PANJIMAS.COM – Allah Ta’ala dekat dengan hambaNya, memerintahkan hambanya untuk berdoa dan memohon kepada Nya,
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah : 186).
Dalam berdoa, seorang muslim hendaknya memperhatikan adab-adab supaya permohonannya diijabahai Allah, maka diantara perkara yang dapat mengakibatkan doa ditolak adalah ististna’ dalam doa seperti, “ Ya Allah ampunilah aku jikalau Engkau berkehendak.”
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda,
لا يقل أحدكم: اللهم اغفر لي إن شئت، اللهم ارحمني إن شئت، ليعزم المسألة فإن الله لا مكره له
“Janganlah salah seorang diantara kamu berdoa, ‘Ya Allah ampunilah aku jika Engkau menghendaki’ atau berdoa, ‘Ya Allah, limpahkanlah rahmatMu kepadaku jika Engkau menghendaki’, tetapi hendaklah ia berkeinginan kuat dalam permohonan itu, karena sesungguhnya Allah tiada sesuatupun yang memaksa-Nya untuk berbuat sesuatu.” (HR. Bukhari 6339)
Atau dalam riwayat Muslim,
وَلْيُعَظِّمِ الرَّغْبَةَ ، فَإِنَّ اللهَ لاَ يَتَعَاظَمُهُ شَيْءٌ أَعْطَاهُ
“namun hendaklah ia serius dalam meminta dan memperbesar keinginan, karena Allah tidaklah dimintai dengan serius dan sungguh-sungguh melainkan Dia memberinya.”
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin memberikan keterangan sebab larangan ini,
- Dengan lafadz ini seakan-akan orang yang berdoa dapat memaksa Allah Ta’ala, seakan-akan ia berkata, “ Ya Allah aku tidak memaksaMU, jika berkehendak ampuni aku, jika tidak, tidak usah.”
- Lafadz ini seakan-seakan menerangkan bahwa permintaan hamba sangat besar dan sulit, dan meragukan keagungan dan qudrah Allah. (maka dalam kitab tauhid, hadits tersebut dimasukkan dalam satu pembahasannya oleh Syaikh Muhammad bi Abdul Wahhab, untuk menerangkan keagungan Allah dan kesempurnaan kekuasaannya)
- Orang yang berdoa dengan lafadz tersebut, seakan-akan tidak butuh Allah, maka dalam lanjutan hadits dikatakan, “tetapi hendaklah ia berkeinginan kuat dalam permohonan itu”. (Al-Qaul Mufid 2/331)
Dalam Hal ini Syaikh Abdurrahman bin Hasan menerangkan dalam Fathul Majid,
Berbeda dengan seorang hamba, dia kadang memberi kepada peminta apa yang dia minta sebab dia berhajat kepadanya, takut atau berharap kepadanya sehingga dia memberi apa yang dia minta sementara dia terpaksa. Maka yang patut bagi orang yang meminta kepada makhluk agar menggantungkan terwujudnya hajatnya kepada kehendak orang yang diminta (seperti dibarengi dengan ucapan, “jika anda berkenan”), karena khawatir dia memberi dalam keadaan terpaksa.
Lain halnya dengan Rab alam semesta, hal itu tidak patut bagiNya karena kemandirianNya yang sempurna dari seluruh makhluk, kemurahan dan kedermawananNya yang sempurna. Seluruh makhluk memerlukanNya, bergantung kepadaNya dan tidak berlepas diri dariNya sekejap pun. Dalam hadits,
عن أبي هريرة رضي الله عنهقال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: يد الله ملأى لا يغيضها نفقة سحاء الليل والنهار. وقال أرأيتم ما أنفق منذ خلق السماوات والأرض فإنه لم يغض ما في يده. وقال وكان عرشه على الماء وبيده الأخرى الميزان يخفض ويرفع
Dari Abu Hurairah, ia berkata telah bersabda Rasulullah, “Tangan Allah penuh (rahmat dan nikmat), tidak pernah terkurangi oleh pemberian sepanjang malam dan siang. Apakah kalian (tidak) perhatikan apa yang diberikan-Nya semenjak diciptakan langit dan bumi, tidak pernah mengurangi apa yang di tangan-Nya. ‘Arasy-Nya berada di atas air. Dan pada tangan-Nya yang lain ada timbangan, ia turunkan dan ia angkat.’” (HR. Muslim)
Allah memberi karena suatu hikmah dan tidak memberi karena suatu hikmah, Dia-lah Yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui. Maka siapa yang meminta kepada Allah sudah sepantasnya dia menegaskan permintaannya, sebab Dia tidak memberikan sesuatu kepada hambaNya karena terpaksa dan bukan juga karena besarnya permintaan.
Semua yang kita peroleh di dunia berupa nikmat-nikmat, walaupun sebagian darinya melalui tangan makhluk, namun ia adlaah berkat ijin Allah, kehendakNya dan kebaikanNya kepada hambaNya. Allah adalah Yang Terpuji atas seluruh nikmat, Dia-lah yang menghendakinya, mentakdirkannya dan mengalirkannya dengan kedermawanan, kemurahan dan kebaikanNya. BagiNya segala nikmat, karunia, dan pujian yang baik. Allah berfirman,
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.” [QS. An-Nahl: 53]
Terkadang Allah tidak memberi hambaNya jika dia memohon karena suatu hikmah dan Dia mengetahui apa yang baik bagi hambaNya, apakah memberi atau tidak memberi, terkadang Allah menunda permintaan hambaNya ke waktu yang Dia inginkan atau karena Dia ingin memberi yang lebih banyak. Mahasuci Allah Rabb alam semesta.
Dalam riwayat Muslim, “Hendaknya dia membesarkan harapannya“. Yakni dalam meminta hajatnya kepada Rabbnya, karena Dia memberikan yang besar dengan kemurahanNya, kebaikan dan kedermawananNya. Allah tidak merasa bahwa apa yang Dia berikan adalah besar, tidak ada sesuatu yang besar bagi Allah walaupun ia besar di dalam jiwa makhluk. Orang meminta kepada makhluk, dia tidak meminta kepadanya kecuali sesuatu yang ringan baginya untuk memberikannya, berbeda halnya dengan Rabb semesta alam, pemberianNya adalah sempurna,
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَن يَقُولَ لَهُ كُن فَيَكُونُ
“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: ‘Jadilah!’ maka terjadilah ia.” [QS. Yasin: 82]
Mahasuci Allah yang telah meletakkan takdir untuk makhlukNya, tidak ada tuhan yang haq selainNya, tiada Rabb yang berhak disembah kecuali Dia. (Fathul Majid 1/454)
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اُدْعُوا اللّٰـهَ وَأَنْتُمْ مُوْقِنُوْنَ بِالْإِجَابَةِ ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللّٰـهَ تَعَالَـى لَا يَسْتَجِيْبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لَاهٍ
“Berdo’alah kepada Allâh dalam keadaan yakin akan dikabulkan dan ketahuilah Allâh tidak akan mengabulkan do’a dari hati yang lalai dan lengah.” [AH]