(Panjimas.com) – Seperti dikisahkan sebelumnya, ‘Aisyah RA mulai tinggal serumah dengan Rasulullah SAW pada umur 9 tahun. Dalam umur sebelia itu, ia telah dapat menjalankan peran sebagai istri dengan baik, bahkan sangat baik. Putri Abu Bakar Ash-Shiddiq RA ini mampu segera beradaptasi dengan tugas-tugas barunya. Selain baktinya kepada suami tercinta, ia pun menampak-jelaskan secara alami bukti bahwa dirinya adalah sosok wanita yang cerdas dan berbudi pekerti tinggi.
Selama menjalani hidup berumah tangga dengan Nabi SAW, ‘Aisyah RA banyak meriwayatkan hadits, di mana dunia mengakui bahwa derajat hadits-hadits darinya memiliki ontetitas tertinggi. Apalagi, ia adalah seorang yang paling dekat interaksinya dengan Nabi SAW, sehingga sangat mengenal perilaku beliau hingga sedetail-detailnya. Sehingga apa-apa yang tak diketahui orang lain tentang Nabi SAW, ‘Aisyah bisa mengetahuinya.
‘Aisyah RA pun dianugerahi oleh Allah SWT ingatan yang sangat tajam dan kuat. Ia mampu mengingat semua pertanyaan yang diajukan para wanita kepada Nabi SAW, serta segenap jawaban yang beliau berikan.
Karena kamar ‘Aisyah RA bersebelahan dengan masjid, ia pun dengan tekun dan cermat menyimak dakwah dan perbincangan suaminya dengan para sahabat di sana.
Selain pelajaran-pelajaran dari Nabi SAW kepada orang lain dihafalkannya, ‘Aisyah sendiri pun gemar mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang berbagai hal dalam kehidupan, bahkan yang sulit dan rumit sekali pun.
Semua itulah yang membuat Ummul Mukminin ‘Aisyah RA menjadi ilmuwan dan periwayat hadits yang paling besar dan paling terpercaya. Maka sepeninggal Rasulullah SAW, tepatnya pada masa Khalifah Umar bin Khaththab RA, ‘Aisyah menduduki posisi sebagai Ummahatul Mukminin yang utama di seluruh daerah-daerah Islam yang kian meluas dari masa ke masa. Kala itu, kaum Muslim biasa berdatangan silih berganti guna meminta nasihat-nasihat ‘Aisyah RA. Hal ini terus berlanjut hingga pada masa Khalifah Utsman bin Affan RA.
‘Aisyah RA, sejak mulai berumah tangga dengan Rasulullah SAW hingga masa khalifah Utsman RA, telah menyaksikan berbagai perubahan dalam Peradaban Islam yang pada mulanya dibangun oleh Rasulullah SAW. Selama lebih dari tiga puluh tahun perjuangan kaum Muslim, Peradaban Islam mengalami perkembangan yang pesat, di samping juga kegoncangan-kegoncangan karena konflik internal.
Begitulah kehidupan. Berbagai cobaan yang manis maupun pahit harus dikecap, karena dengan itu jiwa kaum Muslim menjadi kian dewasa dan membaja. Pun ‘Aisyah RA, yang tiada gentar terus berjuang menegakkan Islam, menembus berbagai cobaan kehidupan hingga akhir hayat. ‘Ummul Mukminin ‘Aisyah RA wafat pada 17 Ramadhan 58 Hijriah, atau bertepatan dengan 13 Juli 678 Masehi. Wafatnya menimbulkan dukacita yang mendalam, baik di Madinah maupun di seluruh penjuru dunia Islam.
‘Aisyah RA dinilai oleh ulama sebagai satu dari beberapa wanita paling agung di dunia Islam, di samping Khadijah dan Fathimah Az-Zahra RA. Sebagian ulama, Ibnu Taimiyah salah satunya, menempatkan Fathimah RA di tangga teratas, diikuti Khadijah RA, baru ‘ Aisyah RA. Namun Ibnu Hazm berpendapat berbeda, ia menempatkan ‘Aisyah RA sebagai yang pertama. Bagaimana pun penilaian para ulama, yang pasti ‘Aisyah tetap memiliki keistimewaan tersendiri, karena diakui bahwa tak ada seorang pun wanita yang menandinginya dalam menyebarluaskan ajaran Nabi SAW. Wallahu a’lam bishshawwab. [IB]