PANJIMAS.COM – Pang numpang-numpang, anak bagong mau lewat, ketika kecil barangkali sering kita dengar kalimat serupa atau mantra seperti di atas diajarkan kepada anak-anak bila melewati tempat yang angker atau menyeramkan.
Demikian pula, kita sering mendengar adanya wejangan jika melewati tempat keramat, jembatan, kuburan, tanjakan, kolong jembatan, pohon besar dan lainnya harus membunyikan klakson atau mematikan lampu.
Tanpa disadari, sebenarnya beberapa perkara tersebut di atas adalah bentuk isti’adzah (meminta pertolongan) yang menggelincirkan pelakunya dalam kemusyrikan atau syirik akbar yang bisa menyebabkan pelakukan murtad dan kekal di neraka.
Kemudian, kita lihat dalam adat istiadat di tanah jawa seperti melarung ke laut, memberikan sesaji di danyangan (pohon besar yang dianggap ada penunggunya), atau kirab kyai slamet tiap 1 Suro, tentu hal ini lebih parah lagi.
Namun anehnya, di negeri ini ritual adat berbalut kemusyrikan justru diberdayakan dengan dalih melestarikan kebudayaan. Bahkan dari upaca kemusyrikan itu dikembangkan menjadi obyek wisata dan menjadi sumber pemasukan devisa bagi negara.
Kembali ke permasalahan isti’adzah, mengapa hal demikian bisa menyebabkan murtad? Sebab meminta perlindungan (isti’adzah) itu termasuk ibadah karena di dalamnya berisi permintaan. Padahal dalam Islam, hanya Allah saja tempat berlindung dan meminta pertolongan. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. (adz-Dzâriat/51:56).
Syaikh ‘Abdurrahman bin Hasan -rahimahullah- dalam Syarh Fathul Majid berkata:
فما كان عبادة لله فصرفه لغير الله شرك في العبادة ، فمن صرف شيئاً من هذه العبادات لغير الله جعله شريكاً لله في عبادته ونازع الرب في إلهيته كما أن من صلى لله صلى لغيره يكون عابداً لغير الله ، ولا فرق
“Segala bentuk peribadahan pada Allah jika dipalingkan kepada selain Allah, maka termasuk syirik dalam hal ibadah. Siapa saja yang memalingkan salah satu ibadah kepada selain Allah, maka ia berarti telah menjadikan Allah sekutu dalam ibadah. Ia benar-benar telah menantang Allah dalam hal ilahiyah (peribadahan). Sebagaimana siapa yang shalat kepada selain Allah, maka ia menjadi hamba bagi selain Allah tersebut. Tidak ada beda sama sekali dengan hal tadi.”
Di Zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Sudah Ada
Tahukah kita, ternyata fenomena meminta perlindungan kepada ‘penjaga’ juru kunci atau si mbau rekso, ‘penunggu’ tempat angker sudah ada di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا
“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan” (QS. Al Jin: 6).
Al-Imam Ibnu Katsir berkata dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim tentang ayat di atas:
كنا نرى أن لنا فضلا على الإنس؛ لأنهم كانوا يعوذون بنا، إي: إذا نزلوا واديا أو مكانا موحشا من البراري وغيرها كما كان عادة العرب في جاهليتها. يعوذون بعظيم ذلك المكان من الجان، أن يصيبهم بشيء يسوؤهم كما كان أحدهم يدخل بلاد أعدائه في جوار رجل كبير وذمامه وخفارته، فلما رأت الجن أن الإنس يعوذون بهم من خوفهم منهم، { فَزَادُوهُمْ رَهَقًا } أي: خوفا وإرهابا وذعرا، حتى تبقوا أشد منهم مخافة وأكثر تعوذا بهم، كما قال قتادة: { فَزَادُوهُمْ رَهَقًا } أي: إثما، وازدادت الجن عليهم بذلك جراءة.
Kami melihat bahwa kami mempunyai kelebihan atas manusia, karena mereka selalu meminta perlindungan kepada kami di saat mereka singgah di suatu lembah atau tempat yang menakutkan, seperti misalnya padang sahara dan lain-lain, sebagaimana yang menjadi kebiasaan bangsa Arab pada masa jahiliyyah yang melindungkan diri mereka kepada “penguasa jin” di suatu tempat tertentu agar ia tidak menimpakan malapetaka kepada mereka. Sebagaimana jika salah seorang dari mereka memasuki daerah musuh di samping seorang yang besar. Ketika jin-jin itu mengetahui bahwa ketika manusia melindungkan diri kepada mereka karena rasa takut manusia kepada mereka, maka mereka pun semakin menambah rasa takut dan seram serta sifat pengecut sehingga manusia menjadi merasa lebih takut dan lebih sungguh-sungguh dalam melindungkan diri kepada mereka. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Qatadah: { فَزَادُوهُمْ رَهَقًا } (“Maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.”) yakni dosa. Dan dengan demikian, jin akan semakin berani melawan mereka.
Al-Imam Ibnu Katsir juga menambahkan:
وقال السدي: كان الرجل يخرج بأهله فيأتي الأرض فينزلها فيقول: أعوذ بسيد هذا الوادي من الجن أن أضَرّ أنا فيه أو مالي أو ولدي أو ماشيتي، قال: فإذا عاذ بهم من دون الله، رَهقَتهم الجن الأذى عند ذلك.
As Sudi berkata, “Dahulu ada seseorang yang keluar dengan keluarganya, lalu ia melewati suatu tempat dan mampir di sana. Lalu ia berkata, “Aku berlindung dengan tuan penjaga lembah ini dari kejahatan jin yang dapat membahayakan harta, anak dan perjalananku”. As Sudi berkata, “Jika dia meminta perlindungan pada selain Allah ketika itu, maka jin akan semakin menyakitinya.”
Hikmah yang dapat dipetik dari firman Allah Ta’ala beserta tafsir yang dikemukakan oleh para ulama salafus shalih di atas, bahwa salah besar jika seseorang justru meminta perlindungan (isti’adzah) kepada selain Allah, seperti si mbau rekso atau jin. Sebab, dengan demikian jin penunggu tempat angker tersebut justru akan semakin menyakiti atau menakut-nakuti manusia. Demikian pula, orang yang meminta perlindungan tadi pun semakin bertambah ketakutannya dan bertambah juga dosanya.
Apa yang Harus Dibaca jika Melewati Tempat Angker?
Allah Ta’ala memerintahkan hambanNya, apabila mendapatkan gangguan dari syaitan makan berlindunglah kepadaNya.
وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Dan jika syetan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. Fushilat: 36).
Yang diajarkan dalam Islam adalah ketika kita mampir di suatu tempat, mintalah perlindungan pada Allah. Kholwah binti Hakim As Sulamiyyah berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ نَزَلَ مَنْزِلاً ثُمَّ قَالَ أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ. لَمْ يَضُرُّهُ شَىْءٌ حَتَّى يَرْتَحِلَ مِنْ مَنْزِلِهِ ذَلِكَ
“Barangsiapa yang singgah di suatu tempat lantas ia mengucapkan أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ (Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk yang diciptakanNya), maka tidak ada sama sekali yang dapat memudhorotkannya sampai ia berpindah dari tempat tersebut” (HR. Muslim no. 2708).
Dzikir di atas termasuk di antara bacaan dzikir petang yang bisa dirutinkan setiap harinya. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَالَ حِينَ يُمْسِى ثَلاَثَ مَرَّاتٍ أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ لَمْ يَضُرَّهُ حُمَةٌ تِلْكَ اللَّيْلَةَ
“Barangsiapa mengucapkan ketika petang “a’udzu bi kalimaatillahit taammaati min syarri maa kholaq” (Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk yang diciptakanNya) sebanyak tiga kali, maka tidak ada racun yang akan membahayakannya.” Suhail berkata, “Keluarga kami biasa mengamalkan bacaan ini, kami mengucapkannya setiap malam.” Ternyata anak perempuan dari keluarga tadi tidak mendapati sakit apa-apa. (HR. Tirmidzi, beliau mengatakan hadits ini hasan).
Semoga penjelasan ini memberikan manfaat. Jangan lagi mengajarkan mantra-mantra atau kalimat kesyirikan, bertaubatlah dan mohonlah perlindungan kepada Allah, sebagaimana diajarkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wallahu a’lam bishshawab. [AW/dbs]