(Panjimas.com) – Bila membaca sejarah peradaban Islam, kita akan bertemu dengan banyak sosok pemimpin umat yang benar-benar berjiwa pemimpin. Bukan sosok berwajah pemimpin tapi hatinya penipu. Bukan sosok berwajah pemimpin namun hatinya perampok. Pemimpin adalah pengayom, pelayan, penjaga, penengah, pemelihara, bagi tanah air dan bangsa. Pemimpin bukanlah penguasa yang bermental aji mumpung untuk meraih pundi-pundi pribadi. Salah satu pemimpin besar umat Islam yang sangat inspiratif adalah Khulafaurrasyidin kedua, Amirul Mukminin Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu.
Kepemimpinan Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu terkenal dengan kegiatan ronda malam. Baginya, pemimpin bukanlah sosok yang bertengger di menara gading. Pemimpin harus membaur dengan yang dipimpin, agar mengenal dengan benar apa saja yang diamanahkan kepadanya dan bagaimana keadaan masing-masingnya. Di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya, ia turun lapangan mengamati suasana, situasi, dan keadaan tanah air dan bangsa. Ronda malam adalah rutinitasnya.
Suatu malam saat meronda, dari sebuah rumah terdengar oleh Umar percakapan dua wanita. Seorang ibu dengan putrinya.
“Nak, ayo kita tambahi air biar jadi banyak, mumpung matahari belum terbit dan tak ada orang yang melihat.”
“Ibu, kita tak boleh berbuat seperti itu. Amirul Mukminin melarang kita menipu.”
“Tidak apa-apa, Nak, Amirul Mukminin tak akan tahu.”
“Aduh, Ibu, Amirul Mukminin bisa saja tidak tahu, tapi Tuhannya Amirul Mukminin tak mungkin tidak tahu, Dia tahu pasti setiap apa pun yang kita lakukan!”
Ibu-anak di rumah itu rupanya pedagang susu. Mereka hidup pas-pasan karena penghasilannya tak menjanjikan. Si ibu ingin mencoba menambah keuntungan agar taraf hidup mereka meningkat. Namun sayang, cara yang dipilihnya salah. Tapi ia masih beruntung karena putrinya adalah “malaikat”. Sungguh beruntung orang tua yang memiliki anak shalih-shalihah. Ia akan mengingatkan bila dirinya khilaf, akan meluruskan bila langkahnya salah.
Di luar rumah bersahaja itu, Amirul Mukminin Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu merasa ditusuk dadanya. Ia sadar benar akan posisinya. Ia adalah pemimpin negara yang bertanggungjawab atas kesejahteraan segenap rakyatnya. Rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan adalah PR penting yang harus segera dikerjakan. Bila rakyat yang kekurangan ingin memeroleh kesejahteraan dengan jalan haram, itu pukulan keras baginya. Seakan api neraka menjilat-jilat di depan jidat!
Jangan kira Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu sama seperti para pejabat negeri ini. Pejabat yang dalam meraih jabatan saja sudah melakukan tipu daya. Pejabat yang setelah meraih kedudukan lantas berfikir bagaimana mendapatkan sesuatu, bukan memberikan sesuatu. Jangan dikira Umar bin Khatthab adalah pemimpin yang berpikir bahwa kedudukan adalah kesempatan makan lezat dan berpakaian mewah. Dari penampilannya, orang tak mengira kalau ia pemimpin negara!
Malam itu, Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu tak lantas mengetuk pintu menyambangi dua wanita pedagang susu. Ia pulang. Ia punya rencana yang tak diketahui semua orang. Anda penasaran apa yang akan Khalifah lakukan? Sabar dulu, jawabannya ada di edisi depan, insya Allah. Wallahu a’lam. [IB]