertepi. Marilah kita isi setiap desah nafas kita dengan sentuhan-sentuhan Taqwa. Sebab, hanya dengan Taqwa … InsyaAllah … kita akan memperoleh kebahagiaan hakiki di akherat yang abadi nanti dan kebahagiaan hidup di dunia fana ini, dan janganlah kita mati sebelum benar-benar dalam keadaan Muslim.
‘Ibaadallah..!! Saya wasiatkan kepada Anda sekalian dan juga kepada saya untuk selalu bertaqwa kepada Allah di mana saja kita berada. Dan janganlah kita mati melainkan dalam keadaan Islam. Telah banyak penjelasan yang menerangkan makna taqwa. Di antaranya adalah pernyataan Thalq bin Habib:
إِذَا وَقَعَتِ الْفِتْنَةُ فَأَطْفِئُوهَا بِالْتَّقْوَى. قَالُوْا: وَما الْتَّقْوَى؟ قَالَ: أَنْ تَعْمَلَ بِطَاعَةِ الله عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ تَرْجُو ثَوَابَ اللهِ وَأنْ تَتْرُكَ مَعْصِيَةَ اللهِ عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ تَخَافُ عِقَابَ اللهِ
“Apabila terjadi fitnah, maka padamkanlah dengan taqwa”. Mereka bertanya: “Apakah taqwa itu?” Beliau menjawab: “Hendak-nya engkau melaksanakan keta’atan kepada Allah, di atas cahaya Allah, (dengan) mengharap keridhaan-Nya; dan hendaknya engkau meninggalkan kemaksiatan terhadap Allah, di atas cahaya Allah, (karena) takut kepada siksaNya”.
Kaum Muslimin sidang Jum’at yang berbahagia. Ketahuilah! Bentuk Ketaqwaan dan Ketaatan terbesar yang wajib kita laksanakan adalah tauhid; mentauhidkan Allah dalam semua ibadah, sebagaimana juga kemaksiatan terbesar yang mesti kita hindari adalah syirik dalam ibadah kepada Allah.
Tauhid adalah tujuan diciptakannya makhluk, tujuan diutusnya seluruh para rasul, tujuan diturunkannya kitab-kitab samawi, sekaligus juga merupakan pijakan pertama yang harus dilewati oleh seseorang yang berjalan menuju Rabbnya. Jadi, Tauhid adalah fondasi hidup dan amal seorang Muslim.
Firman Allah Ta’ala: “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah (hanya) kepadaKu”. (QS. Adz-Dzaariyaat 51 : 56)
Dan juga firman-Nya: “Dan tidaklah kami mengutus seorang rasulpun sebelummu melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada yang berhak diibadahi melainkan Aku, maka beribadahlah kepadaKu”. (QS. Al-Anbiya’ 21 : 25)
Demikian pula firman-Nya: “Alif laam Raa, (inilah) satu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi, serta dijelaskan (makna-maknanya) yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu. Agar kalian jangan beribadah kecuali kepada Allah. Sesungguhnya aku (Muhammad) adalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira kepada kalian daripada-Nya”. (QS. Huud 11 : 1-2)
Jama’ah sekalian rahimakumullah.. Kalau kedudukan tauhid sedemikian tinggi dan penting di dalam agama ini, maka tidaklah aneh kalau keutamaannya juga demikian besar. Bergembiralah dengan nash-nash yang Allah dan Rosul-Nya janjikan seperti di bawah ini:
عَنْ عُبَادَةْ بِنْ الصَّامِتْ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ النَّارَ
Dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah (niscaya) Allah mengharamkan Neraka atasnya (untuk menjilatnya)”. (HR. Muslim No. 29)
Hadits lain, dari Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ عُثْمَانَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لآ إِلَهَ إِلاَّ الله دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa yang meninggal dunia, sedangkan dia mengetahui bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah melainkan Dia (Allah), niscaya akan masuk Jannah”. (HR. Muslim No. 25)
Demikian juga sabdanya, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, kami petik sebagiannya:
وَعَنْ أَبِي ذَرًّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الله عَزَّ وَجَلَ: وَمَنْ لَقِيَنِيْ بِقُرِابِ الأَرْضِ خَطَايًا لاَ يُشْرِكُ بِيْ شَيْئًا لَقَيْتُهُ بِمِثْلِهَا مَغْفِرَةً
“Dan barangsiapa yang menemui-Ku dengan (membawa) dosa sepenuh bumi sekalipun, namun dia tidak menyekutukan Aku dengan sesuatu apapun, pasti Aku akan menemuinya dengan membawa ampunan yang semisal itu”. (HR. Muslim No. 2687)
Demikian pula tidak akan aneh, bila lawan tauhid, yaitu syirik; juga memiliki banyak bahaya yang mengerikan, antara lain dihapusnya seluruh amal kebaikan seseorang ketika dia berbuat syirik dan diancam kekal dalam neraka jahannam bagi para pelaku syirik.
Jama’ah sekalian yang dirahmati Allah Ta’ala. Oleh karena itu sudah seharusnya kita benar-benar merasa takut terhadapnya, takut terjatuh dalam perbuatan syirik! Diantara bahaya syirik itu adalah sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu:
عَنْ جَابِرٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: جَاء أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا الْمُوْجِبَتَانِ ؟ فَقَالَ: مَنْ مَاتَ لاَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ مَاتَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ
“Seorang Arab Badui datang menemui Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, lalu bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah dua perkara yang pasti itu?” Beliau menjawab: “Barangsiapa yang meninggal dunia dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun, niscaya dia akan masuk Jannah. Dan barangsiapa yang meninggal dunia dalam keadaan menyekutukan Allah dengan sesuatu, niscaya dia akan masuk Neraka”. (HR. Muslim No. 93)
Firman Allah Ta’ala: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) syirik dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki”. (QS. An-Nisa’ 4 : 48 dan 116).
Firman Allah Ta’ala: “Dan seandainya mereka berbuat syirik, pastilah gugur amal perbuatan yang telah mereka kerjakan”. (QS. Al-An’aam 6 : 88)
Firman Allah Ta’ala : “Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, (sedangkan) mereka mengakui bahwa mereka sendiri Kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia amalan-amalan mereka, dan mereka kekal di dalam Neraka”. (QS. At-Taubah 9 : 17)
Inilah penyakit kronis yang menimpa umat ini, kecuali yang Allah Ta’ala rahmati, mereka terjatuh dan larut dalam berbagai macam bentuk kesyirikan, yang pertama syirkul qubur, yakni kesyirikan-kesyirikan yang terkait dengan kuburan, dengan cara berdoa, membuat sesajen, istighotsah dan sembelihan kepada selain Allah serta berbagai macam bentuk klenik-klenik lainnya.
Yang kedua adalah syirkul dustur, kesyirikan-kesyirikan yang terkait dengan peraturan dan Undang-Undang (UU) yang tidak bersumber dari syari’at Allah. Allah ta’ala berfirman dalam Al Qur’an surat Al Maa-idah ayat 50: { أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ } artinya: “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? dan siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin?”
Al Imam Ibnu Katsiir rahimahullah ketika menjelaskan ayat ini mengatakan: “Allah Ta’ala mengingkari orang yang berpaling dari hukum Allah -hukum yang telah muhkam (kokoh), meliputi seluruh kebaikan dan mencegah setiap keburukan-, kemudian orang tersebut justru berpaling kepada yang lain, berupa pandangan-pandangan, hawa nafsu dan berbagai peristilahan yang dibuat oleh manusia tanpa bersandar kepada Syariat Allah, sebagaimana masyarakat jahiliyah berhukum kepada kesesatan dan kebodohan, hukum yang mereka buat berdasarkan pandangan dan hawa nafsu mereka. Sama halnya seperti Bangsa Tartar yang berhukum dengan kebijakan-kebijakan kerajaan yang diambil dari keputusan raja mereka, Jengis Khan, raja yang telah menyusun Al Yasaq untuk mereka, yaitu kitab kumpulan hukum yang diramu dari berbagai syari’at yang berbeda, termasuk dari Yahudi, Nasrani dan Islam. Di dalamnya juga terdapat banyak hukum yang semata-mata dia ambil dari pandangan dan hawa nafsunya. Kitab itu kemudian berubah menjadi syari’at yang diikuti oleh anak keturunannya, yang lebih diutamakan ketimbang hukum yang diambil dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Barangsiapa melakukan hal tersebut, maka dia telah Kafir. Ia wajib diperangi sampai mau kembali merujuk kepada hukum Allah dan Rasul-Nya, sampai dia tidak berhukum kecuali dengannya (Kitab dan Sunnah) baik sedikit maupun banyak”. (Al Mishbah Al Muniir Tahdzib Tafsir Ibnu Katsiir pada surat Al Maa-idah ayat 50).
Inilah dua bentuk syirik yang banyak menimpa umat Islam sekarang ini, dalam ibadah mereka banyak terjatuh kepada kesyirikan. Dan disisi lain, mereka juga berada dibawah kekuasaan UU syirik, UU Thoghut, hukum dan peraturan yang tidak bersumber dari syari’at Allah Ta’ala.
Maka merupakan musibah jika seseorang berada dalam kondisi jahil (bodoh) terhadap perkara tauhid dan perkara syirik, dan akan lebih musibah lagi jika seseorang telah mengetahui perkara syirik namun dia tetap melakukannya.
Dengan ini hendaklah kita terpacu untuk menguatkan iman kita, serta menambah dan menuntut ilmu sehingga bisa melaksanakan tauhid dan menjauh dari syirik dan para pelakunya, baro’ (meninggalkan) dengan mereka dan hendaknya kita menerapkan loyalitas kita kepada para muwahhidin (orang-orang yang bertauhid dan ahli tauhid), agar kita bisa meraih kebaikan di dunia dan akhirat…
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ. وَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
KHUTBAH II
اَلْحَمْدُ لله رَبّ الْعَالَمِيْنَ، وَأْشْهًدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ الله وَلِيّ الصّالِحِيْنَ، وَأِشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا خَاتَمُ الأَنْبِيًاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، اَلّلهُمّ صَلّي عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِ مُحَمّد كَمَا صَلَيْتَ عَلَى آلِ ِإْبرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلى مُحَمّدِ وَعَلَى آلِ مُحَمّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلى آلِ إِبْرَاهِيْمَ فَِي الْعَالَمِيْنَ إِنّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، أَمّا بَعْدُ
Hadirin jama’ah Jum’ah Arsyadakumullah, Tatkala kita membicarakan masalah syirik, janganlah kita menganggap bahwa syirik itu hanya ada di kalangan orang-orang Yahudi, Nashrani, Hindu, Budha, Konghuchu dan lain-lain. Sedangkan kaum Muslimin sendiri dianggap sudah terbebas dari dosa ini. Padahal tidaklah demikian.
Banyak juga dari kalangan kaum Muslimin yang tertimpa dosa sekaligus penyakit ini, baik sadar maupun tidak. Karena makna atau pengertian syirik adalah: mempersekutukan peribadatan kepada Allah; yakni memberikan bentuk-bentuk ibadah yang semestinya hanya dipersembahkan kepada Allah, namun dia berikan kepada selain-Nya. Baik itu kepada para malaikat, nabi, orang shalih, kuburan, patung, matahari, bulan, sapi dan lain sebagainya serta juga bentuk kesyirikan dalam per undang-undangan sebagaimana telah disebutkan di atas.
Semoga Allah Ta’ala menjaga kita semua dari berbagai macam bentuk kesyirikan ini. Saudara-saudaraku fillah, pada khutbah kedua ini, sengaja kami ringkaskan sebagian keutamaan tauhid sebagaimana yang telah dibahas pada khutbah yang pertama:
- Diharamkannya Neraka itu bagi kaum Muwahhidin (Ahli Tauhid). Kalaupun mereka masuk Neraka, mereka tidak akan kekal di dalamnya.
- Dijanjikannya mereka untuk masuk Jannah.
- Diberikan kepada mereka ampunan dari segala dosa.
Sedangkan di antara bahaya-bahaya syirik adalah:
- Diancamnya orang yang melakukan syirik akbar untuk masuk Neraka dan kekal di dalamnya.
- Tidak akan diampuni dosanya itu selama ia belum bertaubat.
- Gugurlah amal perbuatannya.
Marilah kita tutup khutbah ini dengan berdoa bersama-sama, Alhamdulillahirabbil ‘alamin, Allahumma shalli wa sallim ‘ala muhammad, Wa’ala aalihi wa ashaabihi ajma’in,
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
“Ya Allah, ampunilah kaum mukminin laki-laki dan wanita, kaum muslimin laki-laki dan wanita, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Sesungguhnya, Engkau adalah Dzat yang Maha Mendengar, Mahadekat, Dzat yang mengabulkan doa”.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِيْ أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ
“Wahai Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan segala tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami, teguhkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami atas kaum yang Kafir”.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِنَا مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
“Wahai Rabb kami, ampunilah kami, orang tua kami, dan setiap orang yang masuk ke rumah kami dengan beriman, juga semua laki-laki yang beriman dan perempuan yang beriman”.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا
“Ya Allah, ampunilah kami dan kedua orang tua kami, serta berilah rahmat kepada keduanya, sebagaimana mereka mendidik kami di waktu kecil”.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِلَّذِيْنَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Ya Rabb kami, berilah ampunan kepada kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu sebelum kami, dan janganlah Engkau membiarkan ada kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ نُشْرِكَ بِكَ شَيْئًا نَعْلَمُهُ، وَنَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا نَعْلَمُ»
“Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari mempersekutukan-Mu dengan sesuatu yang kami ketahui dan kami memohon ampunan kepada-Mu dari apa yang kami tidak ketahui”.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا
“Wahai Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Wahai Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta lindungilah kami dari siksa neraka.”
Subhaana Rabbika Rabbil ‘izzati ‘amma yasifuun, wassalaamun ’alal mursaliin, Walhamdulillahirabbil ‘aalamiin… [Edt; GA/Panjimas.com/Khutbah Jum’at 15 Jumadil Ula 1436 H/6 Maret 2015 M]