(Panjimas.com)-Infaq dan Shodaqoh merupakan bagian dari amal Islam yang harus kita amalkan sebagai bentuk amal sholih dan Ibadah kepada Alloh subhanahu wa ta’ala. Namun, dalam prakteknya banyak diantara kita yang belum memperhatikan adab-adab dalam pelaksanaannya, inilah diantara Akhlaq dan Adab dalam Infaq dan Shodaqoh!
Niat yang ikhlas.
Rosululloh sholallohu alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya, dan seseorang hanya akan mendapatkan sesuai apa yang ia niatkan.”(HR. al-Bukhōri dan Muslim)
Jadi, hendaklah orang yang berinfak maupun bersedekah agar meluruskan niatnya karena Alloh subhanahu wa ta’ala, karena beribadah pada-Nya, dan mengharap ridho Alloh subhanahu wa ta’ala semata, baik yang wajib maupun yang sunnah. Bukan karena riya’ (ingin dilihat orang lain) atau sum’ah (ingin didengar orang lain) sehingga mendapat pujian agar dikatakan sebagai seorang yang dermawan, baik dan semisalnya, tidak..!!, tidak demikian..? karena hal tersebut dapat menggugurkan pahala sedekah tersebut.
1. Mempelajari fiqih sedekah.
Seorang Muslim wajib mempelajari hal-hal terkait dengan sedekah, mana yang wajib dikeluarkan sedekahnya mana yang sifatnya sunnah, seberapa ukuran yang harus dikeluarkan, kepada siapa sedekah itu diberikan dan lain sebagainya. Hal tersebut dilakukan sebelum melakukan. Bisa dengan bertanya pada ahli ilmu, atau membaca dan sebagainya, hal ini bertujuan untuk meluruskan peribadatan tersebut, jangan sampai melakukan suatu amalan tetapi belum tahu ilmunya, dan bagaimana pelaksanaannya. Sering diungkapkan dengan istilah:
“Ilmu terlebih dahulu sebelum berucap dan beramal”.
Dan tidak ada perkara yang lebih disukai Alloh subhanahu wa ta’ala terhadap hamba-Nya untuk mendekatkan diri pada-Nya melainkan dari apa-apa yang telah diwajibkan atasnya Dalam sebuah hadits qudsi Allohsubhanahu wa ta’ala berfirman:
“…Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku sukai dari apa-apa yang telah Aku wajibkan atasnya…” (HR. al-Bukhōri)
Barangsiapa melakukan yang sunnah tetapi meninggalkan yang wajib maka ia dalam kesalahan yang besar dan tertipu oleh setan yang diantara tipu dayanya adalah mendahulukan yang sunnah dari yang wajib.
2. Sedekah dari harta terbaik, yang halal, dan paling disukai, bukan dari harta yang haram atau dari hasil yang tidak baik.
Alloh ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Alloh) sebagian dari hasil usaha kalian yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kalian. dan janganlah kalian memilih yang buruk-buruk lalu kalian menafkahkan daripadanya, Padahal kalian sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Alloh Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (QS. al-Baqoroh [2]: 267) (baca pula QS. Ali Imron [3]: 92)
Nabi sholallohu alaihi wasallam bersabda:
“Wahai manusia, sesungguhnya Alloh itu baik, dan tidak menerima kecuali yang baik-baik…” (HR. Muslim, ad-Dārimi dan Ahmad)
“Tidak ada shalat tanpa thoharoh (bersuci) dan tidak akan diterima pula sedekah dari harta ghulul ( dari berkhianat/yang haram)”. (HR. Muslim dan al-Baihaqi)
Jadi, sedekah yang dikeluarkan harus dari hal yang baik bukan dari yang buruk, karena Alloh hanya menerima dari yang baik-baik saja.
3. Merahasiakan sedekah dan tidak menampakkannya kecuali dibutuhkan.
Dianjurkan untuk merahasiakan sedekah karena hal ini lebih menjaga keikhlasan, harga diri dan kehormatan orang yang memberi dan menerima sedekah. menghindari dari yang riya’ (ingin dilihat) dan sum’ah (ingin didengar). Hal ini telah dijelaskan dalam firman Alloh subhanahu wa ta’ala :
إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ ۖ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۚ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكُمْ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Jika kalian menampakkan sedekah kalian, maka itu adalah baik sekali. dan jika kalian menyembunyikannyadan kalian berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagi kalian. dan Alloh akan menghapuskan dari kalian sebagian kesalahan-kesalahan kalian; dan Alloh mengetahui apa yang kalian kerjakan. (QS. al-Baqoroh [2]: 271)
Namun bila ada kepentingan dan maslahat yang mengharuskan untuk menampakkan sedekah seperti untuk pengajaran, contoh, motivasi dan sebagainya maka tidak mengapa menampakkan sedekah dengan tetap menjaga keikhlasan dan menghindari dari riya’ dan sum’ah.
4. Bersedekah kepada orang yang berhak menerimannya dan membutuhkan.
Sangat dianjurkan bersedekah kepada orang yang membutuhkan dan berhak menerima QS. at-Taubah [9]: 60, sehingga menjaga mereka dari perbuatan–perbuatan yang haram dilakukan dalam mencari penghasilan.
Sebagaimana firman Alloh:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. at-Taubah [9]: 60)
5. Mendahulukan kerabat dekat.
Bila karib kerabat kita ada yang termasuk orang yang membutuhkan, maka mereka lebih berhak dibandingkan orang lain dan juga akan mendapatkan dua pahala bagi yang bersedekah. Rosulululloh sholallohu alaihi wasallam bersabda:
“Sedekah kepada orang miskin mendapat satu sedekah, dan sedekah kepada saudara kerabat mendapatkan dua pahala, yaitu pahala sedekah dan pahala menyambung silaturahim.” (HR. Ahmad dan Ibn Majah)
6. Tidak menunda-nunda sedekah.
Seseorang jangan menunda-nunda kebaikan sekecil apapun, termasuk dalam bersedekah, terlebih yang sifatnya wajib dikeluarkan jangan sampai keluar waktunya seperti zakat fitri, serta dikarenakan seseorang tidak pernah tahu apakah masih ada kesempatan untuk melakukan kebaikan. Bahkan Alloh sendiri menjelaskan tentang penyesalan bagi mereka yang berlama-lama bersedekah dalam firman-Nya:
وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَىٰ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ
“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kalian; lalu ia berkata: “Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?” (QS. al-Munāfiqun [63]: 10)
Jadi jangan tunda-tunda untuk bersedekah sebelum ajal menjemput kita sehingga terjadi penyesalan diakhirnya.
7. Tidak mengungkit-ungkit sedekahnya dan menyakiti orang yang menerimanya.
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلَا أَذًى ۙ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Alloh, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. al-Baqoroh [2]: 262)
Hal tersebut untuk menjaga perasaan orang yang menerima sedekah. Dan juga agar tidak menghapus pahala sedekah.
8. Bersyukur pada Alloh, berdoa agar sedekahnya bermanfaat bagi dirinya dan penerimanya.
Hal ini merupakan adab yang sangat baik, yaitu bersyukur karena Alloh subhanahu wa ta’ala menjadikannya mampu bersedekah, mampu memberi bukan menerima dan dijauhkan dari kikir dan bakhil serta tidak sombong bahwa dirinya yang berjasa atas sedekahnya. Hal ini adalah nikmat dan taufik yang diberikan padanya sehingga Alloh mendorong untuk bersedekah. Dan selanjutnya, berdoa agar apa yang kita infakkan atau sedekahkan bermanfaat bagi yang menerimanya, banyak kemanfaatannya sebagai salah satu bukti bahwa hal tersebut merupakan keberkahan yang Alloh ta’ala berikan kepadanya.
9. Tidak mengambil kembali sedekahnya.
Seseorang yang telah bersedekah maka tidak bisa mengambilnya kembali harta yang telah disedekahkan. hal ini pernah disabdakan oleh Rosululloh sholallohu alaihi wasallam :
“Perumpamaan orang yang bersedekah lalu mengambilnya kembali sedekahnya seperti anjing yang memuntahkan sesuatu lalu ia menjilat muntahannya untuk memakannya lagi.” (HR. Muslim)
Nabi mengumpamakan orang yang mengambil kembali sedekahnya dengan perumpamaan yang jelek sekali, karena buruknya perbuatan tersebut. Maka, hendaknya orang yang bersedekah hendaknya ketika mengeluarkan sedekahnya dengan ikhlas dan kemurahan hati serta tidak mengambilnya kembali sedekah yang telah dikeluarkan.
Demikianlah diantara adab-adab berinfak dan bersedekah, semoga Alloh mudahkan kita menjadi hamba-hamba-Nya yang gemar infak dan bersedekah demi kejayaan Islam yang mulia. Aamiin… Wallohu a’lam bishowab…. [Nz/fjri]