(Panjimas.com) – Menjelang wafatnya Abdullah bin Abdul Asad radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam membersamainya dan mendoakan kesembuhannya. Namun bagaimana lagi, ajal mujahid tangguh ini sudah tiba.
Sangat dalam kesedihan Hindun binti Suhail alias Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha ditinggal suaminya. Menyaksikan itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam merasa iba dan berdoa, “Ya Allah, berilah ia ketabahan, hiburlah ia, dan berilah pengganti yang lebih baik untuknya.”
Sebagai penghormatan terhadap Abdullah bin Abdul Asad alias Abu Salamah yang telah mengorbankan jiwanya demi Islam, para shahabat bersegera melamar Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha agar segera lepas dari status janda dan ada suami yang mengayominya. Mereka yang sempat maju adalah Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhuma. Namun rupanya Allah ta’ala punya pilihan lain untuk Ummu Salamah. Kedua pelamar itu tak ada yang diterima.
Ummu Salamah masih saja dirundung kesedihan. Sebagai kepala pemerintahan, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam merasa bertanggung jawab lalu mencoba mengekspresikan kepeduliannya dengan memberi nasihat yang membangkitkan harapan. “Mintalah kepada Allah agar Dia memberimu pahala atas musibah yang menimpamu dan menggantikan untukmu (suami) yang lebih baik.” Ummu Salamah meresponnya dengan penuh perhatian, menanggapinya dengan pertanyaan sederhana namun dalam, “Siapa yang lebih baik dari Abu Salamah, wahai Rasulullah?”
Setelah berfikir dan memohon petunjuk Allah ta’ala, beberapa lama kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam mendapat ilham untuk melamar Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha. Tapi beliau tak datang sendiri dan menyampaikannya secara langsung. Diutuslah Hathib bin Abi Balta’ah radhiyallahu ‘anhu menyampaikan lamaran itu. Lantas apa tanggapan Ummu Salamah? Tentu saja menerimanya. Ia berfikir, bagaimana mungkin seorang wanita Mukminah menolak diperistri seorang Nabi?
Akhirnya dilangsungkanlah pernikahan Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam dengan Hindun binti Suhail alias Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha. Setelah resmi menjadi istri Rasul, mantan istri Abdullah bin Abdul Asad radhiyallahu ‘anhu ini ditempatkan di rumah Ummul Masakiin Zainab radhiyallahu ‘anha.
Ummu Salamah yang sejak muda gemar berliterasi, menjadikan dirinya lebih maju secara intelektual dibandingkan kebanyakan wanita saat itu. Setelah menjadi satu di antara Ummahatul Mukminin (Istri-istri Rasulullah), ia turut andil secara langsung dalam berjuang menegakkan Islam. Rasul pun menerima sumbang saran dan gagasan-gagasannya yang terbilang cerdas cemerlang. Ia pun sempat menyertai beliau dalam jihad fi sabilillah. Dalam Perang Khaibar, Fathu Makkah, Pengepungan Tha’if, Perang Hawazin, dan juga membersamai Sang Nabi dalam Haji Wada’.
Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam wafat, kesedihan mendalam kembali menghampiri Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha. Tapi sebagai wanita shalihah yang dalam ilmunya, yang tertempa jiwanya oleh kisah hidup penuh perjuangan, dan dekat-lekat dengan contoh nyata praktik hidup penuh adab; kesedian justru menjadi pendorong untuk mengoptimalkan ibadah. Ia menjadi semakin giat meritualkan ibadah wajib maupun sunah, menebar ilmu kepada sesama, juga meriwayatkan hadits. Akhirnya, saat berusia 84 tahun (59 H), ia wafat dan dimakamkan di Baqi’, di dekat pusara Ummahatul Mukminin lainnya. Wallahu a’lam. [IB]