PANJIMAS.COM – Tak terasa separuh bulan Ramadhan telah kita lewati,berarti tidak lama lagi akan memasuki sepuluh hari terakhir dari bualan ini, sudah menjadi kebiasaan kaum muslimin ketika di hari-hari tersebut, yaitu melaksanakan sunnah Rasulullah shlallahu ‘alaihi wa sallam berupa i’tikaf, Melaksanakan ibadah i’tikaf adalah salah satu amal yang amat dianjurkan untuk dikerjakan, terlebih khususnya di bulan Ramadhan. Rasulullah SAW terbiasa menjalankannya, khususnya di 10 hari terakhir Ramadhan.
Iktikaf disunnahkan berdasarkan hadits, dari Abu Hurairah,
كان النبي صلى الله عليه وسلم يعتكف في كل رمضان عشرة أيام، فلما كان العام الذي قبض فيه اعتكف عشرين يوما
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Namun pada tahun wafatnya, beliau beri’tikaf selama dua puluh hari.” (HR Bukhari no.2044)
Waktu yang paling afdhol untuk beri’tikaf yaitu sepuluh hari terakhir Ramadhan, sebagaimana hadits ‘Aisyah, ia berkata,
أن النبي صلى الله عليه وسلم، كان يعتكف العشر الأواخر من رمضان حتى توفاه الله، ثم اعتكف أزواجه من بعده
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga wafatnya kemudian isteri-isteri beliau pun beri’tikaf setelah kepergian beliau.” (HR Bukhari no 2026)
I’tikaf bisa berubah menjadi wajib, ketika seseorang bernadzar untuk melakukan i’tikaf.
(عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه، أنه قال:” يا رسول الله إني نذرت في الجاهلية أن أعتكف ليلة في المسجد الحرام”، فقال له النبي صلى الله عليه وسلم:”أوف نذرك” (فاعتكف ليلة
Dari Umar radhiyallahuanhu berkata, ”Ya Rasulallah, Aku pernah bernadzar untuk melakukan i’tikaf satu malam di masjid Al-Haram”. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ”Laksanakan nadzarmu, maka ia beri’tikaf satu malam”. (HR. Bukhari no: 2042)
I’tikaf Disyaritkan di Masjid
I’tikaf disyari’atkan dilaksanakan di masjid berdasarkan firman Allah Ta’ala,
وَلَاتُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“(Tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid”(QS. Al Baqarah [2] : 187)
Demikian juga dikarenakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu juga istri-istri beliau melakukannya di masjid, dan tidak pernah di rumah sama sekali.
Menurut mayoritas ulama, i’tikaf disyari’atkan di semua masjid karena keumuman ayat di atas “Sedang kamu beri’tikaf dalam masjid”.
Adapun hadits marfu’ dari Hudzaifah yang mengatakan,
”Tidak ada i’tikaf kecuali pada tiga masjid”, ada perbedaan pendapat, apakah statusnya marfu’ atau mauquf.
Meskipun para ulama berbeda pendapat tentang kriteria masjid, Apakah masjid biasa di mana dijalankan shalat jama’ah lima waktu ataukah masjid jaami’ yang diadakan juga shalat jum’at di sana?
Imam Malik mengatakan bahwa i’tikaf boleh dilakukan di masjid mana saja (asal ditegakkan shalat lima waktu di sana, pen) karena keumuman firman Allah Ta’ala, “Sedang kamu beri’tikaf dalam masjid”(QS. Al Baqarah: 187).(Al Mudawwanah 1/298)
ini juga menjadi pendapat Imam Asy Syafi’i. Namun Imam Asy Syafi’i rahimahullah, lebih mengutamakan masjid yang ditegakkan shalat jum’at.Tujuannya di sini adalah agar ketika pelaksanaan shalat Jum’at, orang yang beri’tikaf tidak perlu keluar dari masjid.(Kifayatul Akhyar 1/209)
Kenapa disyaratkan di masjid yang ditegakkan shalat jama’ah? Ibnu Qudamah mengatakan, “Shalat jama’ah itu wajib (bagi laki-laki). Jika seorang laki-laki yang hendak melaksanakan i’tikaf tidak berdiam di masjid yang tidak ditegakkan shalat jama’ah, maka bisa terjadi dua dampak negatif: (1) meninggalkan shalat jama’ah yang hukumnya wajib, dan (2) terus menerus keluar dari tempat i’tikaf padahal seperti ini bisa saja dihindari. Jika semacam ini yang terjadi, maka ini sama saja tidak i’tikaf. Padahal maksud i’tikaf adalah untuk menetap dalam rangka melaksanakan ibadah pada Allah.” (Al-Mughny 3/189)
Kapan Mulai Masuk Masjid?
Jika ingin beri’tikaf selama 10 hari terakhir bulan Ramadhan, maka seorang yang beri’tikaf mulai memasuki masjid setelah shalat Shubuh pada hari ke-21 dan keluar setelah shalat shubuh pada hari ‘Idul Fithri menuju lapangan. Hal ini sebagaimana terdapat dalam hadits ‘Aisyah, ia berkata,
كان النبي صلى الله عليه وسلم، يعتكف في العشر الأواخر من رمضان، فكنت أضرب له خباء فيصلي الصبح ثم يدخله
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan. Apabila selesai dari shalat shubuh, beliau masuk ke tempat khusus i’tikaf beliau. (HR Bukhari no: 2033)
Namun para ulama empat madzhab menganjurkan untuk memasuki masjid menjelang matahari tenggelam pada hari ke-20 Ramadhan. Mereka mengatakan bahwa yang namanya 10 hari yang dimaksudkan adalah jumlah bilangan malam sehingga seharusnya dimulai dari awal malam.
Adab-adab I’tikaf.
Hendaknya ketika beri’tikaf, seseorang menyibukkan diri dengan melakukan ketaatan seperti berdo’a, dzikir, bershalawat pada Nabi, mengkaji tafsir Al Qur’an dan mengkaji hadits. Dan dimakruhkan menyibukkan diri dengan perkataan dan perbuatan yang tidak bermanfaat.
Yang Membatalkan I’tikaf
- Keluar masjid tanpa alasan syar’i dan tanpa ada kebutuhan yang mubah yang mendesak.
Yang dimaksud dengan keluar dari masjid adalah apabila seseorang keluar dengan seluruh tubuhnya dari masjid. Sedangkan bila hanya sebagian tubuhnya yang keluar dan sebagian lainnya masih tetap berada di dalam masjid, hal itu belum dianggap membatalkan i’tikaf. Sebab kejadian itu dilakukan oleh Rasulullah SAW sebagaimana disebutkan di dalam hadits dari Aisyah berkta,
“Rasulullah SAW menjulurkan sebagian kepalanya kepadaku, padahal aku berada di dalam kamarku. Maka aku menyisirkan rambut kepalanya sedangkan aku sedang haidh.” (HR.Bukhari no 2028)
Adapun keluar mendesak seperti, mencari makan, mandi junub , yang hanya bisa dilakukan di luar masjid, tidak membatlkan i’tikaf.
- Jima’
Dasar yang menjadi alasan kenapa jima’ itu membatalkan i’tikaf adalah firman Allah,
وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“Dan janganlah kamu melakukan persetubuhan ketika kamu beri’tikaf di masjid”. (QS. Al-Baqarah : 187)
Yang Dibolehkan Ketika I’tikaf
- Keluar masjid disebabkan ada hajat yang mesti ditunaikan seperti keluar untuk makan, minum, dan hajat lain yang tidak bisa dilakukan di dalam masjid.
- Melakukan hal-hal mubah seperti mengantarkan orang yang mengunjunginya sampai pintu masjid atau bercakap-cakap dengan orang lain.
- Istri mengunjungi suami yang beri’tikaf dan berdua-duaan dengannya.
- Mandi dan berwudhu di masjid.
- Membawa kasur untuk tidur di masjid.
- Khutbah dan akad nikah di masjid.
Rujukan utama: Shahih Fiqh Sunnah, Jilid: 2, Hal :150-158
[AH]