KARANGANYAR (Panjimas.com) – Di Solo ada nama mbah Wono yang berdakwah di Gilingan, Banjarsari. Berkat ketelatenan dan kesabarannya, ia berangsur-angsur mengembalikan citra sebuah komplek yang penuh kemaksiatan menjadi sebuah kampung yang lambat laun bersinar syiar Islamnya.
Namun ada nama yang belum familiar di telinga masyarakat khususnya di kalangan pendakwah di Soloraya yaitu Pak Daryono (58) atau sering disapa mbah Dar. Di usianya yang tak lagi muda, mbah Dar justru mendapat ilham untuk mendakwahkan Islam dan mengajak masyarakat di lereng Gunung Lawu tepatnya di Dukuh Sanggrahan, Anggrasmanis, Jenawi, Karanganyar.
Jurnalis Panjimas.com berusaha menemuinya pada Selasa (15/6/2021). Namun karena kesibukannya, membuat perjumpaan dengan mbah Dar tertunda. Hingga akhirnya tim Panjimas.com kembali menuju Desa Anggrasmanis, pada Kamis (24/6/2021). Awan diatas Gunung Lawu terlihat hitam dari fly over Palur. Perjalanan yang penuh adernalin, tiada penerangan sesampainya di sekitar Bukit Kemuning, dan rintik hujan mengiringi laju roda motor yang berputar.
Dengan berbagai rintangan dalam perjalanan, akhirnya sampai pada tujuan, yaitu di Masjid Al-Hikmah. Dari masjid inilah, cara termudah untuk menemui mbah Dar. Nama mbah Dar sendiri berawal dari perbincangan kami pada salah satu aktivis masjid bernama Gimin pada Selasa (15/6/2021), Gimin menyebut nama mbah Dar yang merupakan kakak kandungnya yang telah berhasil mengajak masyarakat untuk ke masjid.
Adzan Isya’ berkumandang. Singkatnya, kami berhasil bertemu dan berbincang ringan dengan mbah Dar. Lipatan wajah yang menandakan usianya yang semakin senja, pembawaannya yang santun dan polos, dengan bahasa Jawa kromo alusnya, mbah Dar mulai bercerita pengalaman dakwahnya.
Mbah Dar merupakan salah satu dari 11 jamaah Masjid Al-Hikmah yang pernah diisolir dari perkumpulan masyarakat yang ditulis Panjimas.com sebelumnya. Berkat kesabaran dan ketelatenannya, bersama 11 jamaah mampu bertahan dan terus mendakwahkan Islam dengan bermuamalah yang baik kepada masyarakat.
Jamaah Masjid Al-Hikmah terus bertambah. Namun mbah Dar justru merasa resah dengan kondisi masjid lainnya di Dukuh Sanggrahan yang tak berkembang. Oleh karena itu Ia mulai mengajak masyarakat untuk ke masjid pada sekitar tahun 2019. Caranya pun sederhana, Ia mendatangi masyarakat satu per satu yang merupakan kawan sebayanya.
“Kalau jam 5 Sore saya silaturahmi ke rumahnya, terus saya ajak itu (ke masjid) mau gitu,” terang Mbah Dar yang mengatakan bahwa aktifitasnya tersebut belum selesai dan terus dilakukan hingga saat ini.
Sebagai penduduk asli di Sanggrahan, Anggrasmanis, mbah Dar telah akrab dengan orang-orang yang diajaknya tersebut. Mulai dari bahasa dan candaanya. Ibarat perang, ia telah menguasai medannya. Ia hafal sifat dan karakter masing-masing sehingga ia banyak disukai oleh masyarakat yang menjadi target dakwahnya.
“Kalau saya tidak berangkat ke masjid sampai dua hari, saya itu dicari,” katanya.
Semakin lama kami berbincang, mbah Dar mulai bercerita tentang caranya berdakwah kepada kebaikan, kepada agama Islam. Ia menceritakan pada suatu ketika silaturahmi ke salah satu kawannya, Ia mengucapkan salam kemudian dijawab salam pula yang ternyata telah beragama islam, namun kawannya belum shalat ke Masjid. Karena telah mengetahui yang ditemuinya tersebut beragama Islam, mbah Dar kemudian mengajaknya dengan lembut untuk berangkat ke Masjid.
Namun ajakannya tersebut tidak langsung diterima, namun dipertimbangkan dahulu, sehingga mbah Dar tidak memaksanya. Di kemudian hari, mbah Dar diminta kembali ke rumah kawannya tersebut untuk mendampinginya berangkat ke Masjid. Kemudian belajar tata cara sholat hingga bacaan-bacaannya. Hal itu dilakukan mbah Dar kepada 35 orang yang masuk Islam. Ada yang dua hingga tiga kali didatangi mbah Dar, namun ada pula yang sekali diajak langsung diterima.
Diantara 35 mualaf tersebut, ada cerita unik dari mbah Dar. Suatu ketika ada pemuda kaya yang dikenal gemar berfoya-foya. Diceritakan mbah Dar, pemuda tersebut tengah membeli bensin. Mbah Dar dengan gaya khasnya yang lugu, mengajak bercanda pemuda tersebut.
“Sepedanya kan mewah, sepeda ini kan kalau tiap minggu dibawa pengajian betapa bagusnya, betapa berkahnya saya berkata begitu. Terus dia semalam tidak bisa tidur soalnya memikirkan Pakde Daryono ngomong begitu kok saya rasakan kok bagus sekali, terus menemui saya, Pakde Daryono saya nanti mau ke masjid, kamu ke masjid atau tidak?” kata Mbah Dar menirukan kata-kata pemuda tersebut yang kemudian masuk Islam.
Dalam berdakwah Mbah Dar tidak membawa apapun seperti sembako, oleh-oleh dan sebagainya. Namun hanya dengan tangan kosong dan bermodalkan perhatian, candaan-candaan ringan. Dakwahnya cukup sederhana, mengingatkan kematian dan mengajak masyarakat memanfaatkan waktu dan kesempatan yang tersisa. Mbah Dar tak pernah bosan, menurutnya dakwah adalah hal yang penting dalam kehidupannya.
“Saya berdoa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, semoga jamaah bisa berkembang terus,” kata bapak dua anak dan tiga cucu tersebut.
Berkat dakwahnya, tiga masjid yang berada di Sanggrahan, Anggrasmanis, Jenawi, Karanganyar tersebut semakin hidup. Jamaah yang tadinya dikatakan tidak lebih dari lima orang, kini semakin penuh. Di Masjid Al-Hikmah sendiri, para binaannya yang berusia senja belajar membaca huruf Al-Qur’an dengan metode Tsaqifa setiap bakda Isya’. Sedangkan anak-anak meramaikannya dengan kegiatan Taman Pendidikan Al Qur’an.
Meski jamaah masjid sudah cukup banyak, Mbah Dar tak pernah berhenti mengajak teman-temannya ke masjid. Ia merasa masih ada teman-teman di desanya yang belum mau sholat ke masjid.