PANJIMAS.COM – Alhamdulillah Segala puji bagi Allah Yang Maha Kuasa dan semoga keselamatan dan Rahmat-Nya senantiasa terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabat, serta seluruh pengikutnya.
Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’uun, Jelang akhir tahun 2014, indonesia kembali berduka. Musibah tanah longsor Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah menelan banyak korban jiwa.
Dari 108 korban yang hilang tertimbun longsor, baru sekitar 39 orang yang berhasil ditemukan dalam keadaan meninggal dunia.
Semua orang dibuat sibuk akan bencana ini, dari relawan, sampai pemerintahan, tak ketinggalan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho mengatakan pihaknya telah melakukan analisis penyebab longsor bekerja sama dengan Ikatan Ahli Bencana Indonesia dan sejumlah ahli asal Universitas Gadjah Mada (UGM).
Ya, mereka sibuk mencari dan meneliti faktor ilmiah atau kauni kenapa terjadi bencana, dan banyak manusia ketika terjadi bencana hanya terfokus untuk meniliti factor penyebab bencana dari sisi ilmu pengetahuan, namun mereka lupa factor penyebab bencana dari sisi syar’i, sehingga dengan bencana itu mereka tidak semakin taqarrub namun malah semkain jauh dari Syariat Allah Ta’ala. (Baca: Astaghfirullah, Ternyata ini Kisah di Balik Bencana Tanah Longsor Dusun Jemblung Banjarnegara)
Allah memutuskan perkara-perkara yang berlaku pada makhluknya, hukum-hukum-Nya berlaku pada hamba-hambaNya terkadang sesuai dengan kebijaksanaan-Nya dan karunianya, dan terkadang sesuai dengan kebijaksanaan-Nya dan keadilan-Nya, Dan Tuhanmu tidak akan berbuat dzalim kepada siapapun
وَمَا ظَلَمْنَاهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا هُمُ الظَّالِمِينَ
Dan tidaklah Kami menganiaya mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (QS. 43:76)
Maksiat dan Dosa Penyebab Bencana
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syuraa: 30)
Ibnu Qoyyim Al Jauziyah rahimahullah mengatakan,
“Di antara akibat dari berbuat dosa adalah menghilangkan nikmat dan akibat dosa adalah mendatangkan bencana (musibah). Oleh karena itu, hilangnya suatu nikmat dari seorang hamba adalah karena dosa. Begitu pula datangnya berbagai musibah juga disebabkan oleh dosa.”
Hal ini selaras dengan perkataan Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu,
مَا نُزِّلَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِذَنْبٍ وَلاَ رُفِعَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِتَوْبَةٍ
“Tidaklah musibah tersebut turun melainkan karena dosa. Oleh karena itu, tidaklah bisa musibah tersebut hilang melainkan dengan taubat.” (Al Jawabul Kaafi, 74)
Perkataan ‘Ali –radhiyallahu ‘anhu- di sini selaras dengan firman Allah Ta’ala,
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syuraa: 30)
Oleh karena itu, sudah sepatutnya setiap hamba merenungkan hal ini. Ketahuilah bahwa setiap musibah yang menimpa kita dan datang menghampiri negeri ini, itu semua disebabkan karena dosa dan maksiat yang kita perbuat. Betapa banyak kesyirikan merajalela di mana-mana, dengan bentuk tradisi ngalap berkah, memajang jimat untuk memperlancar bisnis dan karir, mendatangi kubur para wali untuk dijadikan perantara dalam berdoa.
Allah Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Al-An’am- 82)
Jika kita telusuri kisah-kisah umat terdahulu yang jatuh ke dalam kehancuran, maka kitakan dapati mereka adalah orang-orang yang telah berbuat syirik kepada Allah. Mereka menyekutukan Allah dengan selain-Nya dan mereka lebih mendahulukan hawa nafsu dari beriman kepada Allah Ta’ala.
Lihatlah kehancuran kaum Nabi Nuh yang disebabkan karena kesyirikan dan keangkuhan mereka. Allah berfirman , “Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya)“. (QS. Al A’raf:64)
Lihat pula kehancuran kaum Nabi Hud yang juga disebabkan kesyirikan dan kufur nikmat mereka. Allah mengisahkan perdebatan antara Nabi Hud ‘alaihissalam dengan kaumnya dalam firman-Nya surat Al A’raf ayat 70-71,
Mereka berkata, “Apakah kamu datang kepada kami, agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami?, maka datangkanlah adzab yang kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar”.
Ia (Hud) berkata, “Sungguh sudah pasti kamu akan ditimpa adzab dan kemarahan dari Rabb-mu. Apakah kamu sekalian hendak berbantah dengan aku tentang nama-nama (berhala) yang kamu dan nenekmu menamakannya, padahal Allah sekali-kali tidak menurunkan hujjah untuk itu. Maka tunggulah (adzab itu), sesungguhnya aku juga termasuk orang yang menunggu bersama kamu“.
Dalam ayat yang lain, Allah telah mengabarkan kehancuran mereka. Allah berfirman (yang artinya), “Maka tatkala mereka melihat adzab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka, “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami”.(Bukan)! Bahkan itulah adzab yang kamu minta supaya datang dengan segera, (yaitu) angin yang mengandung adzab yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Rabbnya, maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa” (QS. Al Ahqaf:24-25)
Maka Nabi Ibrahim ‘alaihis salam ketika meminta keberkahan dan keamanan untuk kota Mekah, beliau barengi dengan doa berlindung dari kesyirikin,
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ
“Ya Rabbku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.” (QS. Ibrahim : 35). [AH]