(Panjimas.com) – Setelah kesepakatan kedua keluarga diperoleh, pernikahan Muhammad bin Abdullah dengan Khadijah binti Khuwailid akhirnya dilangsungkan.
Pada hari Jum’at, dua bulan pasca kembalinya ekspedisi niaga Muhammad dari Syam, pernikahan agung mereka dilaksanakan. Sebagai wali Khadijah adalah paman beliau, Amir bin Asad. Sedang Waraqah bin Naufal bertindak sebagai pengkhutbahnya.
Pakaian yang dikenakan Muhammad adalah sumbangan dari shahabat beliau sejak kecil, Abu Bakar. Pakaian buatan Mesir itu mengandung nilai intrinsik yakni sebagai simbol kebangsawaan Quraisy. Pakaian seperti itu dalam tradisi Quraisy biasa dipakai dalam pernikahan keluarga bangsawan.
Dalam berkhutbah, Waraqah bin Naufal membacakannya dengan fasih. Dan Abu Thalib selaku paman Muhammad menyambutnya dengan mantab, “Segala puji bagi Allah yang menciptakan kita sebagai keturunan Ibrahim, benih Ismail, anak-cucu Ma’ad dari keturunan Mudhar. Pun kita memuji Allah SWT yang menjadikan kita penjaga rumahNya, pengawal Tanah HaramNya yang aman sejahtera, serta menjadikan kita hakim bagi umat manusia. Sesungguhnya anak saudaraku ini, Muhammad bin Abdullah, bila ditimbang dengan lelaki mana pun juga, dirinya jelas memiliki kelebihan dari mereka, meski tak banyak harta. Harta benda hanyalah bayang-bayang yang akan hilang, sesuatu yang akan cepat perginya. Tapi Muhammad, Tuan-tuan telah mengenali siapa dia, bagaimana pribadinya. Dia telah melamar Khadijah binti Khuwailid, dan dia akan memberikan mahar lima ratus dirham secara tunai dengan segera, dari hartaku dan saudara-saudaraku.
Lanjut beliau, “Demi Allah, sesungguhnya aku mempunyai firasat tentang dirinya, bahwa di masa mendatang ia akan dikaruniai berita gembira serta pengalaman-pengalaman menakjubkan. Semoga Allah membarakahi pernikahan ini.”
Majelis pernikahan tersebut dilaksanakan di rumah Khadijah. Dimeriahkan oleh puluhan anak lelaki dan perempuan yang berdiri berbaris di pintu sebelah kanan di sepanjang lorong yang dilalui oleh mempelai lelaki. Mereka mengucapkan salam marhaban dan menebar wewangian kepada para tamu dan pengiring.
Setelah selesainya upacara dan para tamu sudah pulang, Khadijah membuka isi hati kepada sang suami, “Wahai Al-Amiin, bergembiralah… semua harta kekayaan ini, yang bergerak, yang tidak, yang berupa bangunan maupun barang dagangan, serta hamba-hamba sahaya, adalah milikmu semua. Engkau bebas membelanjakannya ke jalan mana Engkau suka.”
Peristiwa inilah yang Allah SWT abadikan dalam Al-Qur’an. “Dan Dia (Allah) mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberimu kekayaan.” (Adh-Dhuhaa: 8).
Muhammad dan Khadijah menjadi pengantin baru. Mereka berbulan madu dengan penuh kebahagiaan. Mereka menjadi pasangan suami istri yang serasi, sevisi-misi, secita-cita. Betapa bahagianya mereka…
Wallahu a’lam bishshawwab. Insya Allah bersambung. [IB]