“Wahai kaum mukmin, janganlag kalian menjadikan selain orang mukmin sebagai pemimpin kalian. Apakah kalian ingin Allah menimpakan siksa-Nya dengan terang-terangan kepada kalian, karena memilih orang kafir menjadi pemimpin kalian?” (QS. An-Nisaa: 144)
Dalam waktu dekat ini, umat Islam akan mengikuti pemilihan kepala daerah secara serentak di sejumlah wilayah Indonesia. Namun, ironi, masih ada di kalangan umat Islam yang bangga menyatakan dukungannya kepada calon pemimpin non-muslim. Bahkan mati-matian menjadi tim pemenangnya.
Padahal dalam Al Qur’an, Allah telah menegaskan berulang kali ihwal larangan memilih pemimpin non-muslim. Sementara banyak kandidat lain dari calon pemimpin muslim yang lebih baik dan berkualitas.
Al Qur’an telah memberi beberapa panduan kepada kaum muslimin terkait kepemimpinan, mulai dari larangan menjadikan orang kafir sebagai pemimpin walau kerabat sendiri, larangan menjadikan orang kafir sebagai teman setia, hingga larangan saling tolong menolong dengan orang kafir yang ujungnya merugikan umat Islam itu sendiri.
“Wahai kaum mukmin, janganlah kalian menjadikan kaum Yahudi, kaum Nasrani dan orang-orang lafir yang melecehkan agama kalian sebagai teman-teman kepercayaan kalian. Taatlah kalian kepada Allah, jika kalian benar-benar beriman.” (QS. Al-Maaidah: 57)
Dalam ayat lain, Allah berfirman: “Janganlah orang-orang beriman menjadikan orang kafir sebagai pemimpin, melainkan orang-orang beriman. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya dia tidak akan memperoleh apapun dari Allah, kecuali karena (siasat) menjaga diri dari sesuatu yang kamu takuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu akan diri daei (siksa) Nya dan hanya kepada Allah tempat kembali.”
Larangan Beri Peluang
Al Qur’an juga melarang umat Islam mentaati dan memberi peluang kepada orang kafir untuk menguasai muslim (QS. An-Nisaa: 141). Bahkan Al Qur’an memvonis munafik, zalim, fasik dan sesat kepada muslim yang menjadikan orang kafir sebagai pemimpin (QS. An-Nisaa: 138-139)
Lebih dari itu, Al Qur’an mengancam azab bagi siapa yang menjadikan orang kafir sebagai pemimpin ataupu teman setia. Al Qur’an pun mengajarkan do’a agar kaum muslimin tidak menjadi sasaran fitnah orang kafir.
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami, ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha bijaksana.” (QS. Al-Mumtahanah: 5).
Sebagai pedoman hidup, Al Qur’an melarang umat Islam mengikuti cara hidup orang kafir, meskipun mereka siap menanggung dosa kaum muslimin yang mau ikuti cara hidup mereka. Itulah sebabnya, Al Quran mencela mukmin yang mencintai orang kafir, karena mereka tidak pernah mencintai orang mukmin selamanya.
Tidak Melarang Berbuat Baik
Tapi, ingat, Al Qur’an tidak melarang orang beriman berbuat baik kepada orang kafir yang tidak memusuhi orang beriman. Al Qur’an hanya membolehkan orang mukmin untuk memerangi orang kafir dan musyrik yang jahat kepada kaum muslimin.
“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah:8)
Jika orang kafir melakukan serangan kepada umat Islam, maka Al Qur’an menyuruh Nabi dan orang-orang beriman untuk berjihad melawan orang-orang kafir, kaum munafiqun dan sekutunya, baik dalam keadaan ringan maupun berat. Memerangi orang kafir yang memusuhi orang Islam itu agar fitnah lenyap di muka bumi.
“Berangkatlah kamu dengan rasa ringan maupun berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. At-Taubah: 41)
Yang membuat Al Qur’an heran adalah ketika umat Islam dizalimi, lalu orang beriman tidak mau memerangi orang kafir. Padahal Al Qur’an mengabarkan, bahwa orang kafir lebih takut kepada kaum muslimin yang berjihad karena Allah Swt.
Al Qur’an memberitahukan, akibat memilih pemimpin kafir, menyebabkan orang beriman tergelincir masuk ke Neraka (QS. Ibrahim: 20-21). Tentunya, masih banyak lagi tadzkirah Al Qur’an tentang bagaimana seharusnya orang-orang beriman harus bersikap terhadap orang kafir. (desastian)