(Panjimas.com) – Umar bin Abdul-Aziz ra, yang bergelar Umar II, merupakan khalifah Bani Umayyah yang paling sering disebut dalam sejarah. Ia berkuasa pada tahun 717-720 M. Berbeda dengan Khalifah Bani Umayyah sebelumnya, ia bukanlah keturunan dari khalifah yang dahulu. Umar adalah sepupu Sulaiman bin Abdul Malik, khalifah sebelumnya, dan ditunjuk secara langsung sepeninggal Sulaiman.
Umar adalah putra Abdul Aziz bin Marwan ra, Gubernur Mesir yang juga adik Khalifah Abdul Malik. Ibunya bernama Ummu Asim binti Asim ra. Kakek buyut Umar adalah Khulafaurrasyidin kedua, Umar bin Khattab ra.
Umar bin Abdul Azis ra dilahirkan sekitar tahun 682 M/63 H. Sebagian sumber mengatakan ia lahir di Madinah, dan yang lainnya mengklaim lahir di Mesir. Yang pasti, Umar dibesarkan di Madinah, di bawah asuhan dan bimbingan Ibnu Umar, kakeknya, yang merupakan salah seorang perawi hadits terbanyak. Setelah ayahnya wafat, ia panggil ke Damaskus oleh Khalifah Abdul Malik ra, dan dinikahkan dengan putrinya, Fatimah ra. Tak lama kemudian, Abdul Malik wafat. Pada 706 M (24 th), umar diangkat menjadi Gubernur Madinah oleh Khalifah al-Walid I ra. Sejak itulah Umar memulai kariernya di pemerintahan.
Pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Azis ra, pengaduan rakyat Madinah ke Damaskus berkurang, karena berbagai persoalan dapat diatasi secara otonom. Bahkan banyak warga Irak berhijrah ke Madinah guna mencari perlindungan dari gubernur mereka, al-Hajjaj bin Yusuf, yang kejam. Alhasil, al-Hajjaj marah dan menghasut Khalifah al-Walid I agar melengserkan Umar. Sang Khalifah pun luluh dan diberhentikanlah Gubernur Madinah yang adil dan bijak, Umar bin Abdul Azis ra. Meski turun tahta, ia memiliki rapor biru di hati rakyat dan ulama.
Setelah tak lagi mengemban jabatan gubernur, Umar bin Abdul Azis tetap tinggal di madinah sampai bergantinya khalifah. Khalifah al-Walid I digantikan saudaranya, Sulaiman bin Abdul Malik ra. Sulaiman sendiri sebenarya ingin agar Umar bin Abdul Azis-lah yang diangkat menjadi khalifah, bukan dirinya.
Di samping sebagai sepupu, Umar dan Sulaiman ra merupakan sahabat karib. Pada masa pemerintahan Sulaiman, kedaulatan Bani Umayyah sangat kokoh, dan stabilitasnya terjaga.
Suatu hari, Sulaiman menunjukkan kepada Umar akan kekuatan militer yang dimiliki Negara Khilafah saat itu, dengan ekspresi kebanggaan. Umar berkomentar dengan nada meneduhkan dan pesan yang dalam.
“Aku sedang melihat dunia saling memakan antara satu dengan yang lain. Dan engkaulah orang yang paling bertanggung jawab dan akan ditanyai oleh Allah tentang hal itu.”
“Tidakkah engkau kagum dengan kehebatan pemerintahan kita ini?” kejar Sulaiman.
“Bahkan yang paling hebat dan mengagumkan adalah orang yang mengenali Allah kemudian mendurhakaiNya, mengenali setan kemudian mengikutinya, mengenali dunia kemudian condong kepadanya,” jawab Umar kemudian.
Mendengar jawaban itu, Khalifah Sulaiman tidak marah atau kecewa. Ia menerima dengan hati terbuka. Merasakan kehadiran sahabat sejati, saudara hakiki, yang mengingatkan akan hakikat hidup dan kekuasaan dunia.
Pada 716 M, Sulaiman bin Abdul Malik ra wafat. Umar bin Abdul Azis-lah orang terpilih yang diamanahi menggantikan kedudukan sahabatnya. Ia di bai’at sebagai khalifah pada hari Jum’at setelah shalat Jum’at. Hebatnya, waktu Ashar, rakyat langsung merasakan perubahan kebijakan baru Sang Khalifah Baru. Semasa memerintah, Umar berhasil memulihkan keadaan negara seperti pada era Khulafaurrasyidin yang mulia.
Mengharukan sekali. Kebijakansanaan dan kesederhanaan hidup Umar mengingatkan kita kepada jiwa zuhud dan kepekaan sosial kakek buyutnya. Gajinya selama menjadi khalifah hanya 60 dirham per bulan. Gaya hidupnya sederhana. Sebab itu, para sejarawan menjulukinya Khulafaurrasyidin ke-5.
Sayang, namun inilah yang Allah swt taqdirkan. Khalifah Umar bin Abdul Azis ra hanya memerintah selama hampir tiga tahun saja. Ia wafat dalam usia muda (37-38 th), Menurut sejarah, ia meninggal karena diracun oleh pembantunya.
Umar bin Abdul Azis ra telah tiada. Namun sejarah mencatat kemuliaan kepemimpinan Umar bin Abdul Azis selama mengemban jabatan kenegaraan, gubernur maupun khalifah. Kecerdasan, keadilbijaksanaan, dan kepeduliannya terhadap rakyat jelata, diyakini sebagai diterimanya doa sang kakek buyut di masa hidupnya.
Dikisahkan bahwa Umar bin Khattab ra sangat terkenal dengan program ronda malam di wilayah kekuasaannya. Pada suatu malam ia mendengar dialog seorang gadis dengan ibunya, seorang penjual susu yang miskin.
Si Ibu berkata, “Wahai anakku, segeralah kita tambahkan air pada susu ini biar menjadi banyak, selagi belum terbit matahari.”
Si Gadis menjawab, “Kita tak boleh berbuat seperti itu, Bu. Amirul Mukminin melarang kita berbuat demikian.”
Ibunya ngotot, “Tak mengapa, Amirul Mukminin tak akan tahu.”
Jawabnya, “Jika Amirul Mukminin tak tahu, Tuhannya Amirul Mukminin tetap tahu.”
Sang Khalifah menangis haru mendengar pembicaraan itu. Betapa mulianya si gadis, pikirnya. Ia pun pulang. Sesampainya di rumah, Amirul Mukminin meminta putranya, Asim, menikahi gadis miskin tadi. Umar mengucap kalimat doa, “Semoga akan lahir dari keturunan gadis ini calon pemimpin Islam yang hebat, yang akan memimpin orang-orang Arab dan Ajam (non Arab).”
Asim yang berbakti kepada orang tua, tanpa banyak berkomentar segera menikahi putri penjual susu. Pernikahan mereka melahirkan anak perempuan bernama Laila, atau lebih dikenal dengan Ummu Asim ra. Setelah dewasa, Ummu Asim menikah dengan Abdul Aziz bin Marwan ra, lalu mereka dikaruniai putra yang diberi nama Umar bin Abdul Aziz. Benarlah, harapan Umar bin Khattab ra dikabulkan oleh Allah swt. Cicitnya menjadi khalifah yang mencatatkan prestasi gemilang dalam sejarah peradaban umat manusia. Wallahu a’lam. [IB]