SAMARINDA (Panjimas.com) – Meninggal dunia dalam keadaan husnul khatimah merupakan dambaan bagi seluruh umat. Terlebih memimpin salat Tarawih pada awal Ramadan, Jumat (26/5) malam.
“Wa ladh dhoollin” ujung lafal surah Al-Fatihah terucap dari bibir seorang imam saat memimpin salat. Jarkasih, mengenakan pakaian serba putih pergi menghadap Yang Kuasa. Siapa sangka, Langgar Al Fajri di Jalan KH Khalid, Samarinda Ilir jadi saksi bisu pria 69 tahun menghadap Allah SWT.
Tubuhnya rebah seketika saat memimpin salat Tarawih pada rakaat ketujuh. Salat tetap berlanjut, Hardadi yang sebagai makmum maju menggantikan Jarkasih. Lafal surat-surat Alquran yang dibacakan terdengar begitu cepat. Ditutup dengan salam, makmum langgar yang didominasi kaum adam lantas berkerumun.
Demikian dengan Helmi, anak tertua dari Jarkasih. Pria bertubuh semampai itu ikut salat bersama. Meski tak berada di belakang sang abah -panggilan akrab Jarkasih- matanya menyorot tajam ke tubuh Jarkasih. Pikirannya tak karuan kala melihat abahnya rebah.
Langgar yang berada persis di pinggir jalan itu mendadak ramai. “Saya minta tolong ambulans, karena lama menunggu pakai mobil warga,” sebut Helmi saat ditemui Kaltim Post (Jawa Pos Group) selepas pemakaman Jarkasih, kemarin (27/5). Dengan mata berkaca-kaca, Helmi ingat benar bagaimana lafal Alquran terakhir yang dibaca abahnya itu.
Masih di dalam langgar, Helmi sudah yakin jika orang tuanya dipanggil sang Khaliq. Namun, pria berambut rapi itu ingin berusaha menolong Jarkasih. Yakni dengan membawa abahnya ke rumah sakit. “Tapi semua ini sudah rencana Yang Maha Besar,” beber Helmi.
Jarkasih sempat dibawa ke RS Bhakti Nugraha. Selanjutnya, jenazah dibawa ke kediamannya di Jalan AW Sjahranie, Gang Flamboyan, Kelurahan Air Hitam, Kecamatan Samarinda Ulu untuk disemayamkan.
Demikian dengan Hardadi, imam yang menggantikan Jarkasih saat salat Tarawih. “Sudah sepantasnya, makmum yang ada di belakang imam menggantikan jika terjadi apa-apa,” ujar Hardadi. Dia meyakini, jika Jarkasih bakal mendapatkan tempat yang layak di sisi Allah SWT. Warga sekitar tempat Jarkasih tinggal pun terkejut perihal kepergiannya. Sebab, pria kelahiran Balikpapan, 17 Juli 1947 silam itu sebelumnya terlihat sehat ketika bersantai di depan kediamannya.
Bakat Jarkasih sebagai pemimpin salat sudah muncul sejak muda. Hal itu disampaikan Sapriansyah, adik paling bungsu Jarkasih. Ayah sembilan anak itu sudah fasih membaca Alquran sejak masih muda. Di lingkungan keluarga, Jarkasih dikenal paling tegas dalam urusan agama.
Dikisahkan Sapriansyah, kakaknya pernah marah kepada anak-anaknya ketika sedikit saja meninggalkan waktu salat. “Beliau memang kesehariannya sejak muda sudah berkecimpung dalam urusan agama,” ungkap pria yang juga sebagai pengurus sebuah masjid di Balikpapan.
Pria yang akrab disapa Pak Haji itu mengaku sempat berbincang dengan seorang makmum di Langgar Al Fajri tempat kakaknya meninggal. “Almarhum itu baca doanya tidak seperti biasanya dan terbata-bata,” ujar Sapriansyah menirukan perkataan makmum.
Kepergian Jarkasih memang sangat mengejutkan. Pasalnya, sebelum sepeninggal almarhum, Jarkasih sempat berkomunikasi melalui telepon genggam dengan Sapriansyah. “Dia (Jarkasih) mengeluh tidak kuat kalau lama-lama berdiri dan saya bilang bergantian dengan imam yang lain di sana (Samarinda),” timpal Sapriansyah.
Diutarakan Helmi, abahnya tak memiliki riwayat penyakit kronis. Bahkan, tak tampak layaknya orang sedang sakit. Jarkasih sebelum meninggal beraktivitas seperti biasa. Dia juga menjadi imam di langgar maupun masjid terdekat dengan rumah.
Kisah Jarkasih kembali mengingatkan publik pada cerita yang hampir sama kejadiannya dengan Jamhuri. Imam di Masjid Baitut Tharah, Loa Janan Ilir, Samarinda. Kejadian pada 6 Januari lalu itu sempat membuat seantero publik Kota Tepian terharu. Jamhuri meninggal saat sujud salat Jumat, sedangkan Jarkasih meninggal saat berdiri selepas membaca surah Al-Fatihah pada Jumat malam pada awal Ramadan.
Kepergian Jarkasih dan umat muslim pada umumnya menjadi tanda, jika hanya Allah SWT yang memiliki kuasa kepada ciptaannya, termasuk manusia. Kapan dan di mana lokasinya bukan penghalang bagi Yang Kuasa untuk kembali menghadap sang Khalik. [AW/jpnn]