PANJIMAS.COM – Bulan Ramadhan telah lewat, dengan takbir, tahmid, tahlil, kaum muslimin menyambut ‘Idul Fithri, kemudian pada bulan Syawal setelah hari ‘Ied, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan kepada umatnya untuk berpuasa enam hari , hal itu didasari dengan hadits, dari Abu Ayub Al-Anshari radiallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim 1164, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah)
Dalam hadits ini terdapat dalil yang jelas bagi mayoritas ulama yang menunjukkan sunnahnya puasa Syawal. Yang berpendapat puasa tersebut sunnah adalah madzhab,Syafi’i dan Imam Ahmad dan Daud Adh-Dhahiry. Adapun Imam Malik memakruhkannya. Namun sebagaimana kata Imam Nawawi rahimahullah, “Pendapat dalam madzhab Syafi’i yang menyunnahkan puasa Syawal didukung dengan dalil tegas ini. Jika telah terbukti adanya dukungan dalil dari hadits, maka pendapat tersebut tidaklah ditinggalkan hanya karena perkataan sebagian orang. Bahkan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah ditinggalkan walau mayoritas atau seluruh manusia menyelisihinya. Sedangkan ulama yang khawatir jika puasa Syawal sampai disangka wajib, maka itu sangkaan yang sama saja bisa membatalkan anjuran puasa ‘Arafah, puasa ‘Asyura’ dan puasa sunnah lainnya.” (Syarh Shahih Muslim, 8: 56)
Ya, keutamaan besar diperoleh dengan puasa 6 hari di bulan Syawal, seperti puasa setahun penuh, kenapa seperti itu ?
Diriwayatkan dari Tsauban,
“عن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – أنه قال: “من صام ستة أيام بعد الفطر، كان تمام السنة، من جاء بالحسنة فله عشر أمثالها
“Barangsiapa mengerjakan puasa enam hari bulan Syawal selepas ‘Iedul Fitri berarti ia telah menyempurnakan puasa setahun penuh. Dan setiap kebaikan diganjar sepuluh kali lipat.”(HR. Ibnu Majah 1715)
Puasa ini boleh dikerjakan secara terpisah, namun berurutan setelah hari ‘ied lebih utama,karena ini menunjukkan bersegera dalam melakukan kebaikan. (Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu 3/1641)
Puasa Syawal sebelum Qadha’
Syaikh Khalid Mushlih menjelaskan,
Ulama berbeda pendapat tentang bolehnya berpuasa sunah sebelum menyelesaikan qadha puasa Ramadan. Secara umum, ada dua pendapat:
Pertama, bolehnya puasa sunah sebelum qadha puasa Ramadan. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Ada yang mengatakan boleh secara mutlak dan ada yang mengatakan boleh tetapi makruh.
Al-Hanafiyah berpendapat, ‘Boleh melakukan puasa sunah sebelum qadha Ramadan karena qadha tidak wajib dikerjakan segera. Namun, kewajiban qadha sifatnya longgar. Ini merupakan salah riwayat pendapat Imam Ahmad.’
Adapun Malikiyah dan Syafi’iyah menyatakan bahwa boleh berpuasa sunah sebelum qadha, tetapi hukumnya makruh, karena hal ini menunjukkan sikap lebih menyibukkan diri dengan amalan sunah sebelum qadha, sebagai bentuk mengakhirkan kewajiban.
Kedua, haram melaksanakan puasa sunah sebelum qadha puasa Ramadan. Ini adalah pendapat Mazhab Hanbali.
Pendapat yang kuat dalam hal ini adalah pendapat yang menyatakan bolehnya puasa sunah sebelum qadha karena waktu meng-qadha cukup longgar, dan mengatakan tidak boleh puasa sunnah sebelum qadha itu butuh dalil. Sementara, tidak ada dalil yang bisa dijadikan acuan dalam hal ini.”( https://www.saaid.net/mktarat/12/10-2.htm) [AH]