Para Pahlawan itu tetap Berpuasa
PANJIMAS.COM – Orang yang berpuasa adalah kekasih Allah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, sebagaimana yang disepakati oleh Syaikhani, dari Abu Sa’ad Al-Khudri:
مَنْ صَامَ يَوْمًا فِى سَبِيلِ اللَّهِ بَاعَدَ اللَّهُ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا
“Barangsiapa berpuasa satu hari di jalan Allah (fi sabilillah), niscaya Allah akan menjauhkan wajahnya dari neraka sejauh tujuh puluh tahun.”[1]
Baranga siapa berpuasa sehari di jalan Allah, niscaya Allah akan menjauhkan wajahnya dari neraka sejauh tujuh puluh musim (tahun). Para salafush shalih memahami bahwa “berpuasa di jalan Allah” maknanya, “Engkau memerangi musuh, berperang di jalan Allah, dan engkau persembahkan ruhmu secara ikhlas di jalan Allah.”
Oleh karena itu, Ibnu Katsir, Adz-Dzahabi, dan para ahli ilmu lainnya meriwayatkan bahwa Abdullah bin Rawahah radhiyallahu ‘anhu. Turut serta dalam perang Mu’tah saat ia berbai’at (berjanji setia) kepada Allah untuk terus bertempur sampai titik darah penghabisan. Pada saat itu, ia sedang berpuasa.
Sebelumnya, Zaid bin Haritsah dan Ja’far Ath-Thayyar telah menjemput syahid. Ia serukan perang bersamaan dengan akan tenggelamnya matahari dan azan maghrib dikumandangkan, sedangkan ia dalam keadaan berpuasa, dalam keadaan perut lapar dan dahaga. Ia pun berkata “Bawalah kemari sesuatu yang bisa aku makan, agar aku dapat terus berperang.”
Abdullah radhiyallahu ‘anhu tetap berpuasa meskipun dalam situasi perang, saat pedang berkilat dan tombak-tombak beradu di atas kepala para pahlawan, sehingga ia pun melihat saudara-saudaranya terbunuh.
Karena merasa letih, ia berkata, “Berilah aku kurma untuk ku makan.” Setelah dibawakam kurma untuknya, ia bertanya, “Sudahkah matahari tenggelam?” Para sahabatnya menjawab, “Belum!” Lalu, ia pun menunggu hingga waktu berbuka.
Ketika matahari tenggelam, ia mengambil sesuap untuk dimakan. Namun, makanan tak lagi terasa enak, minuman tak lagi berarti saat ia melihat banyak saudaranya yang telah menjemput syahid di medan laga.
Akhirnya, ia pun membuang sesuap yang ada di mulutnya di atas tanah, lalu ia pecahkan sarung pedangnya dengan lututnya dan menengadah ke langit seraya menyerukan syair:
Jika manusia menimbang (urusannya) dan menahan sedih
Bukankah engkau hanya setetes air di geriba
Mengapa kumelihatmu membenci surga
Kemudian ia berperang sampai tertebas oleh pedang,
sementara ia masih berpuasa.
Saudara sekalian, lihatlah jiwa-jiwa ini, bagaimana ia terbang menuju Allah, bagaimana pula ia berpindah kepada Al-Hayyu Al-Qayyum. Lalu apa yang kita persembahkan untuk Islam? Tidak qiyamul lail, tidak jihad, dan tidak pula mendermakan harta.
Tetapi para salfush shalih itu, mereka yang tau bahwa puasa adalah madrasah bagi ruh (jiwa), bahwa ada kehidupan abadi di sisi Allah. Mereka mengangkat tingi-tinggi kalimat la illaha illah dengan pedang.
Dan siapakah yang mengangkat pedang untuk meninggalkan asma-Mu
Di atas kepala-kepala bintang penerang
Kami menjadi gunung di gunung dan mungkin saja
Kami menjadi lautan di atas ombak lautan
Ruh-ruh kami, ya Allah, di atas pelana kami berharap
Pahala-Mu sebagai rampasan perang (ghanimah) dan di sisi-Mu
Wahai siapa saja yang lahir di atas la ilaha illallah, wahai siapa saja yang tumbuh di atas la ilaha illallah, telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, ia telah mendekati kalian, sedekat busur atau lebih dekat lagi.
Demi Allah, jangan sampai Ramadhan berlalu dari kalian, namun banyak yang gagal dan merugi. Berusahalah, agar Allah membebaskan leher-leher kalian dari api neraka.
Ambillah kesempatan yang tak tergantikan itu, sesungguhnya pada bulan tersebut anda taubat dan ada penerimaan (amal) dari Allah. Perbanyaklah zikir, tahlil, tasbih dan tahmid. Pelajarilah Al-Qur’an dalam bulan tersebut, hidupkanlah rumah-rumah kalian dengan ayat-ayat Allah yang terang dan tinggalkanlah nyanyian-nyanyian seronok, tak tahu malu, rendahan dan tak layak, yang menyesatkan hati dari Rabb-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ibnu Abbas berkata, “Rabb kita mengirim angin yang menggetarkan ranting.” Bagi siapa saja yang di dunia mencegah telinganya dari mendengarkan nyanyian.
Angin yang menggoyangkan ranting-ranting
Lalu mengalunkan suara yang membuai pendengaran manusia
Bagaikan irama-irama dalam syair
Celakalah telinga, jangan kau gantikan dengan senar (alat musik)
Berusahalah! Agar kalian bisa membebaskan leher-leher kalian dari api neraka, agar wajah kalian menjadi putih, pada hari saat kalian dihadapkan kepada Allah Yang Maha Esa dan Maha Memaksa.
Alangkah beruntung bagi perut-perut yang lapar di jalan Allah. Selamat bagi perut-perut yang menahan dahaga karena ingin memperoleh ridha Allah. Selamat bagi kalian yang didatangi bulan (Ramadhan), pada saat kalian berpuasa di dalamnya karena iman dan ikhlas, Allah membanggakan kalian kepada Malaikat dari atas langit ke tujuh.
Wahai umat yang kekal, yaitu umat pertengahan (wasath), wahai umat yang telah Allah ridhai dengan segala perbuatan baiknya. Hapuslah kejahatan-kejahatan kalian pada bulan ini, perbaharuilah taubat kalian kepada Allah.
Semoga Allah menghidupkanmu wahai Ramadhan, agar dengan karunia Allah engkau bebaskan kesalahan dan kerugian kami, agar engkau bisa menuntun kami menuju telaga yang mengalir untuk kami minum airnya—dengan ijin Allah—seteguk minuman yang tidak akan pernah terasa haus lagi untuk selama-lamanya.
Sumber: Dikutip dari buku Ramadhan agar Puasa Tak Sekedar Lapar & Dahaga.
_____________________