(Panjimas.com) – Abdullah bin al-Mubarak alias Ibnul Mubarak adalah salah seorang tokoh tabi’in yang masyhur lantaran wejangan-wejangan moralnya yang menggelitik. Lelaki padang pasir ini dilahirkan di sebuah kawasan bersejarah, Marwa, pada 118 H. Allah subhanahu wa ta’ala mengaruniai pria pembelajar ini rentang usia yang hampir sama dengan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, 63 tahun.
Perihal ilmu, Ibnul Mubarak adalah salah seorang tabi’in yang jadi “gudangnya”. Mulai tafsir, hadits, fiqih, semua ia kuasai. Selain bergelut di keilmuan, ia juga mujahid di medan perang dan pedagang di medan perniagaan. Soal akhlaq, ia terkenal dengan sikap kehati-hatian (wara’). Ia berpendapat, sikap wara’ yang terberat terletak pada aktivitas lisan.
Orang alim yang punya banyak murid hebat ini banyak bernasihat dengan gaya bahasa mendayu lembut, namun merasuk ke lubuk hati dan menumbuhkan kesadaran berinstrospeksi.
Ibnul Mubarak rahimahullah berujar, “Aku benci para pelaku maksiat, namun (sebenarnya) diriku masih lebih buruk dari mereka.”
Dalam sekali. Sangat dalam. Pada kenyataan memang, banyak kaum Muslim mudah sekali menemukan sisi negatif dari perilaku orang lain. Mudah sekali mengecam pelaku kemaksiatan. Tapi, diri sendiri terlupa diamati, diri yang sejatinya juga gemar bermaksiat, hanya saja dalam bentuk yang berbeda. Pengehatuan tentang macam-macam bentuk maksiat rupanya sangat perlu difahamkan kepada umat. Umat harus faham bahwa yang namanya maksiat bukan saja menenggak miras, bermain judi, dan praktik prostitusi. Mencemari alam pun termasuk kemaksiatan yang besar sekali. Tapi naifnya, fakta lapangan menunjukkan bahwa masih banyak kaum Muslim mengakrabi.
“Awal dari sebuah ilmu adalah niat, kemudian memerhatikan, kemudian memahami, kemudian mengamalkan, kemudian menjaga, kemudian menyebarluaskan,” kata Ibnul Mubarak lagi.
Meluaskan wawasan tak bisa disangkal sangatlah perlu bagi kita insan beriman. Agar kita mampu menilik persoalan dari berbagai sudut pandang, agar tak mudah menganggap diri suci dan menyalahkan orang. Setiap apa yang Allah ta’ala hadapkan, kaum Muslim seyogianya memandang sebagai ayat, ayat adalah pesan untuk bekal menyusuri kehidupan.
“Orang yang cerdas tidak akan merasa aman dari empat hal: terkait dosa yang pernah dilakukan, ia tak tahu apa yang akan Allah ta’ala perbuat atasnya; kedua, umur yang tersisa, ia tak tahu hal yang akan membuatnya celaka; ketiga, keutamaan yang Allah berikan kepada seorang hamba, ia tidak tahu bahwa sejatinya sebuah tipuan dan istidraj; keempat, kesesatan yang tampak sebagai petunjuk termasuk ketergelinciran hati sehingga agama seseorang rusak tanpa disadari,” bebernya menasihati.
Mari berguru pada Abdullah bin Mubarak rahimahullah. Mari menjadi pribadi Muslim yang sejuk, membuat umat manusia merasa tenteram dan ingat untuk berbenah diri, bukan malah lari!
Wallahu a’lam. [IB]