(Panjimas.com) – Pada zaman dahulu kala, ditengarai bahwa ilmu pengetahuan pernah mengalami perkembangan pesat hampir seperti saat ini, dengan karakteristik zaman tersebut. Masa keemasan itu ditengarai terjadi seribu tahun sesudah diturunkannya Nabi Adam ‘alaihissalam ke bumi, yakni pada zaman Nabi Idris ‘alaihissalam. Namun, dikarenakan manusia pada masa itu menjadi sombong karena kemajuannya, Allah subhanahu wa ta’ala menghabisinya. Peradaban kuno itu pun lenyap.
Sangat mungkin, salah satu ilmu pengetahuan yang berkembang pesat waktu itu adalah Astronomi. Astronomi adalah cabang ilmu alam yang melibatkan pengamatan benda-benda langit, seperti bintang, planet, komet, nebula, gugus bintang, galaksi, serta fenomena-fenomena alam yang terjadi di luar atmosfer bumi. Astronomi mempelajari semua itu dari bermacam segi, seperti asal-usul, sifat fisika dan kimia, meteorologi, gerak, dan lain sebagainya.
Selanjutnya, menurut catatan sejarah, Astronomi kemudian dimotori oleh bangsa Babilonia, masih pada zaman sebelum Masehi. Kemudian, selama Abad Pertengahan, ilmu ini sempat mengalami kebuntuan di Barat. Tapi sebaliknya, berkembang pesat di Timur, termasuk di dunia Islam. Saat itu, astronom-astronom Muslim bermunculan. Kebanyakan mereka berasal dari Persia dan Arab. Salah satunya bernama Abu Raihan al-Biruni rahimahullah.
al-Biruni, demikian sebutan masyhurnya, adalah seorang astronom Muslim yang dilahirkan pada 5 September 973 M di Khawarazm, Turkmenistan, di kawasan Danau Aral, Persia. Di bidang astronomi, ia berjasa menemukan jari-jari bumi yakni sepanjang 6.339,6 km. Saat berumur 17 tahun, ia sudah meneliti garis lintang wilayah Kath, Khawarazm, menggunakan altitude maksima matahari.
Tak hanya astronomi, al-Biruni juga menguasai sejumlah disiplin ilmu lain, seperti bahasa, filsafat, matematika, fisika, farmasi, sejarah, dan sebagainya. Abu Ali Hussain bin Abdallah bin Sina rahimahullah, atau yang masyhur dengan nama Ibnu Sina, adalah temannya. Mereka bertemu di perguruan tinggi dan pusat ilmu pengetahuan yang didirikan oleh putera Abu al-Abbas Ma’mun Khawarazmsyah. Di sana ia juga berteman dengan Ibnu Maskawaih rahimahullah, seorang ahli sejarah.
Bersama seorang dari Ghazan bernama Mahmud, al-Biruni pernah mengembara ke India dan menemaninya dalam kemiliteran di sana. Ilmuwan ini menguasai beberapa bahasa, diantaranya Bahasa Yunani, Suriah, Berber, Persia, Arab, dan Sansekerta.
al-Biruni juga produktif menulis. Ia banyak menulis dalam bahasa Persia dan Arab. Pada umur 22 tahun, ia menulis beberapa karya ringkas, di antaranya kajian proyeksi peta dan kartografi. Pada umur 27 tahun, ditulisnya buku berjudul Kronologi, yang merujuk pada hasil karya lain yang ia hasilkan. Selain itu ada satu buku astrolab, satu buku sistem desimal, empat buku kajian bintang, dan dua buku sejarah. Seluruh karyanya berjumlah lebih dari 120 buku.
al-Biruni rahimahullah wafat pada umur 75 tahun, tepatnya pada 13 Desember 1048 M. Sejak itu ia tak lagi ada di dunia. Tapi ilmu yang diwariskan untuk generasi setelahnya, tak terbayang besarnya.
Wallahu a’lam. [IB]