(Panjimas.com) – “Kala itu masa paceklik. Bersama para kawan-kawan Bani Sa’ad, aku keluar mencari anak susuan. Aku dan suamiku mengendarai keledai putih yang kurus, membawa serta unta betina yang tidak mengandung susu setetes pun. Di malam hari kami tak bisa tidur, sebab bayi-bayi kami selalu menangis menahan lapar, karena ASI kami tak lagi cukup adanya. Kami hanya mengharap hujan akan turun, kami hanya mengharap akan ada jalan keluar.”
“Kami berjalan menuju Makkah. Sesampainya, ada seorang bayi yatim ditawarkan untuk kami susui. Namun, kawan-kawanku enggan menerimanya. Mereka beranjak pulang. Aku berkata kepada suamiku, ‘Demi Allah, sungguh diriku tak mau pulang bersama kawan-kawan sebelum memeroleh anak susuan.’ Lalu kudatangilah si yatim setelah mendapat tanggapan, ‘Ambillah, semoga Allah memberi kita barakah lantaran bayi itu.'”
Sudah sejak lama menjadi tradisi di tanah Arab, kaum Quraisy menyusukan bayi-bayinya kepada para wanita Baduy. Hal itu bukan tanpa alasan. Telah dimaklumi bahwa semakin masuk ke pedalaman, Bahasa Arab semakin murni adanya. Maka dengan itu diharapkan anak-anak Quraisy yang diasuh di sana akan memeroleh pendidikan bahasa dengan baik sejak dini. Alasan keduanya adalah keadaan geografis daerah Baduy yang berupa pegunungan, diharapkan dapat mendidik manusia untuk bekerja keras naik turun bukit terjal dalam keseharian, sehingga menguatkan mental dan badan.
Selain berupa perbukitan, tanah Bani Sa’ad memanglah tandus, tak layak menjadi lahan pertanian. Oleh karenanya, penduduk pria daerah itu memilih bekerja sebagai penggembala. Sedangkan wanitanya menjadi ibu susu bagi bayi kaum bangsawan Quraisy. Begitulah, gayung bersambut.
Wanita yang berkisah di atas tadi bernama Halimah As-Sa’diyah. Atau acap dilafalkan Halimatussa’diyah. Halimah yang bermakna lembut ialah seorang wanita Bani Sa’ad. Nama lengkapnya Halimah binti Abdullah bin Al-Harits As-Sa’diyah. Suaminya bernama Al-Harits bin Abdul Izzi bin Rifa’ah As-Sa’di. Mereka memiliki tiga putra bernama Abdullah, Anisah, dan Khadzdzamah.
Halimah menerima bayi yatim itu dengan sepenuh hati. Meski tanpa tahu bahwa ia manusia pilihan Allah SWT yang kelak akan menjadi seorang yang sangat dimuliakan. Bayi itu baru berumur satu pekan. Setelah melakukan serah terima dengan ibu dan kakeknya, Halimah membawa si jabang bayi pulang bersama suaminya tercinta.
Sungguh tak disangkakan sebelumnya. Semenjak bayi yatim itu berada di tengah-tengah keluarga Al-Harits, keberkahan berdatangan seolah banjir yang tak terduga mulanya dan tak terbendung adanya. Banyak rejeki yang datang kepadanya sekeluarga secara di luar logika.
Kala rasa lapar dahaga hadir pada pasangan suami istri ini, peristiwa aneh terjadi. “Suamiku bangkit menuju unta betina kurus kami. Ia mencoba memerah susunya, siapa tahu masih ada barang seteguk saja. Tapi, tanpa sama sekali kami menduga, susunya sangatlah penuh sekali. Ia memerahnya lalu kami minum hingga rasa lapar haus hilang berganti kenyang. Kami pun lantas bisa tidur pulas di malam yang sangat berkesan itu,” Halimah berkisah.
“Pagi harinya suamiku berkata, ‘Demi Allah, wahai Halimah, dirimu telah mengambil bayi yang penuh dengan barakah.’ Kukatakan, ‘Demi Allah, itulah yang kuharapkan,'” lanjut ia.
“Saat menempuh perjalanan bersama rombongan dengan keledai, kubawa serta anak itu. Demi Allah, keledai kurusku melaju jauh lebih cepat daripada keledai-keledai orang lain. Kawan-kawanku berkata, ‘Wahai anak serigala, sialan, Kau. Tunggu kami! Bukankah ini keledaimu yang dulu itu?’ Kujawab, ‘Ya, demi Allah. Ini keledai kami yang dulu.’ Mereka berkomentar, ‘Demi Allah, sekarang keledaimu berbeda, tak lagi seperti dulu!'” demikian Halimah mengisahkan peristiwa-peristiwa fenomenal yang terjadi di keluarganya.
Tak cukup sampai di situ, Al-Harits dan Halimah masih mendapati peristiwa menakjubkan lain. Di kampung pedalaman yang tandus yang mereka huni, kambing-kambing milik mereka seperti biasa keluar di kala pagi menuju penggembalaan bersama kambing-kambing milik tetangga. Namun keanehan terjadi. Sekembalinya ke kandang, selain perut kenyang, susu hewan ternak itu pun penuh. Sementara, kambing-kambing milik para tetangga pulang dalam keadaan nyaris sama saja seperti waktu pergi keluar dari kandang.
Peristiwa-peristiwa fenomenal itu terus terjadi selama 2 tahun, selama bayi yatim itu mereka asuh, disusui oleh Halimah dengan sepenuh hati, dengan penuh kasih sayang yang sejati. Bersambung, insya Allah. [IB]