(Panjimas.com) – Membersamai ibunda beribadah haji sudah ditunaikannya, dan sakit kusta pun sembuh seketika. Sungguh, ini karunia Allah ta’ala yang sangat luar biasa untuk Uwais. Usai menuntaskan ritual haji, ia dan ibunda tercinta pulang ke Yaman dengan sehat, selamat, membawa berkat.
Ada satu keistimewaan yang Allah berikan kepada Uwais al-Qarni radhiyallahu ‘anhu. Adalah bercak kecil sisa penyakit kusta di salah satu bagian tubuhnya. Bukan artinya kesembuhannya tak sempurna, Dia sengaja menyisakannya karena kelak akan berguna.
Kesembuhan dari penyakit yang menggidikkan itu tak membuat Si Uwais lantas berlaku congkak. Ia tetap menjadi pribadi rendah hati dan tak gila dipuji. Ia sangat mensyukurinya dengan ekspresi syukur sejati. Predikat dan kelezatan profan bukanlah hal yang ia rindukan. Rasa rindunya hanya mengarah ke satu tujuan. Satu rindu yang begitu dalam. Ia ingin bertatap muka dengan Nabinya, Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam. Ia ingin mengunjungi Madinah al-Munawarah, negeri paling beradab seantero dunia, lalu berjumpa Sang Nabi di sana.
Uwais al-Qarni radhiyallahu ‘anhu sangat sadar bahwa ibundanya telah renta dan kondisi fisiknya tak sempurna. Jelas akan kesulitan memenuhi keperluan hariannya sendirian. Ia butuh sosok anak berbakti yang senantiasa tulus mendampingi. Ia butuh Uwais berada di sisi. Tapi bagaimana lagi, di sisi lain kerinduan bertemu Nabi merengek minta diobati. Dilema yang sangat dalam mengusik relung hati. Kepada ibunda ia curahkan isi hati.
Sungguh mulia hati ibunda Uwais al-Qarni. Diizinkannya putra tercinta menempuh perjalanan ke Madinah, meninggalkannya sendiri di rumah. Pesannya: jangan lama-lama! Dengan berat hati sekaligus semangat sekali lelaki yang punya pengalaman menempuh perjalanan sangat panjang dengan jalan kaki ini kembali menapaki padang pasir nan luas seperti kala mengantar ibunda berhaji. Medan berat ia libas penuh semangat. Hingga suatu hari sampailah ia di Kota Madinah, kota penuh berkah tempat tinggal para calon ahli jannah.
Uwais al-Qarni radhiyallahu ‘anhu selalu ingat akan ibunda dan senantiasa mendoakannya. Tak tega ia meninggalkan wanita yang telah susah payah melahirkan dan membesarkannya itu berlama-lama. Waktu demi waktu ia gunakan sebaik-baiknya. Ia gegas mencari Masjid Nabawi di mana di dekatnya adalah kediaman sosok agung yang akan ia temui.
Di muka pintu rumah Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam, Uwais al-Qarni radhiyallahu ‘anhu berdiri mengucap salam. Seseorang menjawab dari dalam. Hatinya girang. Tapi… “Maaf, Rasulullah sedang pergi ke medan jihad,” suara wanita menjawabnya.
Girangnya sekejap saja, sisanya adalah kecewa. Serasa sepohon kurma tumbang menimpa tubuhnya. Rasanya sulit diungkapkan dengan kata. Pengorbanan luar biasa: berhari-hari meninggalkan ibunda tercinta yang renta, buta, dan lumpuh; berbekal seadanya menempuh perjalanan sangat jauh, namun sesampai di tempat tujuan, tak tergapai apa yang ia inginkan. Lelah payahnya terbayar hampa. Siapa orang tak terpukul tak kecewa?!
Tetapi Uwais hamba beriman. Iman akan qada’ dan qadarNya. Pun iman bahwa Allah ta’ala tak pernah menyia-nyiakan perjuangan hamba-hambaNya yang ikhlas menjalaninya.
Bagaimana dengan kita? Misal saja kita baru saja keluar dari pekerjaan lama dan memutuskan untuk membuka warung tenda. Sepeda motor satu-satunya, perhiasan istri tercinta, semua dijual untuk modal. Tapi setelah satu pekan berjualan, terjadilah kecelakaan: sebuah truk kehilangan kendali menabrak warung tenda yang baru saja didirikan. Hampir seluruh perlengkapan hancur, bahan dagangan berantakan, tubuh pun cedera dan butuh perawatan. Coba bayangkan bagaimana rasa di dada? Rupa-rupanya kita perlu berguru kepada Uwais al-Qarni untuk kasus semisal ini.
Walau tak berhasil bertemu langsung dengan Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam, Uwais al-Qarni radhiyallahu ‘anhu segera pulang ke Yaman demi Sang Ibu. Tak perlu menanti Rasulullah kembali, karena bila memang berkehendak, Allah ta’ala pasti akan menjumpakannya dengan Sang Suri Tauladan yang sangat ia rindukan. Lapang dadanya, ridha akan ketentuanNya, yakin bahwa Allah Mahatahu jalan terbaik bagi hambaNya.
Uwais pulang dan selamat sampai di Yaman. Ibundanya sangat senang mendengar suara dan merasakan belaian ananda tersayang. Tapi apakah suatu hari nanti lelaki shalih ini akan bertemu Nabi? Dan apa guna bercak putih bekas kusta yang tersisa? Tunggu jawabannya pada edisi mendatang, insya Allah. Wallahu a’lam. [IB]