CILACAP (Panjimas.com) – Umat Islam sebentar lagi akan merayakan Idul Adha atau Idul Qurban. Penting bagi kaum Muslimin memahami esensi Idul Adha itu sendiri, agar tak sekedar jadi seremonial tahunan belaka.
Ulama sepuh, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang kini menjalani vonis zalim 15 tahun penjara di sel Super Maximum Securuty (SMS) LP Pasir Putih, Nusakambangan, Cilacap menjelaskan tentang esensi qurban tersebut.
“Idul Adha itu pengorbanan, jadi qurban yang berkorban,” kata Ustadz Abu Bakar Ba’asyir kepada pembesuk di LP Pasir Putih Nusakambangan, Cilacap, pada Selasa (30/9/2014).
Ustadz Ba’asyir menjelaskan, bahwa qurban asalnya dari Bahasa Arab (قَرُبَ) qoruba yang artinya mendekat. Ibadah qurban dilaksanakan untuk mendekatkan diri kepada Allah, sebagaimana dicontohkan Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam. Qurban merupakan perintah agung dimana Allah telah menguji ketaatan Nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya, Ismail sebagaimana dikisahkan dalam Al-Qur’an:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.Jadi sampai betul-betul mau disembelih, sudah diletakkan lalu diganti oleh kambing. (Q.S. Ash-Shaffat: 102).
“Nabi Ibrahim dulu diperintahkan untuk mengorbankan anaknya sebagai ujian karena melaksanakan perintah Allah. Jadi untuk mentaati perintah Allah itu apa saja siap kita korbankan, seperti Nabi Ibrahim mengorbankan anaknya,” jelas Ustadz Ba’asyir.
Ustadz Ba’asyir juga memaparkan bahwa selain ketaatan, umat Islam juga diwajibkan untuk mencontoh sikap tegas Nabi Ibrahim dalam al-wala wal bara (loyalitas dan permusuhan). Sebagaimana firman Allah:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآَءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja… (Q.S. Al-Mumtahanah: 4).
Dalam ayat yang lain, Allah juga menceritakan ketegasan Nabi Ibrahim menentang kesyirikan dengan menghancurkan berhala untuk memberikan pelajaran bagi kaum musyrikin waktu itu.
فَجَعَلَهُمْ جُذَاذًا إِلَّا كَبِيرًا لَهُمْ لَعَلَّهُمْ إِلَيْهِ يَرْجِعُونَ
Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. (Q.S. Al-Anbiya: 58).
“Kita diperintahkan mengikuti millah ibrahim, yakni mengikuti dan mematuhi hukum Allah. Untuk mentaati Allah itu diperlukan keikhlasan dan pengorbanan yang benar. Diperlukan pula wala wal bara yang benar. Intinya ketegasan dalam mentaati Allah dan syariatnya harus seperti Nabi Ibrahim,” tandasnya.
Selain menyampaikan taushiyah tentang Idul Adha, Ustadz Ba’asyir juga menyatakan akan melaksanakan shalat Idul Adha pada hari Sabtu, 4 Oktober 2014, mengingat hari Jum’at sudah dilaksanakan wukuf di Arafah. [AW]