PANJIMAS.COM – Bila dipanjangkan, namanya adalah Sa’id bin Malik bin Sanan bin Ubaid bin Tsa’labah bin Ubaid bin Abjar radhiyallahu ‘anhu. Ia lebih dikenal dengan nama Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, atau nama kuniahnya, Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu. Sebutan al-Khudri menjadi penanda bahwa ia berasal dari Bani Khudrah, yang merupakan penduduk asli Yatsrib (kaum Anshar).
Abu Sa’id lahir pada 10 tahun sebelum Hijriyah dari rahim Anisah binti Abu Haritsah radhiyallahu anha, yang berasal dari kabilah Bani Najar. Ayahnya bernama Malik bin Sanan radhiyallahu ‘anhu. Ia syahid dalam Perang Uhud.
Setelah besar, Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu anhu aktif berkiprah dalam kemiliteran. Ia turut serta dalam perang-perang ghazwah yang terjadi setelah perang Uhud. Menurut Ibnu Katsir rahimahullah, Abu Sa’id pernah mengikuti 12 kali peperangan. Perang yang pertama kali ia ikuti adalah Perang Khandaq.
Sebenarnya, ketika terjadi perang Uhud, Malik bin Sanan membawa Sa’id yang berumur 13 tahun ke hadapan Rasulullah shalallahu alaihi wassalam agar diikutkan berperang. Walau masih belia, Malik merasa anak lelakinya sudah layak diterjunkan di medan jihad.
”Dia bertulang besar, ya Rasulullah,” ucapnya agar Sa’id diterima.
Tapi bagi Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wa sallam, anak lelaki Malik masih terlalu dini untuk diterjunkan di medan jihad. Beliau menyuruh lelaki Anshar itu membawa anaknya pulang.
Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu adalah salah seorang shahabat Anshar yang melakukan bai’at kepada Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersama Abu Dzar al-Ghifari, Sahl bin Sa’ad, dan beberapa shahabat lain.
Dalam perjalanan hidupnya, Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu kemudian tumbuh menjadi seorang terkemuka di kalangan Anshar. Masyarakat Madinah mengakui kefaqihannya (kepandaian dalam ilmu agama). Ia termasuk shahabat Nabi shalallahu alaihi wa sallam yang banyak meriwayatkan hadits (1.170 hadits), dan tercatat sebagai yang menduduki urutan ke-7 periwayat hadits terbanyak.
Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu anhu meriwayatkan hadits-hadits Nabi shalallahu alaihi wa sallam yang ia terima dari Malik bin Sinan, Qatadah bin Nu’man, Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa al-Asy’ari, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Salam, serta shahabat-shahabat lain radhiyallahu ‘anhum.
Shahabat yang meriwayatkan hadits dari Abu Sa’id adalah anaknya Aburahman, istrinya Zainab bin Ka’ab bin Ajrad, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Abu Thufail, Nafi’, dan Ikramah radhiyallahu ‘anhum.
Suatu hari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu membawa putranya Abdurahman ke pemakaman Baqi’. Ia menunjuk suatu titik lokasi yang letaknya jauh dan berpesan agar kelak jenazahnya dimakamkan di sana.
“Wahai anakku, bila kelak aku meninggal dunia, kuburkanlah jenazahku di sana. Jangan engkau dirikan tenda, jangan engkau mengiringi jenazahku dengan membawa api, jangan engkau tangisi aku dengan meratap-ratap, dan jangan memberitahukan kepada seorang pun tentang diriku!” ucapnya penuh hikmah.
Sebagian besar sejarawan menulis, Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu wafat pada 74 H. Berdasarkan sejumlah referensi, ia benar dimakamkan di pemakaman Baqi’. Namun ada sebagian sejarawan mengatakan bahwa kuburannya terletak di Istanbul, Turki. Wallahu a’lam. [IB]