PANJIMAS.COM – Istilah Isisers dan Haters belakangan menjadi booming seiring dengan perselisihan dua kubu mujahidin dunia, antara Daulah Islamiyah dan Al-Qaeda.
Bukannya berharap agar Allah Ta’ala mempersatukan kedua kubu tersebut, tetapi malah diimpor berita-berita perpecahannya di berbagai media, jejaring sosial sehingga muncul tren dua istilah tersebut.
Singkatnya, Isisers adalah julukan bagi pendukung ISIS (sekarang Daulah Islamiyah), sementara Haters atau Hasaders (pendengki) adalah julukan bagi orang-orang yang kontra terhadap Daulah Islamiyah, baik mereka dari kalangan pendukung Jabhah Nushrah (Al-Qaeda fie biladisy Syam) maupun lainnya.
Di negeri ini, perpecahan tersebut sudah sampai tahap yang mengkhawatirkan. Sebuah lembaga sosial -yang tak perlu disebutkan namanya- sebelumnya pernah berusaha untuk mendamaikan kedua kubu pendukung, namun hanya berlangsung beberapa lama dan perselisihan pun terulang kembali.
Sayangnya, hingga kini belum ada lembaga, jamaah maupun kelompok yang kembali meneruskan upaya mendamaikan kedua kubu tersebut.
Kembali pada persoalan Isisers dan Haters, mari bertanya pada nurani masing-masing, apakah Allah Ta’ala ridha dengan panggilan tersebut?
Perhatikanlah firman Allah Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim. (Q.S. Al-Hujarat: 11).
Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam haditsnya menegaskan, Allah mengancam dimasukkan ke dalam neraka jahannam bagi orang-orang memanggil dengan panggilan jahiliyah, meskipun mereka shalat, puasa dan mengaku Muslim.
وعن أبي مالك الأشعري رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : مَنْ دَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ فَهُوَ مِنْ جُثَاءِ جَهَنَّمَ ، قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَإِنْ صَامَ وَإِنْ صَلَّى ؟ قَالَ وَإِنْ صَامَ وَإِنْ صَلَّى وَزَعَمَ أَنَّهُ مُسْلِمٌ، فَادْعُوا الْمُسْلِمِينَ بِأَسْمَائِهِمْ بِمَا سَمَّاهُمْ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ الْمُسْلِمِينَ الْمُؤْمِنِينَ عِبَادَ اللَّهِ
Dari Abu Malik al-Asy’ari radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dan barang siapa yang menyeru (memamggil) dengan seruan-seruan (julukan) Jahiliyyah maka ia termasuk yang dicampakkan ke dalam Jahannam”. Para sahabat radhiallahu ‘anhum bertanya, “Sekalipun dia shalat, berpuasa, dan menyangka dirinya muslim?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “(Ya) Sekalipun dia shalat dan berpuasa serta mengaku dirinya Islam. Panggilan kaum muslimin dengan nama-nama mereka dengan nama-nama yang telah Allah ‘Azza wa Jalla berikan kepada mereka yaitu kaum muslimin, mukiminin, dan hamba-hamba Allah”. (HR. An-Nasa’i).
Kemudian, kita juga bisa mengambil hikmah dalam hadits Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya, dari Jabir radhiallahu ‘anhu, ia berkata,
كَانَ مِنَ المُهَاجِرِينَ رَجُلٌ لَعَّابٌ فَكَسَعَ أَنْصَارِيًّا فَغَضِبَ الأَنْصَارِيُّ غَضَبًا شَدِيدًا حَتَّى تَدَاعَوْا ، وَقَالَ الأَنْصَارِيُّ: «يَا لَلْأَنْصَارِ» ، وَقَالَ المُهَاجِرِيُّ: «يَا لَلْمُهَاجِرِينَ» ، فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: ((مَا بَالُ دَعْوَى أَهْلِ الجَاهِلِيَّةِ؟)) ثُمَّ قَالَ عليه الصلاة والسلام : ((مَا شَأْنُهُمْ ؟ )) فَأُخْبِرَ بِكَسْعَةِ المُهَاجِرِيِّ الأَنْصَارِيَّ ، فقَالَ عليه الصلاة والسلام: دَعُوهَا فَإِنَّهَا خَبِيثَةٌ
Di antara Kaum Muhajirin itu ada seorang laki-laki yang pandai memainkan senjata lalu dia memukul pantat seorang sahabat Anshar sehingga menjadikan orang Anshar ini sangat marah, lalu dia berseru seraya berkata, “Wahai Kaum Anshar”. Laki-laki Muhajirin tadi menimpali dan berseru pula, “Wahai Kaum Muhajirin”. Akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dan bersabda, “Mengapa seruan-seruan kaum jahiliyah masih saja terus dipertahankan?” Kemudian beliau bertanya, “Apa yang terjadi dengan mereka?” Lalu beliau diberitahu bahwa ada seorang sahabat Muhajirin yang memukul pantat seorang shahabat Anshar. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tinggalkanlah seruan itu karena hal semacam itu tercela (buruk).”
Ketahuilah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang para sahabatnya menyebut-nyebut “Muhajirin”dan “Anshar”, padahal kedua panggilan ini adalah nama-nama yang syar’i, artinya berasal dari syariat. Penyebutan kedua nama tersebut pun sering tertera di dalam Al-Qur’an dalam bentuk pujian. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Tubah: 100).
Akan tetapi, ketika nama-nama tersebut membangkitkan fanatisme kesukuan, kelompok, dan kedaerahan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan peringatan dengan peringatan yang keras. Sebagaimana sabda beliau,
دَعُوهَا فَإِنَّهَا خَبِيثَةٌ
“Tinggalkanlah seruan itu karena hal semacam itu tercela (buruk).”
Kalau panggilan dengan nama yang syar’i saja dilarang, bagaimana kiranya dengan panggilan nama-nama yang buruk, memang memecah belah umat Islam, bahkan mengandung permusuhan dan kebencian.
Dalam hadits yang lainnya yang dikisahkan dalam shahih bukhari tentang kesalahan sahabat Abu Dzar yang menghina salah seorang budaknya:
عَنِ الْمَعْرُورِ قَالَ لَقِيتُ أَبَا ذَرٍّ بِالرَّبَذَةِ ، وَعَلَيْهِ حُلَّةٌ ، وَعَلَى غُلاَمِهِ حُلَّةٌ ، فَسَأَلْتُهُ عَنْ ذَلِكَ ، فَقَالَ إِنِّى سَابَبْتُ رَجُلاً ، فَعَيَّرْتُهُ بِأُمِّهِ ، فَقَالَ لِىَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَا أَبَا ذَرٍّ أَعَيَّرْتَهُ بِأُمِّهِ إِنَّكَ امْرُؤٌ فِيكَ جَاهِلِيَّةٌ ، إِخْوَانُكُمْ خَوَلُكُمْ ، جَعَلَهُمُ اللَّهُ تَحْتَ أَيْدِيكُمْ فَمَنْ كَانَ أَخُوهُ تَحْتَ يَدِهِ فَلْيُطْعِمْهُ مِمَّا يَأْكُلُ ، وَلْيُلْبِسْهُ مِمَّا يَلْبَسُ ، وَلاَ تُكَلِّفُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ ، فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ فَأَعِينُوهُمْ
Dari Al-Ma’rur bahwa ia berkata, “Saya bertemu dengan Abu Dzar di Rabadzah. Beliau dan hamba sahayanya mengenakan pakaian (mantel) yang serupa. Kemudian saya bertanya apa sebabnya mereka mengenakan pakaian yang serupa. Abu Dzar menjawab, ‘Aku pernah memaki seseorang dengan menghina ibunya. Lalu Nabi shalallahu alaihi wassalam berkata kepadaku, “Wahai Abu Dzar, apakah kau memaki dia dengan menghina ibunya? Rupanya masih ada dalam dirimu karakteristik jahiliyah. Para hambamu adalah saudara-saudaramu yang Allah titipkan di bawah tanggungjawabmu. Oleh karena itu, barangsiapa memiliki hamba sahaya, hendaklah hamba sahaya itu diberikan makanan yang dimakan dan diberi pakaian yang dipakai serta janganlah mereka dibebani dengan pekerjaan yang berada di luar kemampuan mereka. Jika mereka terpaksa mengerjakannya maka bantulah mereka.” (HR. Bukhari).
Bagaimana dengan para Masyayikh?
Apa yang dilakukan para masyayikh mujahidin terkait fenomena saat ini, baik itu yang berisi tudingan khawarij, murjiah, rafidhah, ghuluw fit takfir, shahawat dan lain sebagainya memang cukup berat didengar telinga.
Hal ini pula yang juga memicu semakin memanasnya perselisihan antar dua kubu, baik Daulah Islamiyah maupun Jabhah Al-Nushrah atau Al-Qaeda dan yang lainnya, bahkan menjalar ke berbagai belahan dunia, sampai ke Indonesia.
Tetapi sekali lagi, siapalah kita sehingga bisa menghukumi para mujahidin di medan jihad, serta para masyayikh mereka?
Namun demikian, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan di tengah keprihatianan dan suasana perselisihan yang melanda umat Islam saat ini, diantaranya:
Pertama, berdoa kepada Allah, agar kelak mereka dipersatukan kembali, sebagaimana untaian doa nan masyhur yang sering dipanjatkan.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ، وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ
Ya Allah, ampunilah kaum mukminin dan mukminat, ampunilah kaum muslimin dan muslimat, satukanlah hati mereka, perbaikilah hubungan di antara mereka, dan menangkanlah mereka atas musuh-Mu dan musuh mereka! (HR. Muhammad bin Nashr al-Marwazi dalam Shalat al-Witr, 1/321 dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan al-Kubra no. 3143).
Kedua, tetap bersikap inshaf (adil dan pertengahan) dalam menyikapi perselisihan yang terjadi. Kemudian kita tidak perlu ikut-ikutan mencaci, menuding dan bersikap keras.
Sebab para masyayikh tersebut adalah para ulama di medan jihad, mereka lebih mengetahui waqi’ yang terjadi di sana dan tidak perlu kita impor perselisihan itu ke negeri ini.
Selain itu, berbeda dengan posisi kita yang hanya duduk-duduk saja (qa’idun) atau paling banter jadi ‘supporter’ yang jauh dari debu jihad fi sabilillah, sementara para masyayikh itu berada di medan jihad, merekalah para ulama sekaligus mujahid.
Maka kita berharap apabila terdapat kesalahan dalam ucapan maupun perbuatan para ulama mujahidin, semoga saja Allah ampuni kesalahan tersebut, bila suatu saat kelak mereka menemui syahadah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ
“Orang yang mati syahid diampuni semua dosa kecuali hutang.” (HR. Muslim).
Demikian sekelumit nasihat ini semoga menjadi pelajaran berharga bagi para aktivis Islam dan kaum muslimin. [AW]