(Panjimas.com) – Korban tewas setelah meminum miras oplosan hingga hari Sabtu (6/12/2014) terus bertambah. Setidaknya ada 16 orang di Garut, 10 orang di Sumedang Jabar yang tewas setelah menenggak miras oplosan. Hal serupa juga terjadi di Jakarta dan Bogor. Sehingga jika digabungkan, jumlah korban yang tewas setelah menenggak miras oplosan ini mencapai 34 orang.
Berdasarkan pemberitaan sejumlah media massa online maupun televisi, korban tewas maupun yang dirawat diperkirakan lebih dari yang dikabarkan media. Sebab, ada sejumlah orang yang menenggak miras oplosan, akan tetapi tidak datang ke rumah sakit atau diketahui keberadaannya.
Menurut Dokter Ari Fahrial Syam seperti ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV pada Sabtu (6/12/2014), secara medis mengonsumsi minuman beralkohol (miras) berapa pun prosentasenya jelas sangat berbahaya bagi tubuh manusia. Apalagi jika dikonsumsi secara rutin dan dalam jangka waktu lama.
Spesialis penyakit dalam dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) ini menjelaskan, bagian tubuh yang paling cepat terkena dampak setelah menenggak miras adalah kerongkongan dan saluran pencernaan. Setelah itu baru terjadi luka di bagian lambung dan pengecilan hati.
Selain itu, sel penurunan kesadaran miras oplosan juga bisa mengakibatkan kematian. Ini terjadi karena peminum miras tak bisa melawan tekanan pada otak dan gangguan pernapasan yang datang secara tiba-tiba.
Sebagai antisipasi awal, peminum miras oplosan disarankan segera memuntahkan apa yang diminumnya atau langsung dibawa ke rumah sakit agar dokter bisa mengambil tindakan medis, sebelum zat yang masuk ke dalam tubuh menyebar ke organ lainnya.
Miras atau Khomr Menurut Syari’at Islam adalah HARAM
Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khomr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaithon. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaithon itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khomr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”. (QS. Al-Maa-idah 5 : 90-91)
Dan firman-Nya lagi, “Mereka bertanya kepadamu tentang khomr dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ” yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir”. (QS. Al Baqarah 2 : 219)
Para ulama mendefinisikan bahwa miras atau khomr adalah semua minuman yang memabukkan, baik yang ada di zaman dulu, yang beredar saat ini, dan yang mungkin baru akan ada di masa mendatang. Baik yang terbuat dari anggur, kurma, biji-bijian, atau yang lainnya. Ini berdasarkan hadis Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,
كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ ، وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ
“Semua yang memabukkan adalah khamr dan semua khomr adalah haram”. (HR. Muslim)
لايشرب الخمر رجل من أمّتي فيقبل الله منه صلاة أربعين يوما
“Seorang yang meminum khomr dari golonganku, tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh hari”. (HR. An-Nasai)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
لايدخل الجنّة مد مّن خمر
“Tak akan bisa masuk surga orang yang suka meminum khamar”. (HR. Ibnu Majjah)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رض عَنِ النَّبِيِّ ص قَالَ: مَا اَسْكَرَ كَثِيْرُهُ فَقَلِيْلُهُ حَرَامٌ
Dari Ibnu Umar rodhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Minuman yang dalam jumlah banyak memabukkan, maka sedikitpun juga haram”. (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Daruquthni, dan dia menshahihkannya)
Dari Anas rodhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat tentang khomr sepuluh golongan : 1. yang memerasnya, 2. pemiliknya (produsennya), 3. yang meminumnya, 4. yang membawanya (pengedar), 5. yang minta diantarinya, 6. yang menuangkannya, 7. yang menjualnya, 8. yang makan harganya, 9. yang membelinya, 10. yang minta dibelikannya”. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah – dalam Nailul Authar juz 5 hal. 174). [Muhammad/dbs]