NUSAKAMBANGAN (Panjimas.com) – Dari penjara super maximum security (sms) LP Pasir Putih Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah Ustadz Abu Bakar Ba’asyir memberikan pencerahan seputar manajemen qalbu.
Di usia sepuh, 76 tahun, ingatannya terhadap ayat-ayat Al-Qur’an masih sangat kuat. Amir Jama’ah Ansharut Tauhid (JAT) ini sangat bersemangat memberikan taushiyah untuk menggelorakan dakwah, tauhid dan jihad kepada empat puluhan pembezuk pada Selasa siang (28/10/2014). Dengan bijak ia menjawab berbagai pengaduan dan pertanyaan aktivis Islam yang datang dari Tangerang, Jakarta, Bekasi, Semarang, Temanggung, Kendal, Solo, Payakumbuh, Kalimantan, dan sebagainya. Ia menekankan prinsip asyidda’u ‘alal kuffar, ruhama’ baynahum.
Ulama kharismatik sedang menjalani vonis 15 tahun ini mengingatkan para mujahidin agar senantiasa bermuhasabah agar hatinya tidak kotor seperti hatinya orang kafir yang jauh dari kebenaran.
Ustadz Abu –sapaan akrabnya– menekankan pentingnya manajemen qalbu, karena peranan hati (qalbu) sangat vital bagi iman dan amal manusia.
“Ketahuilah, sesungguhnya dalam jasad terdapat segumpal daging, apabila dia baik maka jasad tersebut akan menjadi baik, dan sebaliknya apabila dia buruk maka jasad tersebut akan menjadi buruk. Ketahuilah, segumpal daging tersebut adalah Qalbu, yaitu hati,” demikian sabda Rasulullah SAW dalam hadits riwayat Bukhari).
“Peranan hati adalah mengarahkan amal badan jasmaniah,” ujarnya.
Amir Jama’ah Ansharut Tauhid (JAT) itu merinci berbagai tipologi hati manusia. Menurutnya, berdasarkan pergerakannya, hati manusia ada tiga macam: Pertama, hati yang sehat, yaitu hati yang mengarahkan amal-amal shalih. Kedua, hati yang sakit, yaitu hati yang mengarahkan kepada amal maksiat. Ketiga, hati yang mati, yaitu hati yang mengarahkan kepada amal batil agar murtad.
Sembari menyitir Al-Qur’an surat Asy-Syu’ara’ 88-89, Ustadz Abu menggarisbawahi bahwa hati yang sehat adalah bekal yang paling bermanfaat di hari Kiamat.
“Di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih” (Qs Asy-Syu’ara’ 88-89).
Untuk itu, Ustadz Abu mewanti-wanti agar umat Islam pandai-pandai merawat hati agar hatinya tidak sakit.
“Orang yang hatinya sakit banyak berbuat maksiat, melanggar larangan Allah dan meninggalkan kewajiban syar’i. Mereka dinamakan ‘dhalimun li-nafsihi, karena lebih banyak maksiatnya daripada amal baiknya,” terangnya.
Untuk menghindari penyakit hati, maka umat Islam harus mewaspadai racun hati yang berasal dari ajaran kafir.
“Racun yang menyuburkan penyakit hati dan mematikan ialah semua ajaran agama-agama selain Islam (agama kafir) dan semua ideologi ciptaan orang-orang kafir/hawa nafsu mereka,” paparnya.
“Kalau orang Islam didoktrin dengan ajaran-ajaran atau ideologi-ideologi mereka, pasti rusak hatinya dan menjadi rusak tauhid dan imannya,” lanjutnya sembari mengutip Al-Qur’an surat Al-A’raf 3 dan Al-Jatsiyah 18.
Bila hati sudah berpenyakit, jelas Ustadz Abu, satu-satunya obat adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah, sesuai firman Allah Ta’ala: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman” (Qs Yunus 57).
“Obat penyakit hati hanya Al-Qur’an dan Sunnah. Dengan izin Allah SWT bisa menyembuhkan hati yang sakit dan menghidupkan hati yang mati. Maka Al-Qur’an juga dinamakan obat penyakit di dada. Maka mempelajari Al-Qur’an hukumnya wajib,” pungkasnya. [AW]